Monday, September 03, 2007

Ciziten Journalism(8)



Dwi "Panji Koming" Koendoro



SERING kantor tempat saya bekerja, Lantai III Gedung Kompas di Jalan Palmerah Selatan 26-28 Jakarta, kedatangan orang-orang ternama, setidak-tidaknya dikenal orang banyak. Baik karena sosoknya yang memang familiar maupun karya-karyanya. Baik itu pejabat, artis, sampai seniman.



Beberapa waktu lalu saat saya bekerja, Dwi Koendoro muncul ke “wilayah” desk Politik Kompas yang bertetangga dengan desk dimana saya sekarang bekerja, desk multimedia. Pria yang tidak bisa dibilang muda ini menyapa rekan-rekan yang dikenalnya seperti Agus Hermawan dan Fitrisia. Saya memperkenalkan diri karena dia tidak mengenal saya.



Siapa Dwi Koendoro? Dia adalah “Bapak” dari tokoh kartun Panji Koming yang biasa muncul setiap hari Minggu di Kompas Minggu. Tokoh Panjing Koming mulai muncul di Kompas Minggu 14 Oktober 1979. Jadi sudah hampir 30 tahun usianya. “Koming” bisa berarti “Kompas Minggu”, tetapi Koming bisa berarti pula “bingung” (confuse) atau bahkan “gila” (crazy) dalam khazanah Jawa.



Setting yang dipakai memang suasana Kerajaan Majapahit dulu, yang menghadirkan peristiwa masa kini. Tokoh lama, tetapi peristiwanya mutahir, begitulah kira-kira. Dari beberapa literatur, tokoh Panjing Koming ini lahir atas saran kartunis legendaris, GM Sudharta.



Panji Koming digambarkan sebagai seorang pemuda kelas menengah bawah dengan karakter lugu dan peragu. Pacarnya bernama Ni Woro Ciblon yang cantik, pendiam dan sabar. Panji Koming juga punya sahabat setia, Pailul, yang konyol namun lebih terbuka dan berani bertindak. Pailul punya kekasih, namanya Ni Dyah Gembili, perempuan yang -maaf- bertubuh gemuk dan selalu bicara terus terang.



Ada pula tokoh protagonis yang sering disebut "Mbah", yakni seorang ahli nujum yang sering ditanya soal spiritual dan seekor anjing yang dijuluki "Kirik". Tidak lupa pula, tokoh antagonis yang sering jadi objek lelucon, yakni seorang birokrat gila jabatan bernama Denmas Arya Kendor.



Dwi Koen, demikian ia biasa dipanggil, bernama lengkap Dwi Koendoro Brotoatmodjo. Ia lahir di Banjar, Jawa Barat, 13 Mei 1941 dan menempuh pendidikan di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta.
Sekarang usianya 66 tahun jalan. Sudah cukup sepuh, namun selalu tampak segar. Terakhir saya bertemu dengan Dwi Koen, Minggu malam, 2 September 2007, saat menghadiri pernikahan putri rekan saya, wartawan senior Indrawan Sasongko yang kini sudah pensiun.



Waktu datang ke Kompas, saya minta izin untuk memotretnya. Fitrisia yang biasa disapa Mbak Poppy, lalu bergabung. Jadilah foto yang bisa sahabat lihat di atas ini.






No comments: