Monday, December 11, 2006

Otobiografi Virtual: Menulis Itu Asyik (6)



Digoda Makhluk Halus

MALAM itu saya seperti berada di gurun pasir yang luas, seakan-akan saya tidak melihat batas ruangan karena lampu yang menyala hanya cukup menerangi seputaran velbed saja. Saya bersilonjor kaki di velbed setelah mengambil wudlu untuk shalat Isya. Ada beberapa buku yang saya bawa dengan maksud untuk dibaca, tetapi nyatanya buku-buku itu cuma membebani tas ransel saya saja. Dipaksa untuk membaca pun susah. Lagi pula, perasaan kok aneh, tidak seperti biasanya. Resah.

Batin saya bertanya, ada apa ini?

Dulu sebelum ibu meninggal, saya termasuk lelaki penakut. Saya bahkan takut mayat (nekrofobia). Saya tidak tahu kalau menjadi wartawan itu salah satunya harus bukan orang penakut, apalagi takut hantu. Akan tetapi setelah menjadi wartawan, saya justru di tempatkan oleh wakil kepala desk metro saya di kamar mayat RSCM, yang dalam keseharian harus akrab dengan mayat yang terbujur kaku dalam kadaver .

Saya juga pernah “digilai”, lebih tepat “disukai” hantu perempuan saat saya menempati rumah dinas di Makassar, Sulawesi Selatan, ketika menjadi Kepala Biro Kompas untuk Indonesia Timur. Kelak akan saya ceritakan dua peristiwa itu.

Kembali ke ruang aula Wisma PGRI yang besar… Baru tersadar, hanya saya sendirilah yang ada di ruang itu. Waktu sudah menunjuk pukul 22.00. Meski suara klakson kendaraan dan suara mesin bajaj yang khas dan ramai di luar, tetapi saya merasa kesepian. Asli kesepian.

Akhirnya saya bisa tertidur juga di atas velbed karena rasa capek yang mendera. Tetapi saya terbangun kemudian saat saya merasa aula itu menjadi gulita. Memang ada beberapa berkas sinar dari penerangan lampu jalan umum di luar menerabas tirai jendela aula, tetapi itu malah menyuguhkan suasana mengerikan.

Hawa panas tiba-tiba menyergap. Saya mencoba bangkit mendekati berkas sinar dari luar agar bisa melihat jam. Tirai tersibak. Jam 02.00 dinihari. Astagfirullah! Keadaan gelap begini! Lampu mati semua atau ruang ini senagaja dimatikan? Keterlaluan petugas itu kalau begitu. Tetapi saya tidak mau berprasangka buruk kepada resepsionis atau petugas wisma lain yang jelas-jelas sudah menolong saya, sudah menyediakan tempat buat saya untuk menginap.

Terpikir untuk pergi keluar menemui resepsionis itu di lobi ruang depan. Tetapi saya pikir, tidak enak melancarkan protes kepada mereka. Lagipula, ini sudah pukul 02.00, sebentar lagi adzan Subuh berkumandang. Sabar sedikit kenapa, pikir saya saat itu. Akhirnya, saya menyerah saja untuk bertahan dalam kegelapan… apapun yang terjadi.

Betul saja, tatkala saya mulai merebahkan diri di velbed yang mendadak dingin, saya mulai mendengar retsleting tas saya dibuka, tetapi sebentar kemudian ditutup kembali. Begitu seterusnya berulang-ulang. Perasaan sudah lain saja, bulu kuduk sudah mulai berdiri. Saya bangun untuk memeriksa. Ternyata retsleting tas ransel saya masih tertutup, bahkan terkunci karena memang saya menguncinya. Lalu saya berbaring lagi.

Salah satu ketakutan saya paling menekan saat itu adanya penampakan. Soalnya, saat saya SD dulu, saya pernah diberi kemampuan melihat makhluk halus sekaligus merekam peristiwa itu dalam benak saya, setidak-tidaknya dua kali.

Peristiwa pertama terjadi saat saya libur catur wulan di Kelurahan Tambora, Jakarta Barat, di kontrakan kakek-nenek saya dari pihak ibu. Mereka sudah almarhum semua. Rumah kontrakan berupa bedeng terbuat dari bilik bambu yang dilapisi kertas semen benar-benar membuat keadaan dingin malam itu. Angin leluasa menerabas ram kawat, mendorong gorden tipis berkibar-kibar terkena hantaman angin dinihari. Saya tertidur di atas dipan tanpa kasur. Awalnya saya tidur bersama kakek, Maknun Iskandar, tetapi kakek lebih suka tidur di langgar (mesjid) bersama tetangga, meninggalkan saya tidur sendirian.

Nah, pada malam yang dingin itu, saat di luar hujan turun deras dengan kilat menyambar-nyambar dan guntur yang menggelegar, saya terbangun karena merasa angin begitu kencang menerpa. Suasana gelap gulita. Lampu gantung bersumbu bertenagakan minyak tanah bergoyang kencang membentuk elips. Angin yang berembus dingin itu ternyata bukan yang menerabas ram kawat, tetapi angin dari arah pintu depan yang sudah terbuka. Saat itulah saya melihat sesosok perempuan muncul berpakaian putih dengan rambut yang tergerai melambai, sebagian menutup wajahnya.

Saya tidak mengenali wajahnya, tetapi jelas dia bukan nenek saya, sebab nenek tidur di belakang, di ruangan tempat tidur berkelambu, tempat tidur sekaligus dapur. Ia masih sangat muda dengan wajah yang teramat pucat… Saya tahu itu hantu, tetapi saya tidak bisa berteriak atau menjerit. Mulut saya rapat terkunci.

Saya baru terasadar ketika saya sudah terjatuh ke lantai tanah, terguling dari dipan itu dan merasakan sakit luar biasa. Rupanya kepala membentur tanah. Saya menangis sebelum kemudian nenek terbangun dan menemani saya tidur di dipan itu.

Saat kelas SMP, tahun 1978, baru saya ceritakan pengalaman itu kepada kakek dan nenek saat saya liburan.

“Oh, itu mah hantu Si Siti, Kakek juga sering menemukan dia jalan melayang ke arah bong,” kata kakek sambil tertawa. Bong yang dimaksudnya adalah peti mati bekas orang Cina. Nenek juga tidak menyangkal, bahkan ia baru memberi tahu bahwa di bawah tempat tidurnya terdapat dua bong bekas. Astagfirullah, jadi selama itu saya harus tidur di atas bekas peti mati orang Cina!

Peristiwa penampakan makhluk halus yang kedua, yaitu saat saya kelas dua SD tahun 1973, saat itu saya tidur bersama ayah. Saya menderita demam yang luar biasa parah, sampai-sampai suhu tubuh meninggi tak terkendali. Tiba-tiba pada tengah malam saya terbangun dan melihat di belakang ayah sesosok bayangan perempuan dengan rambut tergerai. Saya masih mengingat percakapan saya dengan ayah saat itu.

“Ayah, itu ada Bi Cucu!” kata saya menunjuk sosok perempuan yang sedang tergolek tidur dengan santai.
Ayah terloncat dari tidurnya karena saya mengguncang-guncangkan badannya yang atletis. “Mana? Mana?”
“Itu, di belakang ayah!”
“Ah, tidak ada, Nak!”

Jelaslah bahwa itu adalah penampakan makhluk halus.

Siangnya saya memeras otak apa kiranya salah saya. Mungkin tanpa izinnya saya telah duduk di atas sebuah batu saat mancing ikan. Saya teringat, siang harinya sebelum saya jatuh sakit panas-dingin, saya memang memancing dengan Asep Wahyu, salah seorang teman yang masih terbilang saudara. Saya memancing di sungai yang rimbun di Jati, di atas sebuah batu besar.

Pancingan saya laris manis waktu itu, bukan hanya ikan mujahir, ikan mas merah pun saya dapat. Tetapi itu tadi, rupanya saya telah duduk tanpa izin di atas batu besar itu dan si penguasa batu, kata “orang pintar” memang kuntilanak berujud perempuan, marah atas tindakan saya sehingga sengaja membuat saya jatuh sakit demam. Belum puas, ia pun datang pada malam-malam itu, yang membuat ayah terloncat dari tidurnya.

Nah, dua peristiwa itu menghantui saya. Ini aula yang cukup mewah, adakah makhluk halus atau hantu mau menampakkan diri di sini? Memang tidak menampakkan diri. Tetapi baru saja saya ngelangut untuk berusaha tidur lagi, “seseorang” yang tidak tampak mencekik saya sehingga saya susah bernafas. Saya merasakan adanya jari-jemari yang hangat yang melingkari leher saya. Tetapi akal mengatakan tidak ada orang mati dicekik hantu, kecuali dicekik manusia!

Saya melafalkan ayat kursi yang saya hapal sambil memegang leher. Tidak lama kemudian, saya merasakan tangan-tangan yang tak tampak itu mulai mengendurkan cekikannya, untuk kemudian saya pun terbebas. Jujur saja, saya tidak bisa tidur lagi selepas kejadian itu, sampai adzan Subuh ramai berkumandang, sampai kemudian lampu terang kembali.

Setelah selesai sarapan, saat saya pamitan sambil membayar uang penginapan, saya bertanya kepada resepsionis yang kemarin memberi saya peluang menginap di aula, apakah ia mematikan lampu tadi malam.
“Mati lampu? Tidak, tidak ada mati lampu! Saya tidak mematikannya,” katanya.

Ya, sudahlah! (Bersambung)
**

Pepih Nugraha
Jakarta, 11 Desember 2006

2 comments:

Anonymous said...

Saya gak abis pikir udah sebongsor ini tapi yang namanya masalah mahluk halus saya suka takut sendiri...entah itu cuman di ceritain doang atau cuman nonton filem apalagi kalo sampe ketemu...herannya saya tetep aja demen dengerin masalah ini abis itu baru keder sendiri walaupun sekedar masuk ke kamar mandi atau sendirian di rumah suka banget ngehayalin yang nggak2 tentang penampakan hiii... dan rasa ketakutan itu ilang selang beberapa hari kemudian brrr hii Naudzubilahminzalik, jangan sampe de!!!

NiLA Obsidian said...

semalem tadi udah mampir kesini....
tapi...begitu tau ceritanya horor...langsung aja matiin kompi...hehehe

maklum...rada borangan oge,

jadi we sayah lanjutin pagi ini....
sok atuh lah....sambungannya di tunggu...