Sunday, December 30, 2007

Citizen Journalism (11)



Paksa Mata Melirik



KREATIVITAS itu tanpa batas, demikian kata sementara orang. Kreativitas itu bisa ditemukan di jalan-jalan saat kita berkendaraan. Minggu, 30 Desember 2007 pukul 06.50 saya baru saja akan tiba di kantor harian Kompas di Jalan Palmerah Selatan saat saya melihat pemandangan menggelikan.

Seorang pria mengendarai vespa yang telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga stank-nya dibuat setinggi mungkin. Kalau motor itu bergerak, si pengendara seperti sedang mengangkat tangan tanda menyerah karena ujung stank untuk menggerakkan (gas dan perseneling) vespa berada di atas kepalanya. Di belakang vespa tertempel "aksesori" berupa sampah bekas plastik bekas minuman mineral dan topi petani.

Saat berhenti di lampu merah perempatan Permata Hijau, mau tidak mau seluruh mata pengendara, motor maupun mobil, melirik "keanehan" ini. Bayangkan, pengendara itu terus "mengangkat tangan" tanda menyerah tanpa ada yang menodongkan senjata ke arahnya. Sambil nyetir sendiri, saya keluarkan kamera dan sambil sama-sama berjalan, saya mengambil gambarnya. Wah, sama-sama berbahaya jadinya! Fotonya bisa dilihat di atas meski agak sedikit goyang. (PEPIH NUGRAHA)

Tuesday, December 25, 2007

Catatan (36): Selamat Natal


Natal dan Damai di Bumi


TERUS terang, saat malam dan hari Natal tiba, saya selalu teringat peristiwa malam Natal tahun 2000 lalu. Saat itu saya yang kebetulan mendapat kepercayaan dari kantor dimana saya bekerja sebagai Kepala PO Lebaran, Natal, dan Tahun Baru, tengah berjaga-jaga sepanjang siang dan malam. Saat itulah peristiwa yang tidak mungkin hilang dalam ingatan saudara-saudara kita, Umat Kristiani, terjadi dengan meledaknya puluhan bom di sejumlah gereja di tanahair.

Tanggal 25 Desember 2000 seharusnya hari libur, juga libur bagi koran. Akan tetapi karena ini peristiwa besar (meski sangat tidak kita harapkan terjadi), Kompas tetap harus terbit saat libur, cukup empat halaman saja. Saya sebagai Kepala PO saat itu langsung mengontak Suryopratomo, biasa dipanggil Mas Tom, yang saat itu sudah menjabat Pemimpin Redaksi.

"Kamu ikuti terus, kerahkan teman-teman yang bertugas, besok Kompas terbit," perintahnya lewat telepon genggam saat saya hubungi.

Ini prosedur biasa. Saya harus taat pada perintah itu. Sejumlah wartawan yang rata-rata masih gress dari dapur pendidikan, dikerahkan. Juga wartawan-wartawan lama. Hanya saja, dua wartawan "mangkir" dalam peristiwa besar itu. Satu calon wartawan dan satu lagi wartawan di sebuah desk yang sudah cukup lama menjadi wartawan.

Saat saya menelepon si calon wartawan lewat ponselnya, mengejutkan... dia tengah berada di dalam keretaapi menuju Bandung. "Siapa yang menugaskanmu ke Bandung?" tanya saya waktu itu. Terus terang, saya membutuhkan banyak tenaga wartawan saat itu karena saya harus terus berada di ruang redaksi untuk jaga gawang.

Ia menjawab, "Tidak ada." Inikah kelakuan calon wartawan, pikir saya. Saya tanya apakah dia tahu apa yang sedang terjadi beberapa menit lalu, ia menjawab tidak. "Bom meledak di sejumlah gereja!" suara saya mulai meninggi. Ia yang beralasan ke Bandung karena mengantarkan calon tunanganya tetapi tanpa minta izin tampak mulai mencari celah. Katanya, "Baik, kalau begitu saya meliput di Bandung saja." Wah, saya seperti diledek saja. Saya langsung bilang, "Tidak usah! Saya sudah meminta wartawan lain meliput Bandung. Selamat bersenang-senang!"

Satu wartawan lagi, yang sebetulnya sudah cukup lama bergabung di Kompas dan menjadi salah satu anggota desk, saya kontak dan memintanya meliput salah satu gereja di Bekasi yang juga jadi sasaran ledakan bom. Jawabannya, "Saya tidak bisa meliput." Saya balik bertanya, "Kenapa?" Dia langsung menjawab, "Saya harus mengantarkan mertua saya ke gereja tengah malam ini!" Saya mematikan telepon. Lalu saya mencatat dua perisiwa itu dan melaporkannya kepada Redpel Trias Kuntjahjono. Ini prosedur biasa.

Beberapa hari kemudian saya mendengar calon wartawan itu tidak jadi wartawan karena diminta untuk tidak melanjutkan pekerjaannya. Dia dianggap mangkir dan indispliner. Sedangkan si wartawan Kompas yang menolak tugas karena lebih memilih mengantar mertuanya, tidak lama kemudian dipindahkan ke divisi lain yang tidak memungkinnya menjadi wartawan Kompas lagi.

Konsekuensi selanjutnya adalah cap yang tertera di jidat sampai saat ini, bahwa saya adalah wartawan "killer" yang telah menjatuhkan seorang calon wartawan dan membat seorang wartawan pensiun selamanya dari kegiatan wartawan. Saya bilang masa bodoh, saya hanya menjalankan prosedur biasa sebagai Kepala PO. Yang menentukan nasib kedua orang itu bukan saya, tetapi pimpinan tertinggi koran ini.

Keesokan harinya, Kompas terbit khusus empat halaman. Karena para pengecer dan agen masih libur, saya pun harus mengedarkan koran gratisan itu di sejumlah tempat di daerah dekat-dekat kediaman saya, yakni di pom-pom bensin dan Bintaro Plaza. Umumnya mereka bingung, kok hari libur Natal Kompas malah terbit.

Saya berterima kasih kepada teman-teman yang memang menjadi anggota, plus teman-teman rekrutan saya serabutan yang tidak menjadi anggota tim yang saat itu bertugas di kepolisian seperti NIC (kini di desk olahraga) dan FER (kini bertugas di Batam). Mereka adalah wartawan, meski tidak menjadi anggota tim, tetapi saat peristiwa besar terjadi, tenaga mereka siap digunakan. Itulah wartawan!

Namanya juga perencanaan yang telah dibuat sebelumnya, itulah implikasi dan aplikasi dari sebuah perencanaan. Kategori berita yang bisa memaksa koran terbit meski hari libur, sudah ditentukan. Salah satunya kategori terjadinya "peristiwa besar". Dan, ledakan bom di sejumlah gereja pada malam Natal itu masuk ketegori itu.

Ini sekadar catatan saja. Selamat Natal bagi yang merayakan, damai di bumi damai di hati...

Sunday, December 23, 2007

Berbagi Pengalaman Menulis (42)


Tulisan Pelengkap

DI bawah ini tulisan saya yang dimaksudkan sebagai pelangkap untuk tulisan "Menangkap Hal-hal Sepele" yang sudah di-upload sebelumnya, yang dimuat Kompas pada hari yang sama, yakni 30 November 2007. Semoga bermanfaat dan memberi inspirasi:

OCJS
"Universitas" bagi Netizen

Tidak pernah diduga sebelumnya, suatu saat sekolah besar dan lengkap bagi para pewarta warga atau citizen reporter (netizen) akan berdiri. Inilah sekolah bagi para calon pewarta warga yang diberi nama OhmyNews Citizen Journalism School atau OCJS.

Dari namanya sudah dapat ditebak, sekolah ini milik Oh Yeon- ho, pendiri koran online independen di Korea Selatan, OhmyNews—koran online pertama yang merekrut warga sebagai reporternya. Oh ingin menunjukkan bahwa warga biasa, selain bisa menjadi pewarta warga, juga bisa bersaing secara profesional dengan wartawan sungguhan dari berbagai jenis media mainstream, yakni media cetak, elektronik, maupun sesama media online.

Dalam urusan berita, jangan pernah main-main dengan warga biasa!

Demikian pesan yang ingin disampaikan dengan berdirinya OCJS di sebuah wilayah, 90 menit perjalanan menggunakan mobil dari Seoul, ibu kota Negeri Ginseng ini. Sebuah bangunan yang dulu kesepian selama 10 tahun, dengan dana sekitar Rp 4 miliar, direnovasi menjadi pusat pendidikan komunitas pewarta warga. Di sini warga biasa, mulai dari remaja sampai yang berusia senja, dapat belajar menciptakan konten berita online secara mandiri.

Didesain sebagai "pusat pengetahuan kolaboratif", OCJS yang dibuka 24 November lalu bakal mendidik sekitar 60.000 pewarta warga yang diklaim sebagai netizen OhmyNews. Kini setiap warga Korea Selatan mendapatkan kesempatan mengasah kemampuan mereka menciptakan konten berita.

Jurnalistik

Fakultas jurnalistik di mana pun boleh iri dengan OCJS yang memiliki luas 9.509 meter persegi ini dalam hal kelengkapan belajar-mengajar. Ada tiga ruang kelas yang masing-masing bisa menampung 100 siswa. Ada ruang makan yang dilengkapi hotspot sehingga bisa terkoneksi ke internet setiap saat. Ada pula tempat rekreasi dan fasilitas olahraga luar ruang.

Silabus pelajaran pun tidak kalah dari fakultas jurnalistik yang meluluskan wartawan sungguhan yang kelak bekerja di media massa konvensional. Mulai kelas yang mengajarkan cara kerja wartawan, teknik wawancara, teknik menulis berita, workshop bagi reporter netizen baru, hingga penggunaan kamera digital untuk foto dan video.

Ada juga kelas bagi para eksekutif bermodal yang tergerak memutarkan uangnya di bisnis media. Bagi manajer yang gagap menulis, juga diwadahi di kelas tersendiri.

Uniknya, para pengajar berasal dari pewarta profesional berbagai media massa mainstream, mulai dari wartawan media massa cetak, radio, hingga televisi. Ini masih ditambah pengajar dari pewarta warga senior OhmyNews. Tentu saja Oh Yeon-ho sebagai pendiri, sekaligus pemilik OhmyNews, berkesempatan tampil khusus untuk memberi motivasi bagi calon pewarta warga.

Kalau sudah begini, persaingan terbuka dalam hal kapabilitas, akurasi, serta kecepatan antara wartawan sungguhan dari media massa mainstream dan pewarta warga dari media massa alternatif segera dimulai. Setidak-tidaknya di Korea Selatan. (PEP)

Berbagi Pengalaman Menulis (41)


"Menangkap Hal-hal Sepele"


TULISAN ini pernah ditolak seorang editor, tetapi bukan berarti kiamat dan segalanya berakhir. Dengan modifikasi sedikit ditambah pengayaan data dan suasana peristiwa, akhirnya bisa dimuat juga setelah ditawarkan ke editor lain. Demikianlah, upaya jangan berhenti hanya karena tulisan kita ditolak, lantas kita terpuruk dan semangat pun menguap.

Tidak. Harus katakan tidak! Katakan selamat tinggal buat keterpurukan. Percayalah, tulisan yang kita buat pasti berharga. Berharga buat diri kita, juga buat pembaca. Boleh jadi seorang editor menilai tulisan itu kurang berharga. Akan tetapi, harus selalu ingat, bahwa "konstituen" kita adalah pembaca yang jumlahnya ratusan ribu bahkan jutaan itu! Kita boleh "dikalahkan" oleh editor, tetapi tidak boleh "dikalahkan" oleh diri sendiri hanya karena tulisan ditolak.

Saya sering membuktikan hal itu. Bagi seorang editor, ini tulisan yang kurang bermakna, tetapi bagi editor lainnya dan jutaan pembaca Kompas, mungkin tulisan ini punya makna. Berikut dua tulisan yang dimaksud, yang dimuat Kompas, 30 November 2007. Satu tulisan pelengkap "Universitas bagi Netizen", di-upload di tampilan terpisah. Semoga bermanfaat.


NETIZEN
Menangkap Hal-hal Sepele
Oleh PEPIH NUGRAHA

Pernahkah terbayangkan sesosok penampakan menyerupai manusia melayang di pepohonan menjadi foto sekaligus berita utama media massa?

Kalau membuka media online STOMP di alamat www.stomp.com.sg, Anda mungkin baru percaya bahwa itulah berita! Apakah itu berita dan foto peristiwa yang ditulis wartawan profesional? Bukan, itu berita yang dibuat warga biasa!

Suka tidak suka, sebanyak 7.843 warga Singapura telah melihat foto penampakan yang dikirim seorang pewarta warga alias citizen reporter (netizen) dan muncul pada STOMP hari Kamis, 29 November itu. Netizen itu menamakan dirinya STOMPer Lachinos dan memberi judul foto beritanya ’Pontianak’ In Tampines?

Kata "pontianak" di sini maksudnya "kuntilanak", yang di Singapura dipercaya sebagai makhluk halus berwujud perempuan berambut panjang yang bisa terbang melayang. Ada 43 pengunjung yang mengomentari berita dan foto yang diambil pukul 11 malam, Rabu, 21 November lalu di Tampines itu.

Ada yang berkomentar bahwa itu hanyalah foto tipuan dan hanya sekadar mencari sensasi saja. Tetapi uniknya, ada pula yang memercayai foto yang ditampilkan di rubrik "Singapore Seen" itu sebagai sebuah kebenaran dan kenyataan yang ada di sekeliling mereka.

Masih pada hari yang sama, sebuah foto yang memperlihatkan sepasang kekasih yang sedang maaf, berciuman, di depan umum di sebuah rumah sakit, dibaca 6.035 pengunjung dan 54 di antaranya meninggalkan komentar. Foto dari ponsel berkamera milik STOMPer Z itu ditanggapi secara beragam. Mulai kecaman sampai menganggap hal itu fenomena biasa saja di Singapura.

Inilah berita online dalam dunia maya di internet: berita yang dibuat warga biasa, bukan berita yang dibuat wartawan profesional dari sebuah media massa mainstream. Soal apakah berita itu bernilai, katakanlah penting atau menarik, itu bisa diperdebatkan kemudian.

Versi warga

Yang menarik, berita versi warga itu justru diwadahi oleh koran berpengaruh di Singapura, The Straits Times. STOMP sendiri kependekan dari Straits Times Online Mobile Print. Lalu, bagaimana mungkin sebuah institusi media massa konvensional bisa mewadahi berita, foto, dan video dari warga biasa? Itulah kenyataannya.

STOMP yang bisa berarti "mengentakkan kaki" benar-benar mengintegrasikan konten informasi dan aktivitas warga yang saling berinteraksi dalam tiga platform, yakni cetak, online, dan mobile. Dengan tiga platform itu, memungkinkan STOMP berinteraksi dengan warga Singapura dengan cara baru yang lebih menarik. Tidak seperti media massa mainstream yang pasif!

Dengan menempatkan warga biasa sebagai pewarta, berita yang muncul tidak lagi berita yang dibuat wartawan dan disusun para editor yang seperti tidak mau tahu dengan apa yang ditulisnya. Berita berasal dari warga dengan interaksi berupa komentar pembaca secara lebih akrab, hangat, dan terbuka.

Cara ini berbeda dengan berita yang lahir dari dapur newsroom media massa mainstream yang sering dituding sebagai pihak yang semena-mena "menyuntikkan" informasi, tidak peduli apakah informasi itu dibutuhkan masyarakat atau tidak. Tidak ada interaksi di sini, kecuali dalam skala terbatas, seperti surat untuk redaksi atau letter to the editor.

Sementara berita yang dibuat warga dan ditampilkan secara on-line seperti STOMP, justru terbuka untuk dikomentari warga yang tersambung ke internet, baik melalui komputer pribadi maupun ponsel mobile mereka.

Percakapan di antara warga menjadi berita tersendiri sehingga tidak keliru adagium yang mengatakan bahwa "berita adalah percakapan". Si penulis berita sebagai saksi atas peristiwa yang direkamnya bisa larut di antara para pembaca. Lantas, menjawab komentar bila perlu.

Dirangkul atau dijauhi?

The Straits Times jelas-jelas merangkul keberadaan pewarta warga atau netizen, bukan malah menjauhinya, apalagi menempatkannya sebagai pesaing. Tidak nyinyir dan mengolok-olok berita yang ditulis warga biasa sebagai informasi sampah. Dan, The Straits Times tidak sendiri.

Tengok jaringan televisi CNN yang memiliki i-Report bagi para pewarta warga yang mengirimkan foto maupun video. Di Yahoo! ada "People of the Web" untuk cerita dan "You Witness News" untuk foto dan video. Di BBC ada "Eyewitness Tale" dan "Survivor Amateur Videos". MSNBC punya "Citizen Journalists Report". Uniknya, kantor berita Reuters online pun memberi tempat bagi pewarta warga yang mengirimkan peristiwa yang dialami dan direkamnya.

Citizen journalism dengan ribuan netizen-nya kini bukan lagi sekadar teori, tetapi sudah menjadi kenyataan. Dengan bermodalkan ponsel berkamera, warga sudah bisa mengirimkan foto (images) atau video ke media massa online atau bahkan blog milik sendiri. Tidak aneh kalau media massa mainstream pada suatu masa "kegerahan" juga atas hadirnya para pewarta warga ini.

OhmyNews yang dikembangkan Oh Yeon-ho di Korea Selatan sering dijadikan contoh klasik berhasilnya media massa alternatif para pewarta warga. Di Tanah Air ada Wikimu dan Panyingkul yang secara sadar "merekrut" dan mendidik warga biasa untuk dijadikan pewarta warga. Akan tetapi, keberadaan keduanya berdiri sendiri, tidak terkait dengan media massa mainstream, sama dengan apa yang dilakukan OhmyNews.

Bahwa media massa mainstream yang berkonvergensi atau bertransformasi menjadi media massa online kini membuka pintu atas kehadiran para pewarta warga dan memberinya tempat, itulah kecenderungan yang tengah terjadi sekarang ini.

Meski belum terlalu berkembang, di Kompas online yang beralamat di www.kompas.com, cikal bakal netizen pun sudah ada di rubrik "Community". Dalam skala tertentu, ia berisi laporan warga meski baru berupa gerundelan atau unek-unek personal yang belum bisa disebut sebagai citizen journalism seutuhnya.

Akan tetapi, semangat dari pewarta warga adalah menangkap serta merekam hal-hal sepele atau remeh-temeh mengenai peristiwa yang terjadi di sekitar mereka. Mulai perilaku warga yang merokok dan meludah di sembarang tempat, parkir yang tidak benar, bermesraan di tempat terbuka, sampai peristiwa penampakan versi STOMP tadi. Memang sepele, tetapi itulah berita!

Friday, December 21, 2007

Telusur (1)


Membuat Berita Ringkas


BANYAK teman bertanya bagaimana menggabungkan sumber berita dari "wires" dan data-data pendukung yang begitu banyak hanya untuk menulis sebuah berita ringkas. Apalagi, sumber-sumber berita dari kantor berita asing itu ditulis dalam bahasa yang bukan bahasa Indonesia.

Modal utamanya tentu saja mengerti bahasa Inggris, setidak-tidaknya pasif saja sudah cukup. Jika editor sudah menentukan apa yang harus kita kerjakan, mudah saja kita tinggal langsung "search" mencari bahan-bahan itu. Jika editor bilang, "Kamu cari sendiri mana berita yang menurut kamu menarik dan penting", maka diperlukan kepekaan jurnalistik dan usaha ekstra.

Membuat berita ringkas bukan berarti persoalan sepele, bukan berarti persoalannya ringkas. Membuat berita ringkas seperti kilasan kawat sedunia, juga merupakan saripati dari sumber-sumber berita dan data yang begitu banyak. Bukan persoalan menerjemahkan sepenggal alinea di bagian pertama berita atau memilih kira-kira mana yang enak diterjemahkan. Lebih dari itu. Diperlukan pemahaman menangkap pesan yang ingin disampaikan.

Mulai saat ini ke depan, sahabat akan disuguhi berita-berita ringkas yang saya buat di rubik Telusur yang terbit setiap hari Kamis di Harian Kompas. Seluruhnya mengenai iptek, khususnya iptek di bidang internet. Ini sekadar upaya mengumpulkan dan mendokumentasikan tulisan-tulisan kecil yang tercecer, siapa tahu ada manfaatnya . Siapa tahu pula sahabat bisa mengikuti perkembangan internet, meski dari berita-berita ringkas. Tidak ada salahnya, bukan? Berikut satu tulisan ringkas yang dimuat Kompas rubrik Telusur, 15 November 2007:

YAHOO! RAMBAH LAYANAN PONSEL ASIA

Tidak mau kalah dengan saingan utamanya, Google, perusahaan internet Yahoo Inc mengeluarkan layanan informasi mobile kepada sembilan operator telepon seluler (ponsel), termasuk Indonesia. Mitra yang diambil Yahoo, sebagaimana diberitakan BusinessWeek, antara lain operator India, Malaysia, Indonesia, Hongkong, dan Singapura. Dengan kesepakatan ini, Yahoo memiliki mitra kerja dengan 20 operator ponsel berbasis web di 19 negara.

Layanan baru yang diberi nama "oneSearch" ini baru akan beroperasi di Asia akhir 2007 ini. Dengan layanan mobile ini, pengguna ponsel dapat memantau cuaca secara berkala, pergerakan bursa saham lokal, direktori jalan, film, konversi mata uang, dan informasi penerbangan, selain tentu saja dapat mengakses situs tertentu yang diinginkan.

Tidak seperti pencarian pada komputer personal, "oneSeach" didesain untuk menunjukkan informasi yang diperlukan pada layar halaman pertama ponsel sehingga pengguna tidak harus membuka-buka halaman lainnya.

Yahoo mengumumkan rencananya ini satu minggu setelah Google mengeluarkan paket software mobile gratis yang disebut "Android". Tujuan Google membuat software mobile gratisan ini untuk memudahkan pengguna mengakses web di ponsel dan gadget bergerak lainnya. (PEP)

Monday, December 17, 2007

Berbagi Pengalaman Menulis (40)


Ambil dan Temukan Pokok Bahasan


PADA 4-5 Desember lalu saya berada di Amsterdam, Belanda, mengikuti Nokia World 2007. Ini tradisi tahunan perusahaan telepon seluler asal Finlandia dalam memperkenalkan visi dan misi bisnisnya, juga produk baru dalam kemasan pameran. Selain mendengarkan paparan para pakar Nokia, hadirin yang berjumlah 2.700, termasuk saya dan dua rekan lainnya blogger dari Indonesia, yakni Budiputra dan wartawan Porsel, Andra, juga "disuguhi" paparan pebisnis, ahli pemasaran, dan pakar lainnya yang terkait dunia ponsel dan internet.

Persoalannya, begitu banyak pembicara, begitu banyak paparan yang menarik, yang pada akhirnya menerbitkan kebingunangan tersendiri bagi wartawan: apa yang harus ditulisnya. Kebingungan ini sering menyergap wartawan senior sekalipun. Akan tetapi, selalu ada cara untuk menangani masalah ini.

Hal paling mudah tentunya kita harus tahu cakupan apa yang akan dibahas dalam pertemuan itu. Garis besarnya tentulah "sekadar" ponsel. Tetapi apanya? Bukankah kalau bicara ponsel sebatas devices saja dan sekadar menulis produk-produk baru? Tidak kalau kita tahu cakupan dan trend yang berkaitan dengan perkembangan ponsel! Kita ambil dulu garis besar apa dibicarakan dalam pertemuan besar itu. Dengarkan visi bisnis mereka (Nokia) ke depan, apa hal-hal baru (novelty) yang diperkenalkan, apakah kebaruan itu akan mengubah prilaku masyarakat dunia dan berdampak besar dalam kehidupan?

Hal-hal lain yang mendukung bahasan utama tetapi menarik untuk ditulis, bisa dipersiapkan menjadi judul-judul untuk tulisan tambahan atau pendukung. Di sana banyak orang-orang hebat. Adakah menarik untuk menangkap sosok seseorang untuk kemudian dibuatkan profilnya? Tetapi satu hal, jangan pernah menunda-nunda hasil liputan pertemuan besar seperti itu. Semakin lama dibiarkan, akan semakin sulit menangkap nuansanya. Segera tulis supaya Anda juga mendapat tempat (space) di koran Anda.

Di bawah ini adalah satu dari sekian laporan yang bakal saya tulis dari pertemuan Nokia World 2007 sebagai garis besar pertemuan, yang dimuat Kompas, Sabtu 15 Desember 2007:

Telekomunikasi
Bisnis Tujuh Perkara di Tangan

Oleh PEPIH NUGRAHA

Fokus. Ini satu kata kunci bisnis yang masih dipegang oleh perusahaan besar berorientasi global, termasuk perusahaan raksasa telepon seluler dari Finlandia, Nokia. Dalam acara tahunan Nokia World 2007 yang berlangsung di Amsterdam, Belanda, 4-5 Desember lalu, fokus bisnis Nokia berasal dari tujuh perkara yang ada di sekitar kita.

Tujuh perkara itu ternyata menjadi ketergantungan manusia modern, yakni musik, video/televisi, foto, peta, kontak, games, dan internet. Dari tujuh perkara tersebut, Nokia mengemasnya dalam berbagai bentuk devices ponsel yang sesuai dengan tekanan masing-masing tujuh perkara itu.

Sekadar contoh, tekanan untuk permainan (games) ada pada ponsel N-Gage, musik pada Nokia 5610 Xpress Music, video pada Nokia N95 8GB, internet pada Nokia N810 Internet Tablet, kontak bisnis pada Nokia E90 Communicator, dan seterusnya. Meski ada tujuh perkara bisnis dalam urusan ponsel, Nokia fokus pada satu hal: mobilitas internet!

Mobilitas internet yang menemukan bentuknya dalam ponsel sedikit banyak telah mengubah perilaku sebagian besar manusia di berbagai belahan bumi yang akrab dengan teknologi informasi. Soalnya, segala urusan bisa diselesaikan di telapak tangan saja. Jari-jari menjadi penentu untuk segala urusan. Putusan bisnis, misalnya, bisa dilakukan sambil minum kopi di kafe. Mendengarkan radio, menonton televisi dan video bisa sambil tiduran, atau membalas surat elektronik saat sedang berurusan dengan kamar mandi.

Mau tidak mau ada sedikit pergeseran makna di sini. Dulu istilah telepon bergerak dimaksudkan untuk menggantikan telepon statis yang tidak bisa dibawa ke mana-mana. Musik hanya bisa didengarkan di radio, tape, dan kemudian ada revolusi walkman dari Sony yang mengubah orientasi bermusik karena mobilitasnya. Video dan televisi dulu harus ditonton di rumah atau tetangga dan tidak ada cara lain. Lagi, dulu internet hanya bisa dinikmati lewat desktop dan kemudian laptop yang lebih mobile.

Akan tetapi, revolusi yang mencengangkan karena perpaduan ponsel sebagai sebuah alat dan internet sebagai teknologi informasi mutakhir telah merangkum semua urusan tujuh perkara itu di telapak tangan saja. Dan, Nokia menempatkan tujuh perkara itu sebagai bisnis global yang merambah sampai ke sudut-sudut desa terpencil di belahan dunia mana pun dengan rangkaian bisnis ikutannya, sampai ke gerai ponsel.

Multimedia

Dengan keyakinan itulah, Nokia World 2007 yang berlangsung di Congress Centre RAI Amsterdam mengusung tema "Share More, Experience More". Ilkka Raiskinen dari pihak Nokia yang diserahi tanggung jawab untuk mengurus multimedia dalam satu kesempatan mengatakan, apa yang terjadi sekarang merupakan langkah untuk ke depan, yakni mengubah layanan internet menjadi lebih mudah dan bersahabat lewat multimedia di telapak tangan.

"Hal penting lainnya adalah kesadaran kami untuk memelihara lingkungan. Ini karena pengalaman kami, sekaligus peluang bagi kami untuk menciptakan teknologi informasi yang ramah lingkungan," kata Raiskinen yang telah bergabung dengan Nokia sejak tahun 1994.

Raiskinen mengungkapkan, Nokia saat ini fokus pada pengembangan teknologi internet yang menjadi lebih personal dan hadir dalam bentuk multimedia. Tidak sekadar urusan mengontak orang sambil jalan sebagaimana fungsi utama sebuah ponsel, tetapi diperkaya dengan ketersediaan fasilitas untuk mendengarkan musik, menonton video dan televisi, membaca berita online, bahkan membuat blog dari ponsel.

Musik, sebagaimana diakuinya, adalah salah satu penekanan penting. Bahkan ke depan, fungsi ponsel sebagai alat komunikasi tinggal 12 persen. Selebihnya, kalau tidak main games, mendengar radio internet dan musik, nonton video dan televisi, membaca peta di jalan-jalan raya, ya baca berita terbaru yang mengalir setiap saat.

Anssi Vanjoki, General Manager Multimedia Nokia, tidak ragu melihat musik sebagai ikon baru dalam ponsel. Tidak sekadar bisnis nada dering, nada tunggu, atau mendengar musik dari MP3 yang sudah dianggap jadul (zaman dulu), tetapi Nokia membebaskan penggunanya untuk mengunduh (download) jutaan lagu secara gratis sesuka mereka.

"Kami membuat apa yang dilakukan pengguna internet selama ini dengan men-download musik secara ilegal menjadi legal. Mengapa harus berbuat ilegal kalau kami memberi jutaan lagu secara gratis kepada pengguna Nokia seri tertentu selama setahun?" kata Vanjoki pada sesi khusus dengan wartawan Asia Pasifik yang hadir dalam Nokia World 2007, termasuk Kompas.

Kunci lainnya adalah kerja sama atau share itu tadi. Bayangkan, bagaimana mungkin sebuah produsen ponsel bisa bekerja sama dengan perusahaan rekaman Universal dengan jutaan lagu, yang kemudian diajaknya sebagai mitra bisnis. Tentu ada hitung-hitungan bisnisnya sebab, selepas satu tahun, pengguna Nokia yang ingin mengunduh musik dikenai biaya.

Akan tetapi, Vanjoki tidak bersedia memerincinya saat ini. "Itu urusan tahun depan. Namun, selama setahun Anda bisa men-download jutaan lagu dari ponsel kalau Anda mau," katanya.

Dalam sekejap, kemitraan antara Nokia dan Universal Music Group International milik perusahaan media raksasa Perancis, Vivendi, itu akan mengubah bisnis musik ke depan. Lewat kemitraan yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan, yakni antara perusahaan ponsel dan perusahaan rekaman musik, kedua raksasa itu bersekutu untuk menawarkan layanan "Comes With Music" hanya di ujung jari.

"’Comes With Music’ adalah mimpi kami untuk memberi konsumen jutaan musik yang mereka inginkan, kapan mereka mau, dan di mana pun mereka berada, sekalian sambil memberi musisi penghargaan atas karya-karyanya karena musik yang Anda dengarkan adalah legal," kata Vanjoki.

Bos Universal Lucian Grange menyebut kemitraan ini sebagai fantastis dan cara baru bagi penikmat musik mencari dan menemukan artis kesayangannya dari katalog Universal. "Di sisi lain ’Comes With Music’ memungkinkan artis kami meraih khalayak penggemar yang jauh lebih luas dengan cara yang sangat mudah," katanya saat memberi pandangan.

Ovi adalah "pintu"

Sulit menghindar dari kenyataan bahwa dengan terjunnya Nokia ke dunia internet yang menomorsatukan unsur mobilitas, ia akan berhadapan secara frontal dengan perusahaan internet, seperti Microsoft, Yahoo, dan Google. Itu sebabnya tatkala Google membentuk konsorsium menciptakan software terbuka Android, di mana Nokia tidak masuk di dalamnya, dilihat sebagai upaya membendung sepak terjang Nokia yang merambah internet. Namun, kehadiran Android tidak membuat orang-orang Nokia cemas.

"Kalau Android dimaksudkan sebagai software terbuka, bukankah kami juga punya Symbian, Java, sistem operasi Linux yang juga bersifat terbuka? Jadi, tidak ada yang perlu kami khawatirkan," kata Vanjoki.

Melanjutkan kompetisinya di dunia internet yang mobile, Nokia memperkenalkan Ovi yang mereka sebut sebagai "panel personal untuk hidup". Ovi yang dalam bahasa Finlandia (Suomi) berarti pintu memungkinkan orang dengan mudah membangun jaringan sosial dan komunitas. Dengan demikian, Ovi tidak jauh beda dengan situs jejaring sosial seperti Myspace, Friendster, Facebook, Flickr, dan YouTube.

Bedanya, Ovi menekankan pada tiga unsur layanan, yakni navigasi (peta), musik, dan games. Dengan Ovi, misalnya, pengguna dimungkinkan mengunduh peta melalui ponsel atau komputer personal. Ovi tentu saja dapat di-install ke ponsel Nokia seri tertentu, seperti Nseries, sehingga mendengarkan musik di radio internet bisa dilakukan sambil bepergian. Sesungguhnya, bisnis tujuh perkara terangkum pula dalam Ovi ini.

Saturday, December 08, 2007

Catatan (35): Dusseldorf-Amsterdam PP


Istirahat Di Dusseldorf

SAAT ada kesempatan ngetik dan tersambung ke internet, saya luangkan waktu untuk menulis blog. Tulisan ini saya buat di Bandara Dusseldorf, memanfaatkan internet gratis yang disediakan bandara, sebagaimana di Bandara Dubai. Perjalanan kali ini ke Eropa atas undangan Nokia, sungguh sangat menyenangkan. Ada nuansa lain ketika harus melintas negara dari Dusseldorf ke Amsterdam.

Dari Jakarta saya harus transit sebentar di Singapura menggunakan Emirates. Lalu dilanjutkan ke Colombo dengan lama perjalanan 3 jam. Colombo-Dubai ditempuh selama 4 jam. Dari Bandara Dubai dilanjutkan ke Dusseldorf selama 7 jam. Pengalaman menyenangkan justru terjadi di Dusseldorf karena saya menggunakan Eurotrain ke Amsterdam seharga 65 Euro.

"Wie lange dauert von Flughafen zu Banhoff?" tanya saya kepada sopir taksi yang ternyata orang Inggris, tetapi lebih suka berbahasa Jerman. "Ungefahr zwanzig minuten," katanya. Mas Budiputra di samping saya agak terkejut saya bisa berbahasa Jerman dan melanjutkan percakapan ringan dengan sopir itu. Saya bilang, hanya inilah bahasa Jerman yang saya bisa. Selebihnya lupa lagi.

Perjalanan Dusseldorf-Amsterdam memakan waktu 3 jam. Sayang, karena perjalanan malam hari, saya tidak bisa melihat pemandangan ke luar. Baru saat pulang dari Amsterdam-Dusseldorf, saya bisa menikmati pemandangan ke luar dari jendela.

Monday, December 03, 2007

Catatan (34): Perjalanan Panjang




Amsterdam, Ketiga Kalinya

SAAT menulis dan meng-upload tulisan ini, saya tengah transit di Bandara Internasional Dubai, Uni Emirat Arab, setelah melakukan perjalanan panjang dari Jakarta-Colombo-Dubai. Masih akan meneruskan perjalanan ke Dusseldorf, Jerman, dua jam lagi dari sekarang. Dari Dusseldorf naik kereta Eurotrain ke Amsterdam. Bakalan asyik tentunya.

Lumayan, bisa nangkring dulu di Dusseldorf dan siapa tahu bisa mempraktikkan bahasa Jerman saya yang masih sedikit tersisa. Sepertinya dengan Eurotrain lebih seru dan bakal ada cerita. Tujuan akhir perjalanan ini adalah Amsterdam, atas undangan Nokia. Berarti. ini perjalanan saya ke negeri Kincir Angin untuk yang ketiga kalinya. Dari Jakarta saya berangkat berdua bersama blogger Budiputra, yang juga diundang perusahaan ponsel Finlandia itu.

Kapan-kapan, saya menulis lagi cerita perjalanan ini. Tetapi untuk Kompas pun rasanya bisa dan layak. Maka itu prioritas, selain laporan dari konferensi Nokia, tentunya. Alan (sekarang) Saya harus minum kopi dulu. Di sini, saya sudah bisa bilang "Uriyd an adhab al Kahwa." (saya mau minum kopi). Ila liko (sampai jumpa)....