Monday, December 25, 2006

Otobiografi Virtual: Menulis Itu Asyik (8)


Diterima

BELUM pernah saya mengalami jantung yang berdebur keras selain saat saya dipanggil untuk tes wawancara. Menurut PSDM dalam pengantarnya, ini adalah tes final dalam kecakapan bidang, yakni ilmu perpustakaan. Jika lolos tes ini, besar kemungkinan bisa bekerja di Kompas, kecuali gagal dalam tes kesehatan saja. Penguji adalah J. Widodo, wartawan senior Kompas, berlangsung di salah satu ruang di Bentara Budaya Jakarta.

Belakangan saya tahu, J Widodo-lah yang mengembangkan Pusat Informasi dan Litbang Kompas dari semula bernama Pusat Dokumentasi Kompas. Dialah peletak dasar perpustakaan moderen untuk media massa dengan kliping elektroniknya, dimana seluruh berita yang termuat di Harian Kompas bisa disimpan dan diakses di komputer setelah memasukkan kata-kata kunci tertentu. Katalog buku manual diubahnya dan bisa disimpan serta ditemukan kembali dalam waktu singkat dengan hanya memijit papan ketik komputer.

Dari omong-omong dengan teman kemudian saya tahu, kala masih bernama Pusat Dokumentasi Kompas, lembaga ini dipegang dan dikembangkan oleh wartawan Kompas hebat lainnya, Parakitri T. Simbolon. Buku yang ditulisnya, Vademekum Wartawan: Reportase Dasar kelak kubaca dengan sungguh-sungguh.

Saya sendiri sempat tercenung saat itu. Dalam hati berkata heran, bisa juga saya sampai di level ini. Saya membayangkan mainan Nintendo sewaan saat saya SMP dulu dimana prestasi ketangkasan diukur dalam setiap pencapaian level. Bagaimanapun jantung saya berdegup keras meski saya sudah bergumam dalam hati, “Nggak apa-apa tidak diterima, ‘kan belum sarjana!” Tetap saja hasrat untuk dapat diterima mencuat.

Sudah dapat dibayangkan sejak menunggu giliran dipanggil, pertanyaan-pertanyaan Widodo sangatlah tajam. Tidak kenal ampun. Bicaranya seperti peluru yang dimuntahkan dari senapan mesin. Bukan hanya kecakapan khusus alias ilmu perpustakaan saja yang ditanyakan, tetapi ilmu-ilmu pengetahuan umum yang aktual saat itu.

Beruntung saya sudah terbiasa membaca dan berlangganan Kompas, Majalah Tempo, dan Majalah Prisma terbitan LP3ES selagi saya kuliah. Jadi apapun yang ditanyakan Mas Dod, panggilan akrab J. Widodo yang saya tahu kemudian, bisa nyambung sehingga menciptakan percakapan yang lama, panjang, dan seperti tidak berkesudahan.

Akan tetapi. tak urung saya gugup juga ketika J Widodo melempar tanya, “Lha mestinya you melamar jadi wartawan, kenapa you melamar menjadi pustakawan?” Mas Dod rupanya biasa memanggil atau menyapa anak buahnya dengan sapaan “you”.

Saya katakan sejujurnya bahwa saya masih harus menyelesaikan skripsi saya sedikit lagi sehingga saya belum punya ijazah S1 sebagaimana yang disyaratkan untuk menjadi wartawan. Saya katakan pula, mungkin saya mencoba lagi melamar menjadi wartawan kalau ijazah S1 saya sudah ditangan. “Yo wis kalau begitu, you tunggu saja pengumumannya, ya!”

Saya tinggal tunggu pengumuman lulus-tidaknya hasil wawancara tadi. Kalau lulus masih ada satu rintangan lagi, yakni tes kesehatan. Tetapi menurut informasi yang saya dapat, kalau kita tidak punya penyakit yang parah-parah amat, tes kesehatan kemungkinan besar lolos. Penyakit parah itu antara lain lever alias penyakit kuning.

Setelah itu saya kembali ke Bandung untuk menyelesaikan skripsi. Seminggu berikutnya saya harus sudah melakukan tes kesehatan di RS St Carolus saat saya dinyatakan lulus tes wawancara yang mematikan itu, dan saat saya menyerahkan hasil tes kesehatan kepada Widyarto Adi PS di bagian PSDM, dengan entengnya dia berkata, “Kamu mulai bekerja per 1 April ya.” Maksudnya 1 April 1990.

Saya tercenung, terus terang bingung. Bagaimana mungkin ini terjadi karena saya harus mempertahankan skripsi saya di depan penguji dan kalau lulus harus diwisuda pada 21 April 1990. Saya minta mundur barang satu bulan, paling tidak saya masuk mulai 1 Mei saja. “Kamu ini gimana, sudah lulus kerja malah minta dimundurin! Ya sudah sana, tapi janji ya mulai kerja per 1 Mei,” kata Widyarto.

Kesannya galak dan tegas, tetapi saya tahu dia bercanda. Hemmm… saya tidak boleh ingkar janji atau wanprestasi.

Akhirnya saya memang bisa lulus ujian skripsi, bisa diwisuda tepat 21 April, meski belum bisa mengambil ijazah karena harus memperbaiki skripsi terlebih dahulu. Saya bisa langsung bekerja mulai 1 Mei 1990 sebagai karyawan honorer di Pusat Informasi Kompas dengan tugas sebagai pustakawan.

Tetapi ada satu ganjalan, saya belum bisa memperbaiki skripsi sehingga ijazah asli belum bisa saya dapatkan. Tetapi saya bisa usahakan fotokopian ijazah yang sudah dilegalisir pihak universitas. Sudahlah, saya akan menikmati hari-hari pertama bekerja di sebuah perusahaan pers terbesar di negeri ini: Harian Kompas!

Pepih Nugraha
Jakarta, 25 Desember 2006

No comments: