Thursday, August 21, 2008

Berbagi Pengalaman Menulis (71)

Menanti Klimaks

RABU, 20 Agustus 2008 malam, saya hadir di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) untuk menyaksikan soprano Aning Katamsi Asmoro dan tenor Christopher Abimanyu mengalunkan suara emas mereka. Saya tidak bermaksud menulis atau bahkan membuat berita. Akan tetapi karena tidak ada satu pun wartawan Kompas.com yang hadir saat itu, saya merasa terpanggil untuk menulis ulasannya, yang bisa Anda baca di sini. Saya menulis malam itu juga, seusai pertunjukkan mereka.

Terus-terang, seorang jurnalis bisa terhanyut kala menikmati alunan sopran dan tenor Indonesia itu, plus iringan denting piano klasik yang membuai. Tetapi saya tetap "terjaga", tidak terlalu hanyut, dan siap menangkap "gejala aneh" yang mungkin terjadi pada tengah-tengah atau di akhir pertunjukkan. Saya tidak terlalu lama menunggu, sebab "gejala aneh" itu justru muncul di tengah pertunjukkan. Saya tidak harus menunggu klimaks!

Apa gerangan "gejala aneh" yang berhasil saya tangkap itu? Anda bisa membacanya di bawah ini, ditambah foto Aning yang sedang dipeluk ayahandanya, Amoroso Katamsi, yang saya ambil usai pertunjukkan dengan  menggunakan ponsel kamera. Inilah tulisannya:

Dan, Suara Aning Pun Tercekat

Kemana kau pergi sunyilah malamku
Tak bisa kutahu kemana cintamu…

Tiba-tiba suara soprano Aning Katamsi Asmoro tercekat, seakan-akan tak kuasa melanjutkan syair berikutnya… Malam kutidur dalam diri… indahnya tiada arti. Aning tampak mengusap air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Penonton yang terduduk rapi di ruang utama Bentara Budaya Jakarta, Rabu (20/8) malam pun semakin terpaku dalam diam, menanti apa yang selanjutnya akan terjadi.

Akan tetapi, Aning melanjutkan lagu “Elegie” gubahan FX Soetopo itu sampai akhir… Alangkah jauhnya hari, alangkah jauhnya hari. Ada apa gerangan, Aning?

Jawaban dari pertanyaan itu baru diketahui saat Konser Musik Tiga Komposer itu berakhir. “Maaf saya tadi terlalu terhanyut, saya terkenang mendiang Ibu,” kata Aning meminta maaf kepada khalayak penonton yang memberi applause setiap kali Aning dan juga penyani tenor Christopher Abimanyu usai melantunkan lagu-lagu tiga komponis besar yang mereka berdua bawakan.

Aning yang lahir di Cilacap 3 Juni 1969 ini adalah anak Pranawengrum Katamsi, penyanyi seriosa kenamaan yang kini telah tiada. Lagu “Elegie” seperti diakuinya kemudian mau tidak mau mengingatkan ibundanya yang telah mewariskan bakat seni kepada dirinya. Ibundanya itulah yang mengajarkan vokal untuk pertama kalinya kepada Aning.

Pada malam itu bersama Christopher Abimanyu, penyanyi tenor kelahiran Bandung tahun 1970 yang sangat konsisten menyanyikan lagu-lagu klasik, Aning tampil sempurna membawakan 24 lagu klasik gubahan Binsar Sitompul (1923-1991), Mochtar Embut (1934-1973), dan FX Soetopo (1937-2006), secara bergantian. Kalaupun ada suara yang tercekat, itu karena kenangan akan ibunya meski tidak mengganggi suaranya yang mengalir bening. Aning dan Christopher malam itu diiring alunan piano yang dimainkan Ratna Arumsari Ansyar.

Aning sering tampil dalam resital tunggal, bekerja sama dengan berbagai orkestra di tanah air seperti Orkes Simfoni Jakarta, Twilite Orchestra, Nusantara Symphony Orchestra dan Jakarta Chamber Orchestra. Sebagai solis sopran, Aning pernah membawakan sejumlah komposisi antara lain “Stabat Mater” (Pergolesi), “Requem” (Mozart), dan “Dixit Domingus” (Handel).

Sedangkan Christopher mulai belajar vokal saat berusia 15 tahun pada penyanyi tenor kenamaan Sudaryanto, Marijke ten Kate dan Avip Priatna. Christopher pernah membuat album seriosa Indonesia “Sebutir Mutiara” bersama Ine Lopulisa. Bersama pianis Iswargia Sudarno, ia pernah tampil dalam Art Song Series yang menampilkan siklus “Die Schone Mullerin” karya F. Schubert. (PEPIH NUGRAHA)

No comments: