Monday, September 29, 2008

Catatan (66): Selamat Berlebaran


Mudik dan Maaf Lahir Batin

DENGAN kursi roda yang dikayuh tangannya, Sukamto (55), seorang penyandang cacat, mudik ke kampung halamannya di Ponorogo. Ia mengayuh kursi roda dengan kekuatan kedua lengannya dari Surabaya. Keinginannya pulang kampung tidak terbendung. Sudah bertahun-tahun dia tidak mudik, menengok kerabatnya.

Itu tulisan yang saya baca di harian Kompas hari ini. Sementara ribuan pemudik pengendara sepeda motor berkumpul di satu titik, Sunter Jakarta, untuk sama-sama menuju beberapa titik lainnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada juga rombongan pemudik menggunakan bajaj, kendaraan roda tiga. Satu keluarga, dengan lima nyawa di dalam satu bajaj, mencoba meraih cita-cita mulia, bersilaturahmi dengan kerabat di kampung halaman. 

Tetapi yang saya dengar dan lihat di televisi, seorang suami harus kehilangan anak dan istrinya untuk selamanya setelah kecelakaan tragis menimpanya, padahal sisa jarak yang harus mereka tempuh tinggal 25 kilometer lagi untuk sampai di Cirebon setelah berjuang di jalanan yang panas dari Jakarta. Tragis.

Jutaan warga muslim lainnya berjuang susah payah berjejal-jejal di kereta api kelas ekonomi dan bus-bus umum menuju tanah Jawa. Drama tahunan yang terus berulang, kerumunan orang di terminal bus dan stasiun keretaapi, selalu terjadi. Drama manusia berebut agar biasa masuk ke dalam keretaapi, seperti yang tampak dalam foto di atas (sumber: Kompas), menjadi ritual tahunan yang kadang terasa memilukan. Jutaan orang yang berpindah sementara dari Jakarta menuju kota dan desa-desa lainnya di luar Jakarta itu hanya punya satu tujuan mudik: silaturahmi. 

Bayangkan, silaturahmi yang mulia itu kadang harus dilakukan dengan bertaruh nyawa  di jalanan yang panas dan ganas. Tidak peduli kesulitan menghadang di setiap ruas jalan, asalkan jiwa dan raga bisa fitri dan bersih kembali tanpa cela terhadap sasama dan sanak saudara. Kadang urusan nyawa diserahkan saja pada Sang Empunya sekaligus Sang Pemberi, asalkan hati bisa kembali fitri.

Maka, tidak ada salahnya dalam kesempatan ini saya mengucapkan "Selamat berlebaran, mohon maaf lahir dan batin...."   

2 comments:

Anonymous said...

Indahnya masih memiliki tradisi mudik...:)

Maafin lahir batin yang kang..selamat berlebaran

Pepih Nugraha said...

Ya Mas, saya memanfaatkan mudik ini sebagai refreshing jiwa biar kembali ke titik nol, seperti kata iklan Pertamina itu. Ada benarnya ya!