Friday, August 08, 2008

Catatan (59): Tentang Harmoko (2)

Menulis Tanpa Disetir

SENIN, 25 November 1996, saya berada di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, yang dulu masih bernama Ujungpandang. Sebagai wartawan "kemarin sore" di bidang liputan politik, saya berupaya membuka mata dan telinga terhadap kejadian, gejala, dan bahkan pernyataan apapun, tanpa berpretensi melebih-lebihkan (bombastis). Keberadaan saya di Kota Anging Mammiri itu atas ajakan Golkar yang saat itu diketuai Harmoko.

Sudah lumrah terjadi saat itu, kemanapun Harmoko pergi, rombongan wartawan menyertainya. Sebagai jurnalis, saya berupaya membuka mata dan telinga saat Harmoko berpidato di Stadion Mato Anging, di depan para kader partai dalam acara yang dikemas sebagai "Temu Kader" itu. Nah, dalam pidatonya itulah saya "menangkap" pernyataan politis yang amat menarik jika deletakkan pada konteks waktu saat itu, saat Soeharto berkuasa penuh, yakni saat Harmoko menyatakan bahwa Golkar bisa menang 100 persen!

Tentu saja ini pernyataan yang menarik, yang barangkali luput dari pendengaran wartawan lainnya yang juga menyertai Harmoko seperti Antara, Suara Karya, Pelita, Merdeka, dan media massa lainnya yang saya lupa mengingatnya satu persatu. Saya lantas berlari ke Biro Kompas (kelak lima tahun kemudian saya bertugas sebagai Kepala Biro di kota ini), mengetik berita dan mengirimkannya ke Jakarta menggunakan modem FTP. Saat itu Reny Sri Ayu yang dulu masih berinisial "rr" dan Buyung Wijayakusuma (Boy), juga ikut meliput sehingga inisial mereka pun masuk karena memberi konstribusi masing-masing.

Saya tidak menyangka, bahwa berita yang saya sertakan di bawah ini, yang dimuat pada keesokan harinya, 26 November 2006, membuat marah Harmoko. Mengapa Harmoko marah besar sehingga memanggil saya secara khusus saat saya berada di Kota Malang? Jawaban singkatnya tidak lain: saya tidak mau disetir dan diarah-arahkan dalam menulis berita! Saya tahu apa arti kebebasan menulis bahkan itu di era Soeharto!Sebelum bercerita lebih jauh, kita ikuti berita yang membuat Harmoko marah itu di bawah ini:

Harmoko:
Kalau Mau, Sebenarnya Golkar Bisa Menangkan 100 Persen

Ujungpandang, Kompas
Ketua Umum DPP Golkar Harmoko mengemukakan, kalau mau, sebenarnya Golkar bisa memenangkan pemilu dengan 100 persen suara. Namun kalau hal itu sampai terjadi, berarti partai politik tidak kebagian suara.

Hal itu dikemukakan Ketua Umum DPP Golkar Harmoko di depan sekitar puluhan ribu massa Golkar yang memadati Stadion Mattoangin, Senin (25/11) malam.

Massa Golkar yang datang dari berbagai penjuru kota Ujungpandang bahkan daerah-daerah kabupaten di Sulsel, berkumpul dalam acara temu kader yang dirangkaikan dengan Resepsi HUT Golkar ke-32. Turut hadir dalam acara tersebut, Gubernur Sulsel HZB Palaguna, Wali Kotamadya Ujungpandang H Malik B Masry, Ketua DPD Tingkat I Golkar H Amin Syam, Fadel Muhammad, Marwah Daud Ibrahim, Tanri Abeng serta unsur Muspida Tingkat I dan II, serta kader-kader Golkar lainnya.

Harmoko mengaku cukup puas melihat masyarakat Sulsel bukanlah orang-orang yang buta politik. "Masyarakat Sulsel ternyata melek politik. Banyaknya massa Golkar di daerah ini satu bukti bahwa masyarakat Sulsel tidak buta politik. Tahun 1997 ini diharapkan dari keseluruhan wajib pilih di Sulsel, 90,34 persen diantaranya adalah warga Golkar," ujar Harmoko.

Ditambahkan Harmoko, "Sebenarnya kalau mau, Golkar bisa menang 100 persen suara. Tapi kalau itu sampai terjadi berarti parpol tidak kebagian suara."

Dikatakan, sebagai salah satu organisasi politik yang cukup besar, Golkar selalu ingin berkarya dan berbuat yang terbaik bagi warganya. Hal itu mengingat bahwa Golkar ingin memenangkan mayoritas tunggal.

Golput

Dalam kesempatan itu, Harmoko juga mengemukakan, Pancasila tidak mengenal apa yang disebut Golongan Putih (Golput). Kalau ada orang yang menjadikan Golput sebagai salah satu alternatif pilihan berarti orang tersebut adalah orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak memikirkan masa depannya.

"Saya tahu, ada segelintir orang-orang yang Golput. Tolong dicatat bahwa orang seperti itu adalah orang yang tidak bertanggung jawab, sebab tidak memikirkan masa depannya dan masa depan bangsanya. Mereka adalah orang-orang yang buta politik dan tidak mau menggunakan haknya, walaupun Golput itu tidak ada sanksinya, namun falsafah Pancasila tidak Golput. Karena itu saya berharap warga Golkar mau mengajak orang lain untuk ikut memilih," katanya. (PEP)

SAYA sama sekali tidak menyangka kalau berita yang saya tulis secara jujur ini membuat Harmoko marah. Benar-benar marah. Judul dan lead  bisa saja dipoles editor politik saat itu, yakni James Luhulima atau wakil editor Myrna Ratna. Tetapi pesan yang disampaikan Harmoko di Makassar itu persis seperti yang saya tulis. (Bersambung)

No comments: