Monday, November 27, 2006

Catatan (12): Lupa Kok Serentak!


Mulai Menua?

Getting older alias mulai menua. Itu yang terlintas di benak ketika hari ini aku lupa akan dua hal yang sangat krusial, paling tidak, penting untuk keperluan hidup di kota besar Jakarta, khususnya dalam pekerjaan. Anehnya, ketika aku teringat telah lupa dua hal itu, aku langsung mengerjakannya.

Pertama, aku tersadar bahwa STNK sudah habis sejak 16 September 2006 lalu dan baru tersadar ketika aku lupa hal kedua, bahwa paspor akan segera berakhir Desember mendatang. Bayangkan kalau aku kena tilang polisi dan menunjukkan STNK yang sudah habis masa berlakunya. Wah, pasti malu, meski sebagai jurnalis aku selalu lolos dari jerat tilang dengan satu kalimat jitu, minta maaf!

Hal kedua soal paspor, itupun baru tersadar kalau kantor menanyakan apakah pasporku masih berlaku atau tidak. Aku tahu, ini pertanda aku akan diberi tugas liputan ke luar negeri dalam waktu dekat, bahkan mungkin pekan depan. Kukatakan masih berlaku, sebab pasporku habis Desember 2006 nanti. Celakanya aku lupa, bahwa enam bulan sebelum paspor habis kedutaan manapun tidak akan mengeluarkan visa!

Urusan paspor, aku langsung ke Kantor Imigrasi Jakarta Selatan dengan minta bantuan Ali Murtadho, petugas khusus kantor yang mengurusi paspor karyawan Kompas. Sedang untuk STNK, aku meminta bantuan Kang Aan, juga petugas khusus yang menangani STNK.

Terus terang, belum pernah aku lupa dua hal yang sangat penting dalam menjalani kehidupan di Jakarta ini. Lantas kuperiksa KTP, SIM dan kartu keluarga. Alhamdulillah tiga-tiganya masih berlaku. KTP, SIM dan kartu keluarga masih berlaku sampai Desember 2009. Masih tiga tahun lagi.

Aku pernah bertugas ke Bosnia dan Kroasia selama kurang lebih sebulan. Di sana aku mendengar langsung rakyat Bosnia betapa serdadu Serbia selain memperkosa perempuan Bosnia agar anak-anak yang dilahirkan kelak tidak lagi jelas etnisnya, juga menghancurkan seluruh identitas penting setiap warga. Sedemikian dahsyatnya penghancuran itu sehingga seseorang mau membuktikan namanya "Sulayman"-pun, sulitnya minta ampun ketika orang-orang yang dikenalnya sudah mati terbunuh.

Bagaimana diriku bisa memperkenalkan nama "Pepih Nugraha", misalnya, kalau seluruh identitasku dihancurkan tanpa ampun; mulai KTP, STNK, SIM, kartu keluarga, ijazah, surat hak milik tanah, surat hak guna pakai bangunan, sertifikat (akte) kelahiran, paspor, dan lain-lain keterangan dihancurkan secara sistematis? Bagaimana aku akan mengaku anakku sendiri ketika kartu keluarga dihancurkan? Itulah yang terjadi pada "Sulayman" dan kawan-kawan muslim Bosnia dan Kroasia lainnya saat dirinya sudah tidak punya keterangan apa-apa. Setiap individu menjadi asing satu sama lain, bahkan asing dengan dirinya sendiri!

Ingin kukatakan, betapa pentingnya selembar keterangan. Indonesia, dan negeri manapun di dunia ini, banyak menyandarkan data-data penduduknya pada sebuah catatan sipil yang bisa berbentuk selembar kertas belaka. Di Jakarta, sering terjadi operasi yustisi untuk menangkap warga yang tidak ber-KTP Jakarta. Kalau ketahuan, mereka dipaksa dipulangkan ke daerah asal. Betapa penting selembar KTP DKI itu, bukan?

Bagi mereka yang tidak punya ijazah S1 atau S2, jangan harap bisa diterima menjadi PNS atau pegawai swasta sehebat apapun orang itu. Tidak heran, di kota-kota besar, deposit box di bank-bank menjadi langganan warga "melek keterangan" untuk menyimpan lembaran-lembaran berharganya itu. Bukan hanya uang dan logam mulia yang disimpan, tetapi surat-surat juga. Jadi, jangan abaikan secarik lembaran kertas sakti itu!

Kembali ke soal lupa tadi. Di kaca toilet kantor, aku bercermin dan memandang uban yang sudah menjelajah kepala kemana-mana. Wajah sudah tampak menua dan lelah, meski sisa-sisa kejayaan masa lalu masih samar terpahat. Tidak ada seorangpun yang mampu melawan kuasa waktu. Lupa untuk hal-hal besar dan penting adalah indikasinya. Bahwa, usia 42 memang tidak bisa main-main lagi.

Memang orang bilang life begins at forty, artinya aku baru "dua" tahun menikmati hidup. Tetapi sayangnya senandung Beatles dengan lagu "When I'm Sixty Four" terlampau kuat membahana di rongga kepala, terngiang-ngiang di telinga. When I get older losing my hair, many years from now... You may older too...

Pepih Nugraha
Jakarta, 27 November 2006

No comments: