Sunday, December 03, 2006

Novelet: Mystery of Love (2)



"Mystery of Love"
Oleh TIA

AKU mengarahkan fokus kamera digitalku ke arah salah satu rumah di Pueblo Español, Barcelona. Aku ingin menambah portofolio hasil jepretanku. Daerah pedesaan ala Spanyol ini memang sangat indah, bentuk rumahnya yang unik, jalan yang sempit namun bersih.

“Hai….butuh model gak buat fotonya?” Tiba-tiba bahuku ditepuk dari belakang.
Ah, aku pun terpana ketika menoleh ke siapa yang menepuk bahuku tadi. Sungguh suatu kebetulan yang menyenangkan.


“Ah, jangan-jangan kamu ada yang nyewa yah Mas, untuk menguntitku?” tak habis fikir kenapa aku selalu bertemu denganmu (padahal dalam hati aku sangat bersyukur).

Memakai sweater wol putih dan jeans biru laut serta syal biru muda yang mengalungi leher membuatmu terlihat sangat tampan di depanku.

“Sepertinya sih iya… Ayahmu baru saja menelponku menanyakan putrinya yang menghilang di Barcelona, hahaha.” Senyum terkembang di wajahmu yang bersih, membuat pipimu semakin tembem dan nyaris saja kucubit saking gemesnya, tapi aku tidak memiliki keberanian untuk itu.

“Hei, kamu tidak kedinginan ? Nih, pakai saja syalku, kasihan lehermu kedinginan.” Tiba-tiba saja kamu melepaskan syal di lehermu dan langsung tanpa menunggu ijinku kamu mengalungkan ke leherku. Oh, mukaku memanas saking malunya karena jarak mukamu hanya satu jengkal dengan mukaku. Kurasakan nafas kita yang seirama…dan saling meniupkan kabut tipis.

“Kamu cute Ara.” ucapmu pelan, ketika kita sejenak bertatapan.
“Rayuan pulau kelapa yah.” Aku tersenyum simpul mendengar ucapanmu, tapi mataku terus saja menatapmu, aku tak ingin kehilangan beberapa detik pun saat menatap matamu.
“Aku suka matamu… hidungmu… bibirmu... dagumu…” kamu berkata pelan sambil menelusuri dengan matamu bagian yang disebutkanmu tadi di wajahku.


Aku suka dengan suasana yang tercipta selama beberapa menit itu, tapi membuatku segan karena mengingat kamu sudah berkeluarga. Aku pun tersenyum dan mundur sedikit ke belakang.

“Ara, maaf…aku…” kamu kelihatan sedikit panik, “Apakah aku membuat kamu tersinggung dengan pernyataanku tadi?” Aku tidak menjawabnya, aku hanya tersenyum kepadamu, dan aku yakin senyumku terlihat manis di depanmu.

Sore itu kita berjalan di sepanjang gang-gang di Pueblo Español, sesekali aku membiarkanmu menggandeng tanganku. Dan diam-diam aku mengambil beberapa sosokmu tanpa kamu sadari dengan kamera digitalku. Yakni, pada saat kamu menggendong anak kecil yang menangis, pada saat kamu tertawa sambil membelai kucing yang kamu sebut kucing badut karena hidungnya yang bersemu merah di sudut jalan, dan pada saat kamu terdiam sambil memandang ke arah sudut village.

Saat itu aku bahagia…aku bahagia….dan aku sadar aku telah jatuh cinta.
**


SIANG yang panas ketika tidak sengaja aku mendengar ada tanda e mail masuk di Hpku. Ternyata itu dari kamu, dan barisan kata-kata singkat di e mail membuatku terpana.

Mengapa yah gadis se
cute kamu tidak boleh mengambil gambar Monalisa? Padahal Monalisa saja kalah cute dengan kamu Ara, aku lihat kamu tadi sempat ngotot dengan penjaga di sana, untuk mengambil gambar Monalisa, aku punya banyak foto asli Monalisa kalau kamu mau

Aku pun me-
reply e-mail mu langsung.

Mas di Louvre yah?

Tiba-tiba, suara yang sangat familiar di telingaku pun muncul di belakangku.
“Siang Ara, boleh aku duduk di sebelahmu?” tanpa menunggu ijinku, kamu langsung menghempaskan badanmu ke sisa bangku taman di sampingku.
“Ah…sungai Seine yang indah yah” katamu sambil melihat ke arah sungai Seine yang berkilauan.

Aku pun ikut memandang ke arah yang kamu pandang. Dalam hatiku berkecamuk pertanyaan, mengapa Allah selalu membuat kejutan-kejutan indah untukku.

“Aku tidak membawa syalmu Mas, aku tidak menyangka kita akan bertemu disini.” Kataku sambil memandangmu.
“Ara, bagaimana untuk pertemuan selanjutnya kita adakan di …….(kamu pun menyebutkan nama suatu tempat di Marseilles), aku sangat ingin berjumpa lagi denganmu Ara.” kamu menatapku dalam-dalam ketika mengatakan itu.


“Mengapa kamu ingin berjumpa denganku, Mas?”
“Sama seperti halnya mengapa kamu juga ingin berjumpa denganku Ara.”
Dan kita pun tertawa berdua di tengah hembusan angin di Taman Musium Louvre – Paris.

Semua hariku terasa indah denganmu Mas Nata
. (Bersambung)

1 comment:

Anonymous said...

Tia..
bolehkan saya sebut begitu saja...?!
saya suka alur ceritamu yang dapat dicerna dan mudah dibayangkan, seolah2 membuat pikiran saya kembali ke tempat itu..namun saya lebih suka bila sesekali juga menceritakan suasana budaya indonesia biar saya bisa juga membayangkan hangatnya pantai atau permainya bukit di tanah air dan harumnya teh serta buah2an hmm... ;)

satu lagi mengapa tak membuat sendiri blog cerpen khusus Prahara alias ara ini saja? terus terang daya hayal saya suka stuck di wajah Tia sebagai ara dan kang pepih sebagai mas nata, maaf ini mengganggu banget :p :D
salam dari penggemarmu.