Sekecil Apapun, Pasti Bermanfaat
Akhir Oktober 2006 lalu, beberapa hari setetelah lebaran , saya bertemu beberapa orang geolog di Museum Geologi, Bandung. Satu di antaranya adalah Bunyamin. Pertemuan dengannya tidak sengaja, setelah diperkenalkan oleh tuan rumah. Barulah kemudian saya tahu, dia adalah salah satu pecatur Bandung bergelar Master Nasional tetapi sudah tidak aktif lagi bermain catur.
“Sekarang saya hanya mengajar dan melatih catur kepada anak-anak di sela-sela kesibukan saya bekerja,” kata Bunbun, demikian ia biasa dipanggil, saat bicara kegiatan caturnya.
Berbicara catur dengannya serba nyambung, maklum tingkatannya sudah master nasional, meski sudah tidak aktif bertanding lagi. Saya pribadi selalu menyimpan kekaguman dengan para pecatur yang memiliki pikiran canggih itu. Membandingkan dengan diri sendiri, pastilah Master Percasi pun saya tidak sampai. Hanya karena suka baca dan menulis saja saya mengakrabi catur.
Satu hal yang membuat saya terpana adalah penjelasannya di sela-sela ngobrol bertemankan teh hangat. Katanya, “Saya selalu mengkliping tulisan catur Kang Pepih di Kompas.”
Ah yang benar saja, pasti Kang Bunbun ngabojeg (humor). “Setelah saya kliping dengan rapi, saya tempelkan di kelas catur saya biar anak-anak membacanya juga, siapa tahu menjadi inspirasi bagi mereka,” katanya lagi. Alangkah terharu saya mendengarnya!
Saya tidak menyangka sedikitpun bahwa tulisan catur yang entah sudah berapa ratus saya bikin itu ternyata bisa sangat bermanfaat buat sebagian pembaca, tepatnya buat pembaca yang khusus, seperti komunitas catur itu. Soalnya saya pernah “diingatkan” oleh seorang rekan wartawan untuk segera beralih ke menulis hal lain selain catur. “Tulisan catur itu tidak ada yang baca, tidak bergengsi lagi,” pesannya.
Saya tahu dia memang wartawan hebat yang selau menulis analisis ekonomi atau bahkan ekonomi internasional. Apa yang dia katakan bahwa saya harus menulis hal lain selain catur, ada benarnya. Mungkin agar pikiran saya lebih terbuka. Tetapi, bukansaya saya sudah menulis berbagai hal lain itu?
Saya kira kritikan itu konstruktif. Tetapi saya bertekad tetap tidak meninggalkan kegemaran saya, menulis tentang catur. Apa saja, apakah itu analisis, suatu turnamen atau dwitarung antarmanusia atau manusia lawan komputer, sampai ke biografi para pecatur ternama tingkat nasional maupun internasional.
Belum lagi saya selesai mencerna pikiran saya yang mengembara kemana-mana, Bunbun melanjutkan, “Terakhir saya kliping dan tempelkan artikel Akang tentang Parimarjan Negi, pecatur India yang sedang menanjak.”
Segera saya teringat tentang biografi Parimarjan Negi yang saya tulis di Kompas, 27 September 2006 halaman 16.
Barangkali yang ingin saya katakan di sini, saya tidak semata-mata menulis tentang Parimarjan, tetapi bagaimana menghadirkan tulisan itu. Selain menggunakan bahan-bahan sumber kedua dari buku maupun penelusuran internet, mempelajari gaya permainannya, juga saya ingin mendapatkan informasi langsung dari yang berangkutan.
Saya menemukan alamat Parimarjan Negi di situs resmi FIDE. Informasi di situs itu juga mencantumkan nomor telepon rumah orangtua Parimarjan di New Delhi. Saya minta bantuan operator Kompas karana ini masalah profesionalisme, masalah kerjaan. Tidak berapa lama telepon bersambung. Tetapi yang mengangkat seorang perempuan dalam bahasa Hindi. Wah, mana mengerti saya bahasa itu kecuali beberapa kata seperti “Nehi” (tidak), “Tum haare” (kamu adalah), atau “Acah” (jangan).
Karena ponsel ayah Parimarjan tidak aktif, maka saya mengirim imel kepadanya agar bisa mendapat akses berbicara langsung, setidak-tidaknya, berkirim daftar pertanyaan untuk dijawab di imel. Di luar dugaan, ayah Parimarjan sangat responsif. Dia memberi alamat anaknya itu. Mulailah saya menyusun daftar pertanyaan yang saya perlukan untuk menulis tentangnya dan mengirimkannya segera kepada Parimarjan Negi. Tentu saja dalam bahasa yang sedikit saya kuasai, Inggris. Tidak berapa lama kemudian, saya mendapat jawaban langsung Parimarjan Negi.
Sekarang saya boleh berbangga diri, saya bisa mengutip pernyataannya langsung dari mulutnya sendiri, tidak lagi dari sumber kedua atau ketiga. Terima kasih teknologi!
Sahabat dapat mengikuti tulisan saya di http://www.kompas.com/kompas-cetak/0609/27/Sosok/2967237.htm7/Sosok/2967237.htm , atau langsung membacanya di bawah ini…
Parimarjan Negi, Ikon Baru India
PEPIH NUGRAHA
Menelepon langsung ke rumah orangtuanya di New Delhi, jawaban yang diberikan dalam bahasa Hindi. Mencoba mengontak melalui nomor telepon ayahnya, tidak berbalas. Jawaban baru diberikan saat kami berkirim pesan melalui surat elektronik dua minggu lalu.
"Oke, saya segera sampaikan keinginan Anda kepada anak saya untuk wawancara. Kirim pertanyaan dan tunggu jawabannya segera!" kata JB Singh, ayah bintang baru yang sedang bersinar cemerlang, Parimarjan Negi. Siapakah Parimarjan Negi?
Dia adalah grand master (GM) catur termuda dunia dan juga termuda sepanjang sejarah catur India, memecahkan rekor pendahulunya di India: Viswana- than Anand dan Pendyala Harikrishna. Di tingkat dunia, Negi memecahkan rekor yang dipegang anak jenius Norwegia, Magnus Carlsen.
Jika Carlsen menjadi GM pada usia 13 tahun 147 hari, rekor ini dipecahkan Negi dengan selisih lima hari, yakni 13 tahun 142 hari. Pemecah rekor GM termuda sepanjang sejarah memang masih dipegang Sergey Karjakin, yang meraihnya pada usia 12 tahun 7 bulan. Akan tetapi, kini "anak ajaib" Ukraina itu sudah berusia 16,5 tahun.
Hebatnya lagi, norma GM pertama sampai ketiga dia raih dalam waktu enam bulan, terhitung sejak Januari tahun ini sampai 1 Juli lalu saat ia dikukuhkan sebagai GM penuh. Tidak ada satu pecatur elite pun yang menandingi pencapaian rekor tercepat ini sebelumnya, bahkan mantan juara dunia Garry Kasparov sekalipun.
"Anaknya benar-benar mengasyikkan," kata Anand, peringkat dua dunia mengomentari permainan Negi yang penuh perhitungan mendalam. "Untuk remaja seusianya, ia sangat mengesankan. Sangat berbakat," ujar Anand, seperti ditulis Rakesh Rao dalam koran internet tssonnet.com.
Berbicara prestasi siswa kelas delapan New Delhi’s Amity International School itu mau tidak mau harus menyebut prestasi pecatur pendahulunya seperti Anand, Harikrishna, dan Koneru Humpy.
Negi memegang norma GM pertama yang diraih di Turnamen Hastings, Januari 2006, saat berusia 12 tahun 330 hari, menghapus rekor lama yang dipegang pecatur perempuan terkuat India, Humpy, saat berusia 14 tahun 84 hari.
Negi menyamai rekor Anand dalam pencapaian dua kali norma GM berturut-turut dalam bulan yang sama. Negi melakukannya saat meraih norma GM pertama dan keduanya Januari 2006, Anand meraih norma GM kedua dan ketiganya Desember 1987.
Di negaranya, Negi memecahkan rekor Harikrishna yang menjadi GM termuda India pada usia 15 tahun 99 hari, Agustus 2001. Padahal, Harikrishna adalah pemecah rekor GM catur termuda India atas nama Anand yang meraihnya pada usia 18 tahun, tahun 1987.
Dipersiapkan
Lahir 9 Februari 1993 dari pasangan JB Singh dan Paridhi, Negi adalah pecatur yang dipersiapkan. Ia digembleng oleh pelatih bekas negara Uni Soviet, seperti Elizbar Ubilava, Alexander Goloshchapov, Evgeny Vladimirov, dan Ruslan Sherbakov. Sebelumnya, ia digembleng pelatih India, GB Joshi dan Vishal Sareen. "Saya juga pernah bekerja sama dengan Nigel Short," tutur Negi menyebut nama pecatur Inggris.
Negi yang gemar membaca, ke mana-mana membawa laptop berisi tiga juta partai dari para pecatur legendaris dunia. Ia siap menganalisis ratusan posisi setiap saat, termasuk berselancar di internet mengikuti partai-partai baru berbagai turnamen. Bank data caturnya membuat jurang antara pecatur kawakan dengan pecatur muda semakin menyempit.
Beruntung Negi mendapat kelonggaran dari sekolahnya untuk mengikuti berbagai turnamen, baik di dalam maupun luar negeri, dan mengejar ketinggalan pelajarannya dengan mendatangkan guru privat dan meminjam catatan pelajaran dari teman. Semua biaya mengikuti turnamen ditanggung sponsor, perusahaan raksasa Tata, dan Air India. Juga sokongan dari kepala bursa efek India, Damodaran, yang gila catur.
Kejeniusan Negi ditemukan pelatih pertamanya, JB Joshi. Namun, Joshi "menyerah" karena ilmu anak didiknya terlalu maju dan menyerahkan kepelatihan kepada Vladimirov, pelatih bertangan dingin.
"Parimarjan memiliki seluruh persyaratan menjadi pecatur top dunia: bakat besar, kemampuan bekerja yang baik, dan minat sangat besar. Sering orangtuanya memanggilnya agar berhenti dulu berlatih untuk makan malam, tetapi Parimarjan selalu menjawab, ’Satu posisi lagi, please’," kenang pelatih lainnya, Sherbakov.
Fanatik masakan ibu
Uniknya, kedua orangtuanya tidak bisa bermain catur. Saat Negi berusia 4,5 tahun, teman ayahnya, Dr Vinayak Rao, memperkenalkan permainan adu pikir ini. "Sejujurnya saya tidak menyukai permainan apa pun," kata sang ayah, JB Singh.
Saat mengikuti Negi bertanding di Jerman, sang Ibu, Paridhi, mengungkapkan kepada wartawan setempat bahwa Dr Rao menghadiahi anaknya papan catur.
Selain berlatih fisik, pengagum Kasparov dan Anand ini berlatih yoga dan lari, serta berlatih catur selama empat jam sampai enam jam setiap hari. Ia fanatik pada masakan ibunya, khususnya ayam dan nasi tanak.
Dalam surat elektroniknya, Negi mengaku sangat suka membaca. Ia membaca seluruh novel Harry Potter karangan JK Rowling, Lord of the Rings karangan JRR Tolkien, bahkan Da Vinci Code karangan Dan Brown. Menjawab pertanyaan tentang pencapaian prestasinya, Negi mengaku puas. "Namun saya paham, jalan panjang masih membentang di depan," ungkapnya.
Jalan panjang itu tidak lain adalah jalan menuju juara dunia.
Pepih Nugraha
Jakarta, 20 Novermber 2006
Monday, November 20, 2006
Berbagi Pengalaman Menulis (15)
Diposting oleh Pepih Nugraha di 7:13 PM
Label: Berbagi Pengalaman Menulis, Catur, Parimarjan Negi, Sosok
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment