Monday, January 29, 2007

Novelet: Mystery of Love (11)


"Mystery of Love"
Oleh TIA


Angel membukakan pintu untukku, dan ah…Nisa langsung memelukku,”Tante…Mama udah cerita ke Nisa, dari kemarin Papa selalu panggil nama tante terus.”Aku pun memeluk Nisa dan mengusap-usap rambutnya, aku lihat di sofa, si kecil Lia memandangku heran, dia masih terlalu kecil untuk mengerti apa yang terjadi.

“Nisa, Lia, ikut Mama ke kantin yuk, kalian belum makan pagi kan?” Angel, menengok ke arahku dan menganggukkan kepalanya.

Nisa melonggarkan pelukannya terhadapku,”Tolong Papa tante.” Bisiknya pelan.
Kemudian Angel menggandeng kedua putrinya keluar, dan meninggalkan aku berdua dengan Mas Nata.

Aku melihat sosok tubuh yang berada di tempat tidur, wajahmu terlihat pucat, pipi yang dulu sering bersemu merah, sekarang tidak lagi bersinar…semuanya pucat. Aku membelai dan mengenggam tanganmu.

Kubisikkan kata-kata di samping telingamu, ”Cinta,…aku datang.”
Tidak ada reaksi dari kamu..kuucapkan dengan nada lebih keras,”Cinta, aku sudah datang, disampingmu…Cinta…” Aku berupaya keras menahan air mataku yang sudah akan meleleh.

Aku pun lalu mencium kening dan bibirmu, tetap tidak ada reaksi dari kamu.
Aku menarik kursi kosong ke sebelah tempat tidurmu, aku duduk di sana dan terus memegang tanganmu, kuciumi tanganmu dengan penuh kasih…betapa aku sangat mencintaimu…

Aku ceritakan lagi kisah-kisah pertemuan kita yang semula aku kira hanyalah suatu kebetulan, tapi ternyata sudah kamu rencanakan. Aku ceritakan juga kenangan tentang obrolan kita yang menggelitik…aku tertawa, tapi kamu tetap tak bergeming Cinta.

Ya Allah, sembuhkanlah dia, sembuhkanlah dia….sadarkanlah dia…ijinkanlah dia melihatku sekali lagi…

Air mataku bercucuran, aku terus melantunkan Surat Al Fatihah dan dzikir berulang-ulang untuk kesembuhanmu…

Hatiku sangat sakit melihat keadaan orang yang sangat kucintai menjadi tiada berdaya. “Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu lagi Cinta…aku akan terus bersamamu, melayanimu…sudah cukup pengorbananmu atas aku, dan sudah waktunya lah bagiku untuk berkorban untukmu.” Aku pun mencium keningmu, dan sesaat kulihat air mata mengalir dari sudut mata kananmu,”Cinta, apakah kau mendengarku?” ,aku melanjutkan kata-kataku lirih “Kalau Angel mengijinkan, aku akan menikah denganmu Cinta” aku pun mengusap pipimu pelan.

Dan perlahan-lahan kelopak matamu mulai bergerak dan sedikit demi sedikit terbuka, aku menangkupkan kedua tanganku ke mulutku dan mengucapkan tahmid berulang-ulang….bersamaan dengan itu pintu kamar terbuka, dan Angel masuk dengan Nisa dan Lia…
Aku memandang takjub kepada apa yang kulihat dan kusampaikan kepada Angel,”Alhamdulillah….Mbak, Mas Nata sudah sadar.” Angel pun segera menuju samping kiri tempat tidurmu bersama Nisa dan Lia.

Kamu membuka matamu sedikit demi sedikit, mengerjap pelan dan lemah…Angel pun menangis bahagia…Nisa juga, dia terus memanggil Papanya.

Aku perlahan-lahan mundur menjauh, namun suaramu mencegatku,”Hun….”, aku mendekat kembali, air mataku kini berlinangan, aku menatap wajahmu, kemudian kamu meraih tanganku, dan meraih tangan Angel. “Aku mencintai dan menyayangi kalian berdua…, dan anak-anakku, Nisa dan Lia.”

Aku menatap mata Angel yang juga telah basah dengan air mata, kemudian aku menatap matamu. Berbagai perasaan berkecamuk di dadaku…Tiba-tiba Angel berkata,”Pa, aku ikhlas kalau kamu ingin menikahi Ara, dia wanita yang baik...Dia akan aku anggap sebagai adikku sendiri.”

Aku menatap Angel, dan terisak,….Kudengar suaramu berkata,”Ma, maafkan aku…”
“Pa, aku sudah mengetahui semuanya dari data di XDA mu, betapa dia sangat berarti dalam hidupmu, cinta kalian begitu dalam.” Angel melihatku dan kamu bergantian. Angel tersenyum tulus kepadaku.

“Ara…aku memintamu untuk menjadi istri bagi suamiku, kamu bersedia kan ?” Angel memegang lenganku.

Aku memandang kamu dan Angel bergantian, kamu pun menganggukkan kepalamu lemah, aku menatap Angel dan berkata,”Insya Allah Mbak.”

“Alhamdulillah…” Angel tersenyum melihatku dan kamu.
Aku melihat ke arah Nisa dan dia berlari ke arahku dan memelukku,”Aku juga ingin Tante menjadi Mamaku.”

Aku memeluk Nisa dan meraih Lia juga untuk aku peluk. Ah, betapa aku sudah mulai mencintai kedua anak ini…aku ciumi pipi mereka dan kening mereka bergantian, kulihat mereka berdua tertawa senang.

Kemudian, aku menghampiri Angel dan memeluknya, dia mencium pipiku, dan menghapus sisa air mata yang tadi meleleh di pipiku.

Lalu aku melihatmu, kamu merentangkan tangan ingin memeluk kami berdua.
Kami pun membungkukkan badan dan memelukmu dari sisi yang berlawanan, kamu mengecup kening kami berdua bergantian ,”Terimakasih Ma…” ucapmu lirih kepada Angel.

“Oh, aku akan memanggil perawat dulu untuk melihat keadaanmu ya Cin..” aku melihat ke Angel untuk meminta persetujuan dan dia mengangguk.

Aku pun berjalan keluar kamar, dan kembali menangis di koridor rumah sakit…tapi tangisanku adalah tangisan bahagia.
(Bersambung)

Wednesday, January 17, 2007

Novelet: Mystery of Love (10)


"Mystery of Love"
Oleh TIA

Aku memandang XDA yang terbungkus sarung kulit berwarna hitam itu. Aku meraih XDA itu, memandangnya dan kemudian memencet salah satu tombolnya untuk menghidupkan backlightnya, foto Nisa dan Lia yang menjadi wallpapernya. Hatiku tersayat ketika mengingat kembali obrolan aku dan kamu di café Tivoli. “Aku kangen anak-anakku..” oh, tak menyangka saat ini kamu sedang bertaruh nyawa di kamar atas.

Aku cari program Diary di XDAmu. Aku teringat, kamu sering menertawakan aku karena melihat aku yang selalu rajin menulis catatan singkat mengenai kegiatanku hari itu, ”Seperti anak abege saja kamu Hun...duh… fakta banget kalau kamu ternyata emang masih remaja kali ya, tas cangklong bulukmu, belum lagi hobi nulis diary di HP.”

“Ugh, sini aku installin juga deh, biar kamu nulis juga, sini XDA mu..”Aku pun berusaha mengambil XDA yang ada di saku kemejamu.
“Tidak ah, makasih, rasanya aku gak perlu aplikasi seperti itu.” Katamu sambil menutupi sakumu.

Air mata mulai terasa menggenang di pelupuk mataku, ketika kenangan denganmu sekilas melintas. Ah ini dia… Aku buka aplikasi tersebut, wah, banyak sekali…Tetapi hanya beberapa yang Angel sudah ditandai. Hatiku berdebar ketika aku mulai membacanya.

New York, Summer 2002
Hari ini aku melihatnya lagi, kami kembali satu lift, senyum ceria tidak pernah hilang dari mukanya, walau pun senyum itu bukan buatku. Aku bertanya kepada John siapa dia, namanya Prahara Samudra, lulusan UCLA tapi berasal dari Indonesia. Oke hari ini aku mendapatkan namanya. Dan kebetulan teman seangkatanku John yang menjadi atasannya. Aku rasa, ku telah jatuh cinta kepada Prahara.

Hongkong, Winter 2003
Tiba-tiba hari ini aku teringat padanya, gadis yang sering kutemui di lift kantor pusat New York, entah mengapa aku sudah merasakan rindu kepadanya, padahal dia belum mengenalku, aku pun nekat mengontak John, untuk mencari tau keberadaannya. Dari John aku dapat kabar, kalau gadis itu akan meliput di Trafalgar Square, London. Aku langsung memesan penerbangan pertama ke London.

London, Winter 2003
Aku sangat bahagia, penantianku selama 5 jam di Trafalgar Square tidak sia-sia, kami pun bisa berkenalan, dan aku memanggilnya Ara. Tapi apa aku yang ke geer an yah, karena sejenak aku melihat raut mukanya rada kecewa ketika mengetahui aku sudah menikah dan mempunyai anak, ah entahlah…

Copenhagen, akhir Summer 2004
Apakah ini pertanda dari Tuhan, entahlah, tapi ternyata kita berjumpa lagi, dan kali ini benar-benar suatu kebetulan. Ketika aku sedang mendengarkan alunan biola di Tivoli, mataku menangkap bayangmu, dan hampir saja aku tak mengenalimu Ara, dan ketika kamu berjalan di belakangku, aku pun menyapamu, oh..syukurlah kamu masih ingat kepadaku. Kita pun mengobrol di café, dan tanpa bisa kutahan, spontan aku mengajakmu suatu saat mengunjungi Malostranské Bridge di Prague berdua. Ah… tak bisa kulukiskan perasaanku malam itu Ara, aku bahagia sekali.

Tokyo, 2004
Ah suntuk dengan pekerjaanku, aku teringat kepadamu Ara. Aku pun menelpon John untuk menanyakan kamu sedang ada di mana. John sudah mulai curiga, tapi sikap kebaratannya yang tidak mau ambil pusing urusan orang, telah menyelamatkanku. “Ara sedang di Barcelona, hunting foto di Pueblo Español, mungkin sampai akhir minggu dia di sana.”
Aku pun menyelesaikan pekerjaanku malam itu juga dan dengan pesawat paling pagi aku berangkat ke Barcelona.

Barcelona, akhir Winter 2004
Setelah menyusuri jalan-jalan sempit di Pueblo Español, akhirnya aku bertemu denganmu Ara. Ah, kamu tampak cute sekali dengan cardigan berwarna coklat khaki dan rok sebatas lutut berwarna hitam, kamu juga memakai sepatu boot sepanjang betis. Kamu asyik sekali dengan kameramu, sehingga tidak menyadari aku yang sudah berdiri 10 menit di belakangmu.
Ara, hampir saja aku menciummu, ketika aku memasangkan syalku di lehermu, tapi sepertinya kau menghindar. Dan kekecewaanku terobati ketika kamu mau berjalan-jalan denganku menyusuri gang-gang sempit di Pueblo Español sore itu, aku mulai berani menggandeng tanganmu. Ah Ara…aku sudah jatuh cinta kepadamu semenjak di lift itu.

Aku mengusap air mataku yang menetes….ah Cinta, ternyata engkau duluan yang telah jatuh cinta kepadaku, bahkan sebelum aku menyadarinya.

Paris, awal Summer 2005
Aku mendapatkan kabar dari John, bahwa kamu hari ini sedang berada di Museum Louvre, suatu kebetulan, sudah seminggu ini aku berada di Paris, melakukan negosiasi dengan perusahaan pariwisata terbesar di Paris. Tanpa berfikir panjang, aku cancel jadwalku meeting dengan mereka, dengan alasan kelelahan, dan aku langsung menyusulmu ke Louvre.
Aku tidak sengaja melihatmu sedang adu mulut dengan penjaga ruang tempat lukisan Monalisa. Dengan bahasa Perancis bercampur Inggris, kamu kelihatannya sedikit putus asa menjelaskan ke penjaga tersebut, kalau kamu mempunyai izin untuk mengambil gambar. Namun, akhirnya kamu menyerah dan keluar dari Louvre, aku pun mengikutimu. Tidak tahan melihat kekecewaanmu, aku pun mengirim e mail kepadamu. Dan benar saja, senyum ceria langsung mengembang di mukamu. Hari itu juga aku mengajakku bertemu lagi di Marseilles, dan tempat yang aku fikirkan adalah Basilique Notre Dame de La Garde.

Marseilles, Awal Summer 2005
Basilique Notre Dame de La Garde, tempat kita bertemu sore ini, ahh dadaku berdegup kencang ketika berada di dalam taksi. Aku akan bertemu denganmu. Kemudian mataku menatap kepada seorang anak kecil penjual bunga di pinggir jalan, aku minta tolong kepada supir taksi untuk menghentikan taksinya sebentar. Aku panggil anak itu, dia menjual sekeranjang bunga lili berwarna putih. Aku teringat Nisa , kira-kira dia berumur sama dengan anak kecil tersebut. Aku pun membeli setangkai lili putih,”Terimakasih Tuan, semoga mendatangkan keajaiban untuk Tuan.” Aku pun tersenyum mendengarnya, aku suruh dia menyimpan kembaliannya.

Ah sore itu, aku menyatakan isi hatiku kepadamu, aku bahagia karena kamu merasakan hal yang sama. Terimakasih atas cinta yang telah kamu berikan Hun…
Air mataku kembali meleleh….aku terisak, dan kemudian melanjutkan bacaku.

Athens, Fall 2005
Setelah dalam rangkaian pekerjaan di Perancis, aku sempatkan mampir ke Athens, sekalian ini kunjungan pertamaku ke Athens…sewaktu melihat reruntuhan kuil di Akropolis, aku mengirimmu e mail, dan ternyata kamu ada di Roma. Ah, betapa dekatnya jarak kita sebenarnya Hun. Rindunya aku kepadamu, aku pun menelpon John untuk menanyakan jadwalmu selanjutnya, aku ingin memberikan kejutan untukmu Hun. Dan ternyata 2 hari lagi kamu harus hunting ke Viena.
Langsung saja aku mengirimmu e mail dan mengajakmu janjian ke Viena, tentu saja aku tebak kamu akan makin penasaran denganku….I love u Hun…

Viena, Fall 2005
Ah, rasanya aku telah melukai hatimu…setelah aku mengungkapkan alasanku, bahwa aku harus pulang ke Jakarta. Walaupun kamu sungguh pengertian, tapi aku sadar, bahwa di Altes Rathaus tadi, aku sudah melukai hatimu…tidak dapat kumaafkan diriku ini…tidak dapat !

Jakarta, November 2005
Aku menelponmu jam 2 pagi…ah ketika mendengar suaramu, ingin rasanya memelukmu erat Hun, aku kangen….Mudah-mudahan aku memimpikanmu.

Tokyo, Spring 2006
Ah aku ingin bertemu denganmu, aku lalu menelpon John, dan aku pun berterus terang kepadanya mengenaimu, dan dia tertawa keras sekali, sialan…, dia membuat mukaku merah padam. Aku pun ingin agar dia mengatur perjumpaan kita di Prague, kata John, seharusnya jadwalmu ke Prague masih beberapa minggu lagi. Tapi tetap saja aku memaksa John untuk bisa menjadwal ulang schedulemu Hun…

Prague, Awal Summer 2006
Aku mengajakmu bertemu di Malostranské Bridge, dan hari itu pertama kali aku berani mencium bibirmu dan pertama kali pula aku mendengarmu menyanyi untukku.
Suaramu begitu halus Hun, cinta sekali aku denganmu !
Hun, aku punya kejutan untukmu di New York, kamu akan tau siapa sebenarnya aku…

New York, Summer 2006
Aku melihat matamu yang terkejut ketika menatapku di ruangan Matt, dan nada suaramu yang bergetar sewaktu mempresentasikan proyekmu yang akan datang di Asia.
Hun, kamu benar-benar berhasil mempresentasikan proyekmu dengan baik, semuanya sangat meyakinkan, aku bangga sekali denganmu.
Aku juga lega ketika mengetahui tidak ada yang berubah dalam sikapmu setelah mengetahui aku siapa.

Tokyo, Summer 2006
Hun, aku bahagia saat menemani kamu seharian di Ginza.
Kau milikku hun, dan aku milikmu…
Entah kenapa malam ini, aku menyuruh sekretarisku Nauko membawakan katalog perhiasan…ah aku ingin membelikanmu cincin Hun, sebagai pengikat, aku ingin bertunangan denganmu…dan kemudian meminta ijin Angel untuk menikahimu, ah semakin tak karuan saja rasanya hati ini….

Hongkong, 2006
Kau menolak bertunangan denganku hun…
Malam ini aku habiskan dengan berdiam diri di kamar.

Aku semakin terisak…itu catatan terakhir dari Mas Nata yang sudah ditandai Angel.
Aku menghapus air mataku, berdiri dan melangkah. Menuju ke kamar atas tempat Mas Nata koma.
(Bersambung)

Thursday, January 04, 2007

Berbagi Pengalaman Menulis (19)

Membuat Berita "Straight"

Landy, sahabat blogger yang menulis berita dengan judul “Ibu Macam Apa” (Lihat Berita Sahabat: 1) menyatakan malu saat melihat sendiri beritanya dipostingkan di blog ini. Malu, karena dia pasti kurang “PD” alias kurang percaya diri. Padahal, seharusnya ia bangga bisa menulis berita, merekam peristiwa yang ia lihat dan alami. Ini modal dasar. Perkara bagaimana struktur berita dibuat, bisa dipelajari pelan-pelan. Oke, kita mulai saja.

Umumnya berita dibagi ke dalam dua jenis: hard news dan soft news. Yang ingin saya uraikan di sini pertama-tama adalah bagaimana menulis berita hard news atau biasa disebut straight news itu. Kadang orang menyebutnya dengan spot news.

Sesuai namanya, straight news berarti langsung. Berita langsung yang tanpa basa-basi, tanpa bunga-bunga, tanpa opini. Semua disajikan sesuai fakta yang ditemukan dan berkembang di lapangan. Kumpulan dari fakta-fakta itulah yang kita namakan berita. Tentu saja setelah fakta atau peristiwa itu dikumpulkan, kita tinggal menyusunnya ke dalam sebuah “anatomi” berita langsung yang sudah dipagari oleh ketentuan-ketentuan tertentu.

Ketentuan itu antara lain, sebagaimana sebuah berita wajib diberi judul berita. Setelah judul ada, berita kita ibaratkan sebagai sebuah tubuh yang mempunyai kepala berita, badan berita, dan ekor berita. Akan tetapi yang paling penting dalam sebuah berita adalah alinea pertama sebuah berita yang biasa kita sebut lead. Kuncinya adalah: pembaca cukup membaca judul dan lead saja, maka dia sudah mengerti seluruh isi berita. Itu artinya, sahabat harus menyajikan lead berita yang singkat dan jelas.

Mengapa demikian? Sebab berita mengenal istilah “Piramida Terbalik” (lihat gambar di bawah ini).



Sesuai sifatnya yang terbalik, maka pada bagian atas piramida hanya memuat hal-hal penting saja. Bagian yang kurang penting ditaruh di bawahnya, dan yang tidak terlalu penting diletakkan di bagian terbawah. Ini rumus kuno yang masih dipakai dalam sebuah berita straight news.

Ada lagi rumus kuno yang masih tetap dipakai, yakni pada lead harus mengandung unsur-unsur “5W+1H”. Masih ingat rumus ini? Ini rumus dari Rudyard Kippling yang berarti Who, What, Where, When, Why, dan How. Pertanyaannya, apakah bisa kita membuat unsur-unsur “5W+1H” itu dalam satu paragraf di lead pertama? Jawabnya: harus bisa!

Mari kita ambil contoh sederhana saja. Anggaplah sahabat mendapat berita yang turun dari langit (gods given fact) berupa kecelakaan yang terjadi di ruas jalur Pantura. Fakta yang terkumpul di lapangan antara lain: 15 orang tewas seketika termasuk sopir bus. 26 luka berat. 11 luka ringan. Melibatkan bus “Merdeka” jurusan Jakarta-Surabaya yang melaju ke arah Jakarta dan truk tronton dari arah sebaliknya. Bus ringsek. Seluruh penumpang tewas dari bus “Merdeka”. Sopir tronton kabur. Kecelakaan Cirebon. Waktu Senin, 1 Januari 2007. Keterangan dari saksi mata dan polisi.

Jika sudah siap dengan fakta, mulailah berkonsentrasi dengan pembuatan alinea pertama. Artinya, sahabat akan membuat lead berita. Abaikan saja judul kalau belum ketemu. Coba dengan kalimat pertama di bawah ini:

Bus “Merdeka” jurusan Jakarta-Surabaya bertabrakan dengan truk tronton bermuatan baja di ruas jalan Pantura, Cirebon, Senin (1/1) petang. Lima belas penumpang bus “Merdeka” tewas seketika di tempat kejadian, sementara 26 penumpang lain menderita luka berat dan 11 luka ringan. Diduga, bus dan truk yang datang berlawanan arah itu melaju dengan kecepatan tinggi sehingga kedua kendaraan ringsek.

Wow… Kalau sahabat sudah bisa menyusun lead sebuah berita straight semacam ini, itu artinya sudah bisa jadi wartawan. Alinea kedua, ketiga, dan seterusnya tinggal memasukkan fakta-fakta yang sifatnya sesuai dengan piramida terbalik itu: dari yang terpenting, penting, sampai kurang penting. Tinggal mencantumkan dateline plus nama media di awal "lead", maka jadilah ia berita. Katakanlah nama media sahabat "Wartakita". Maka ditulis: CIREBON, WARTAKITA -Bus "Merdeka" jurusan Jakarta-Surabaya... dst.

Coba simak lagi lead yang saya susun tadi. Di situ sudah masuk unsur-unsur “5W+1H”, bukan? What (tabrakan antara bus dan truk), Who (penumpang tewas dan luka), Where (Pantura, Cirebon), When (Senin, 1 Januari 2007, petang hari), Why (bus dan truk sama-sama melaju dalam kecepatan tinggi), How (bus dan truk sama-sama ringsek). Begitu mudah!

Coba lanjutkan ke alinea kedua. Sahabat bisa mengambilnya dari keterangan saksi mata atau keterangan polisi, atau masih menggambarkan suasana tempat terjadinya peristiwa. Kalau sahabat hendak mengambil keterangan saksi mata atau polisi, maka alinea kedua berbunyi:

Sodikin (45), warga setempat yang menyaksikan langsung peristiwa tabrakan maut itu mengungkapkan, 15 penumpang tewas berasal dari bus “Merdeka” yang sempat terguling dan terbalik sesaat setelah terjadinya tabrakan. “Saya mendengar suara keras, setelah itu terdengar jerit tangis penumpang,” katanya.

Kalau pada aliena kedua masih ingin menggambarkan suasana, boleh-boleh saja. Tulis saja:

Hingga Senin tengah malam, petugas masih kesulitan mengevakuasi penumpang bus “Merdeka” yang terjepit di antara badan bus yang ringsek. Kelima belas penumpang tewas dan yang menderita luka berat segera dibawa ke rumah sakit umum terdekat, sementara yang luka luka ringan ditampung di rumah penduduk di dekat lokasi. Saat berlangsung evakuasi, lalu-lintas dari dua arah terhenti, mengakibatkan antrian sepanjang lima kilometer.

Nah, sudah mendapat bayangan? Jangan lupa beri judul. Misalnya: 15 Tewas Seketika Di Pantura atau Tabrakan Maut Bus-Truk, 15 Tewas. Sekarang kita dapat membuat berita utuh dari beberapa paragraf di atas, berikut judul dan dateline berita tersebut menjadi:

Tabrakan Maut Bus-Truk, 15 Tewas

CIREBON, WARTAKITA- Bus “Merdeka” jurusan Jakarta-Surabaya bertabrakan dengan truk tronton bermuatan baja di ruas jalan Pantura, Cirebon, Senin (1/1) petang. Lima belas penumpang bus “Merdeka” tewas seketika di tempat kejadian, sementara 26 penumpang lain menderita luka berat dan 11 luka ringan. Diduga, bus dan truk yang datang berlawanan arah itu melaju dengan kecepatan tinggi sehingga kedua kendaraan ringsek.

Hingga Senin tengah malam, petugas masih kesulitan mengevakuasi penumpang bus “Merdeka” yang terjepit di antara badan bus yang ringsek. Kelima belas penumpang tewas dan yang menderita luka berat segera dibawa ke rumah sakit umum terdekat, sementara yang luka luka ringan ditampung di rumah penduduk di dekat lokasi. Saat berlangsung evakuasi, lalu-lintas dari dua arah terhenti, mengakibatkan antrian sepanjang lima kilometer.

Sodikin (45), warga setempat yang menyaksikan langsung peristiwa tabrakan maut itu mengungkapkan, 15 penumpang tewas berasal dari bus “Merdeka” yang sempat terguling dan terbalik sesaat setelah terjadinya tabrakan. “Saya mendengar suara keras, setelah itu terdengar jerit tangis penumpang,” katanya.

Oke, silakan latihan sendiri dengan cara mengumpulkan fakta-fakta dan hadir dalam sebuah peristiwa. Ambillah fakta dan data selengkap mungkin, juga keterangan pendukung dari saksi mata, dokter, perawat, keluarga korban, korban selamat, dan seterusnya. Memang tidak harus dimasukkan semua. Nanti pada gilirannya sahabat bisa dengan mudah menakar mana saja fakta-fakta penting sampai kurang penting, sesuai rumus piramida terbalik itu. Ini baru permulaan saja, nanti dilanjutkan...

Pepih Nugraha,
Jakarta 4 Januari 2007

Monday, January 01, 2007

Berita Anda (1): "Ibu Macam Apa"

Rubrik Terbaru!

Inilah yang saya nanti-nantikan: blogger juga punya dan bisa bikin berita! Seperti pernah saya postingkan di blog saya sebelumnya, juga pernah saya tulis di Harian Kompas dengan judul "Kita Semua Wartawan" yang bercerita tentang keranjingannya warga netter membuat blog, berita orisinal juga bisa dibuat oleh citizen journalist (pewarta warga). Salah satunya adalah berita menarik dan orisinal yang dibuat sahabat Landy, yang saya ambil dari blog miliknya: harapandiri.blogspot.com.

Saya harus meminta izin dulu sebelum mempostingkan kembali berita ini kepada si pemilik hak cipta, Landy. Rupanya ia tidak keberatan beritanya ditampilkan di blog ini agar kita semua bisa belajar melihat, meliput, mencatat, dan menuliskan peristiwa semua yang kita lihat dan alami sehari-hari. Tentu saja masih jauh dari kaidah penulisan jurnalistik yang seharusnya, sebab berita masih tercampur dengan opininya, dan bahkan "sumpah serapahnya".

Bagi saya yang kebetulan sudah cukup lama mengenal dunia kewartawanan, apa yang dihasilkan Landy ini tidak jadi masalah. Sudah tergerak merekam dan menuliskan apa yang dilihatnya saja sudah lebih dari cukup. Kemauan, kemauan, dan kemauan... Itulah modal awal lahirnya sebuah tulisan. Foto yang ia ambil dan tampilkan berbicara banyak, apalagi kalau kelak dibuat secara sekuel.

Saya akan terus menelusur blog para sahabat, siapa tahu saya menemukan lagi berita lainnya yang juga menarik dan bermanfaat buat kita semua, untuk kemudian saya tampilkan (kalau bisa setiap hari) di blog ini. Memang, idealnya saya tinggal menunggu sahabat yang punya berita atau foto untuk dikirim ke alamat saya: pepih_nugraha@yahoo.com. Saya pasti akan senang menerimanya.

Sekarang, mari kita ikuti berita Landy yang lugas dan apa adanya di bawah ini...




Ibu Macam Apa
Oleh LANDY

Saya tidak mengerti expresi apa yang harus saya tampakkan ketika melihat pemandangan di atas, yang jelas saya amat kesal melihatnya, beberapa bocah balita dengan wajah memelas di atas jembatan penyeberangan jam 11 malam ditengah hujan deras dan angin yang kencang. Exploitasi murahan macam apa ini, beberapa anak dengan wajah polosnya mengharapakan seorang dermawan memberi beberapa lembar ribuan. Dari kejauhan tampak ibu–ibu mereka dengan asiknya mengobrol.

Saya berjalan dengan memasang wajah sinis melewati wanita–wanita tersebut, dalam hati saya berkata “ibu macam apa kalian, apa tidak punya otak mengexploitasi anak–anak di bawah umur di tengah malam?"

Langkah saya terpaksa saya hentikan tepat di depat ibu dengan dua anak yang sudah biasa saya lihat, sepertinya ibu itu lupa dengan saya, dengan menahan rasa benci dan bermodal beberapa lembar ribuan serta HP camera murahan untuk sekedar mendapatkan beberapa gambar. saya mencoba tersenyum, dengan harapan mengorek informasi lebih jauh dari dirinya. Karena rasa benci saya sudah memuncak maka basa–basi bukanlah pilihan yang terbaik.

“Ini anaknya, Bu… ???" tanya saya. "Iya," jawabnya .

F**K dan segala sumpah serapa terucap dalam hati, “Pembohong besar” batin saya , seminggu yang lalu di tempat yang sama ibu ini membawa anak yang lebih kecil, 3 bulan usianya dan dia bilang anaknya, apakah dalam waktu seminggu seorang anak bisa berubah menjadi seukuran ini…???

"Berapa umurnya bu…??” tanyaku kemudian. "11 bulan…” jawabnya dengan menunduk. Kekesalan saya makin menjadi, dalam seminggu anak berusia 3 bulan menjelma menjadi 11 bulan. Apakah ini tanda–tanda kiamat? Wanita ini sangat hebat memerankan perannya, kalau saja wanita ini di beri kesempatan untuk berperan dalam suatu produksi Film mungkin artis sekelas Cristine Hakim tidak mampu menandinginya. Bahkan Piala Oscar sudah pasti dalam genggaman.

Apakah Mas Iman (maksudnya blogger Iman Brotoseno, PN) berminat untuk merekrutnya dalam salah satu produksi perdananya... ??? Manusia macam apa kalian… begitu tidak ada hatinyakah sehingga membawa anak yang begitu kecil ke jalan untuk meminta–minta…??? Apakah tidak ada pekerjaan yang lebih baik dari meminta-minta…???

Jjangan bilang karena pendidikan dan susahnya lapangan kerja membuat Anda harus berbuat seperti ini. Bunda saya tercinta tidak tamat sekolah rakyat, tapi dia tidak pernah menyuruh kami anaknya untuk membawa mangkuk plastik dan memaksa kami turun ke jalan untuk mengumpulkan belas kasih orang. Jangan bilang karena banyaknya anak membuat Anda berbuat seperti ini. Bunda saya tercinta harus menghidupkan 8 anaknya dan 7 keponakan suami tercintanya di dalam rumah ukuran 60 meter, Anda bisa membayangkan rumah 60 meter di isi 2 orang dewasa dan 15 anak–anak. Dan yang harus garis bawahi, Bunda saya tidak perlu menjadi pelacur atau meminta–minta untuk menghidupi kami semua.

Saya tidak perlu menjelaskan bagai mana siang dan malam Bunda saya berjuang untuk itu, cukup hanya menjadi kebanggaan bagi kami semua anaknya. Bahkan yang lebih mengejutkan lagi dalam acara investigasi di salah satu stasiun TV seorang ibu mengungkapkan alasan karena factor kemiskinan dan suami yang tidak berkerja maka ia terpaksa menyewakan bayinya Rp. 3.000/hari. Saya ulangi "TIGA RIBU RUPIAH SEHARI", suatu pernyataan yang membuat saya histeris sekaligus berterima kasih kepada Bunda karena tidak berbuat seperti itu.

Apakah ibu itu tidak berpikir hanya karena uang Rp 3.000 dia rela membiarkan bayinya tersengat sinar matahari, menghirup polusi udara, belum lagi kejiwaan si anak yang dari kecil telah terbiasa meminta–minta. Dan yang lebih menakutkan lagi kejahatan seks yang bukan rahasia umum lagi terjadi di jalan *ingat kasus Robot Gedek*, Oh dunia macam apa yang saya tempati ini.

Mungkin betul ungkapan seorang teman bahwa orang gila yang di luar lebih banyak dari pada yang mendekam di pusat penampungan. Anak–anak yang terbiasa mendapatkan uang dengan mudah di jalan, maka mereka akan sangat susah untuk dibina, itu setidaknya yang saya baca dari salah satu blog yang saya lupa namanya.

Anak–anak tersebut sangat jarang yang mau kembali ke rumah penampungan yang di sediakan LSM. Mereka berpikir pendidikan untuk menghasilkan uang , dan kalau saat ini mereka sudah bisa meperoleh uang untuk apa lagi sekolah...!! Suatu masa depan yang suram bila setiap anak berpikir seperti itu.

Saya tidak tahu harus berbuat apa untuk masalah ini, mungkin dengan menulis diblog merupakan salah satu cara untuk meringankan salah satu beban yang mengganggu pikiran saya sejak sebulan ini…

Jakarta, 1 Januari 2007

Otobiografi Virtual: Menulis Itu Asyik (9)

Cari Rumah Tumpangan



SATU rintangan lagi yang harus saya selesaikan: cari rumah kontrakan. Untuk yang satu ini, saya tidak bisa berbuat banyak. Terpaksa saya meminta pertolongan ayah. Soalnya, rentang waktu dari diwisuda 21 April sampai harus bekerja mulai 1 Mei 1990 terlalu pendek untuk mencari rumah kontrakan.

“Mencari kontrakan di Jakarta dengan waktu secepat itu agak sulit, lagi pula kita tidak punya kenalan di sana,” kata ayah saat saya menceritakan kesulitan bagaimana saya harus tinggal di Jakarta.

Memang terlintas untuk langsung saja ke kawasan kumuh Tambora, Jakarta Barat, dimana di sana masih ada rumah petak kakek saya, Maknun Iskandar (kini sudah meninggal), yang disewakan kepada keluarga keturunan Cina. Rumah petak yang luasnya kurang lebih 20 meter persegi. Tetapi karena letaknya di salah satu perkampungan padat Jakarta, harganya konon bisa tinggi. Tetapi itu tidak berarti apa-apa bagi saya.

Di Tambora juga ada tiga paman saya, yakni adik ibu saya. Tetapi saya bayangkan, saya tidak akan nyaman tinggal di kawasan itu. Pasti tidak mendukung suasana kerja saya nanti. Maka, kemungkinan ini saya abaikan.

Ayah juga mengajukan usul untuk tinggal sementara di Jatinegara, dimana saya punya saudara yang masih terbilang kakek karena dia adik nenek saya dari pihak ayah. Namanya Aki Manta. Tetapi saya pernah tahu rumahnya dan anaknya pun banyak. Lagi pula, jarak Jatinegara-Palmerah terlalu jauh dalam bayangan saya. Kemungkinan inipun saya kesampingkan.

Memang di luar pemahaman dan perhitungan saya kalau mencari tempat tinggal di Jakarta justru sulitnya bukan main, padahal pekerjaan sudah didapat. Mestinya saya belajar betapa sulitnya mencari tempat tinggal meski untuk sekadar tes sekalipun. Sangat tidak mungkin pulang-pergi Bandung-Jakarta-Bandung setiap hari, yakni bila saya tetap tinggal kos di “kandang japati” di Haur Mekar yang sewanya diteruskan adik saya, Dadang.

Selain waktu tempuh bisa mencapai lima jam lebih (sebelum ada Tol Cipularang) dan travel belum memassa, ongkos yang harus dikeluarkan pun tidak akan sebanding dengan gaji yang bakal diterima sebulannya. Lagi pula, alangkah menjadi ringkihnya tubuh ini bila Bandung-Jakarta-Bandung dilakoni setiap hari!

Pokoknya tidak mungkinlah kemungkinan itu diambil.

Lagi-lagi saya tidak punya pendapat. Saat itulah ayah, pelindung keluarga, tetap mengajukan sejumlah keluarganya yang masih ia ingat dan masih tinggal di Jakarta. “Rasanya ada saudara yang tinggal di Jalan MH Thamrin,” kata ayah saat ia tahu saya mati kata dan lumpuh pikiran.

Jalan MH Thamrin? Saya bayangkan di sana berdiri gedung-gedung mewah seperti Plaza Indonesia, hotel, dan pertokoan Sarinah. Rasanya tidak mungkin. Tetapi karena saya sudah mati akal, saya serahkan sepenuhnya kepada keputusan ayah. Saya tahu, ayah tidak asal omong. Dia memberi solusi dengan segera pergi ke suatu tempat mengendarai motor vespa keluaran 1976 miliknya.

“Kemana, Pak?” tanya saya.

Dia menjawab kemana tujuannya, yakni ke rumah salah satu saudara yang kemungkinan memiliki alamat saudara yang tinggal di Jalan MH Thamrin itu. “Siapa tahu dia punya alamat saudara kita yang di Jalan MH Thamrin,” katanya. Saudara kita? Ah, tak tahulah. Yang jelas, posisi saya saat itu ikut saja. Tidak ada argumen apapun.

Minggu, 29 April 1990, berbekal satu tas pakaian, saya berangkat ke Jakarta diantar ayah untuk yang kedua kalinya. Terpaksa, selain alamatnya tidak jelas dan saya belum tahu seluk beluk Jakarta, kami berangkat berrdua. Ternyata alamat yang dicari tidak persis Jalan MH Thamrin, tetapi agak menjorok ke dalam, tepatnya di Jalan Kotabumi Ujung No. 10. Di sana saya diterima oleh penghuni, yang ternyata anak dari saudara ayah saya itu.

Rupanya keluarga dengan dua anak plus satu pembantu ini juga sudah diberi tahu saudara ayah saya itu, sehingga saya langsung ditempatkan di loteng berlantaikan kayu. Di loteng itu ada dua kamar yang saling bersebalahan. Satu loteng untuk saya sudah dipersiapkan lengkap dengan kasur di atas dipan kayu dan lemari baju kecil. Sementara satu kamar lagi dijadikan gudang. Barang-barang yang sudah tidak terpakai berjejalan di sana. Hem, saya akan tidur di samping gudang!

Tidak apalah, yang penting saya bisa “numpang” hidup barang beberapa lama sampai kenal benar kota Jakarta. Ayah pulang pada keesokan harinya, dan yang mengharukan, ayah menyisipkan saya uang bekal makan selama satu bulan! Sementara hari Senin itu Jalan MH Thamrin sudah penuh sesak oleh kendaraan karena memang sudah hari kerja. Sedangkan saya baru masuk persis tanggal 1 Mei 1990 esok hari, bertepatan hari Selasa.

“Kamu harus bisa menjaga diri di Jakarta. Ayah berdoa untukmu, Nak. Jangan lupa sholat,” itu pesan ayah sebelum dia menaiki bus kota yang menuju terminal Cililitan. Saya hanya bisa menahan nafas haru. Ada rasa berat yang menekan dada, akan tetapi kuenyahkan segera setelah membayangkan bahwa di kota ini saya harus berjuang mulai dari nol. Dari ketiadaan, dari ketidakpunyaan, dan hanya berbekal percaya diri saja.

Memang setelah saya diwisuda 21 April sebelumnya, praktis hanya diberi waktu satu minggu saja untuk menyiapkan mental saya tinggal di Jakarta, yang bagi saya saat itu belum terpikir sampai kapan. Itu artinya, saya harus meninggalkan kedua orangtua saya, adik saya Tania dan Dadang, juga Ayi (sepupu) yang sudah sejak kecil diasuh ibu. Juga harus meninggalkan kolam tempat saya memancing ikan.

Hem, segala peristiwa suka dan duka di desa ini akan menjadi kenangan tak terlupakan saat saya berada di Jakarta, kota perjuangan yang sudah menanti. Sejujurnya, ada tekad yang membara untuk berhasil tatkala selintas teringat kenangan menyakitkan dari seseorang, yang mungkin tak akan pernah saya ceritakan di sini…

Jakarta, saya datang!

Kiat:
- Tidak ada salahnya melihat-lihat peluang kerja meski kita sedang dalam proses penyusunan skripsi.
- Setelah mendapat pekerjaan saat kuliah belum selesai, upayakan negosiasi dengan perusahaan agar diberi
kesempatan menyelesaikan tugas akhir sampai mendapat ijazah.
- Jangan abaikan ijazah meski kita sudah mendapat uang dari pekerjaan. Sebab, selembar kertas ijazah ini akan
sangat berguna kelak bila kita pindah pekerjaan atau bermaksud meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
- Jangan ragu mengambil keputusan tinggal dimanapun jika kita memiliki kecakapan khusus.


Pepih Nugraha
Jakarta, 1 Januari 2007

Novelet: Mystery of Love (9)

"Mystery of Love"
Oleh TIA



RS International Bintaro, Jakarta. Hatiku sudah berdegup kencang ketika turun dari taksi. Angel sudah menawarkan agar aku mau dijemput supir di airport. Tapi aku mengatakan, aku bisa langsung ke RS sendiri.

Aku bertemu Angel di lobby RS, wanita yang sangat anggun dan cantik, dari raut wajahnya kira-kira dia berumur sama denganmu.

Agh, tiba-tiba rasa tak enak menyergapku, matanya memerah, mungkin karena kebanyakan menangis atau kurang tidur aku tak tau, tapi yang jelas muka kami sama-sama pucat karena kelelahan. Angel kemudian mengajakku ke salah satu ruangan kosong, seperti ruang meeting.

“Saya meminjam ruangan ini, agar kita bisa berbicara terlebih dahulu Ara.” Dia mempersilahkan aku duduk.
“Bagaimana keadaan Mas Nata...” Aku duduk di tempat yang dia persilahkan.

Angel pun duduk di sampingku, “Masih koma, sudah 4 hari.” Dia menatapku, kemudian sambil berkaca-kaca, dia menyerahkan XDAmu kepadaku.
Aku menatapnya tak mengerti, ”Apa ini Mbak?”

Dia menarik napas panjang, dan berkata, ”Di sana tersimpan semua tentang kamu, e mail-e mail dia ke kamu, dan e mail kamu ke dia, catatan pribadi Nata, dan beberapa fotomu dan dia.”
“Mbak…untuk apa? apa saya harus membacanya ?” tanyaku semakin tak mengerti.

“Ara, 5 hari yang lalu, Nata mengajakku bicara, dia…dia ada niat untuk menikahimu, dia bersimpuh di hadapanku, meminta agar dia bisa menikahimu, aku tentu saja tidak bisa menerimanya…aku marah besar waktu itu, aku sangat emosi, aku merasa harga diriku sebagai wanita sudah dinjak-injak oleh dia, aku tau, aku mungkin terlalu sibuk dengan urusan bisnisku, sehingga aku sering sekali melupakan dia, tapi Ara, aku masih sangat mencintainya.. (Suara Angel tercekat, menahan tangis)…Tapi aku harus mengerti, karena kesalahanku juga, dia bisa jatuh cinta kepadamu.”

Angel meremas sapu tangan yang ada di tangannya, aku tahu dia berusaha tabah, berusaha menahan air matanya, aku pun mengambil tangan kirinya dan mengenggamnya, “Saat itu pula, aku…aku mengusir dia, di depan anak-anak kami, Oh Ya Allah…apa yang telah aku lakukan…Astaghfirullaah,” Angel pun menangis tersedu-sedu, “Aku menyesal Ara…aku menyesal, tidak seharusnya aku melakukan itu, kepada suamiku sendiri, padahal malam itu sedang hujan deras, dan Nata, dia sama sekali tidak berusaha melawanku dan membela dirinya, dia hanya diam, dia tidak membawa apa-apa dari rumah kami, dan hanya menciumi anak-anak, dia juga berusaha meminta maaf kepadaku, tapi aku sudah sangat histeris malam itu, dan aku tetap mengusirnya pergi, huu huu !”

Aku pun memeluk Angel, dan ikut terisak di pelukannya, aku bayangkan apa yang ada di hati kamu, apa yang ada di hati Angel, dan di hati anak-anakmu saat itu. Ah..aku merasa sangat bersalah.

“Dan akhirnya di malam hujan deras itu, Nata pun pergi dengan membawa mobil sedan, padahal supir kami sorenya sudah bilang kepadaku, kalau mobil tersebut remnya sudah tidak makan, dan perlu diservis, tapi aku lupa…aku tidak kepikiran sama sekali…huu huu.” Aku mempererat pelukanku dan mengusap-usap punggung Angel.

“Benar saja, selang 2 jam kemudian, kami mendapatkan telepon kalau Nata kecelakaan, remnya blong dan dia menabrak pembatas jalan tol…untung saja mobil itu dilengkapi standar pengamanan yang cukup baik, tapi, tetap saja…..Nata koma. XDA ini yang selamat dari kecelakaan, karena tertinggal di meja ruang tamu,” Angel melepaskan pelukannya, aku mengusap air matanya,dan memandang ke meja tempat XDA itu berada.

“Jangan menyalahkan dirimu Ara, kamu tidak salah…semua sudah merupakan rencana Tuhan. Akhirnya kita dapat bertemu, aku bisa mengenalmu, semua sudah rencana dariNya. Bacalah catatan pribadi Nata… Ara, aku sudah tandai, yang menurutku kamu harus baca. Kalau sudah selesai aku menunggumu di atas yah.” Angel berdiri dan memelukku sebentar,”Terimakasih sudah mau datang Ara..”

Aku tersenyum padanya, dan duduk kembali…terdengar suara pintu ditutup dari luar.

Hatiku merasa sedih, aku merasa sendiri.
(Bersambung)