Tuesday, May 15, 2007

Berbagi Pengalaman Menulis (21)



Merekam Suasana




KETIKA kita tidak dapat memotret detail suasana rumah Farid Firman Syah, juara dunia catur KU 15, saya tidak harus kecewa. Bagaimanapun, tulisan itu harus jadi. Jangan hanya terhenti hanya karena kita tidak bisa merekam suasana rumahnya yang dianggap dramatis, kontras, karena Farid anak seorang tukang rokok.


Kita juga tidak bisa memaksakan diri kalau sumber kita, yakni Farid dan keluarganya, hanya bisa bertemu hari Kamis (10/5) di Kantor PB Percasi di Senayan, Jakarta, sebelum ia bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana.


Sejujurnya, saya tidak tahu kalau Farid diundang Presiden dan Wapres untuk makan siang di Istana, dua jam sebelum wawancara dengan saya dimulai. Itupun saya tahu saat wawancara sedang berlangsung. Mulailah insting saya menangkap "sesuatu" yang bisa saya kembangkan sebagai awal sebuah tulisan. Tidak harus menunggu lama, saya langsung bertanya kepada Farid, "Apa pendapatmu mengenai Presiden SBY?" Maka, keluarlah jawabanya yang lugu dan apa adanya, yang kemudian saya jadikan awal tulisan untuk rubrik Sosok di Kompas.


Selagi saya mewawancarainya, saya tangkap suasana Kantor PB Percasi itu. Ada orang-orang Percasi, ada staf Humas Percasi MN Sebastian Simanjuntak, ada pelatih catur yang bergelar master nasional, ada Amaroh ibunda Farid, ada Abrori ayahanda Farid, dan Faria Desi Arianda adik Farid. Tentu saja saya tahu nama-nama mereka setelah saya bertanya langsung kepada Farid siapa mereka.


Tulisan saya pasti tidak hanya berisi wawancara Farid semata yang membuat tulisan menjadi kering dan tidak menggairahkan, tetapi semua yang melintas dalam pikiran saya. Saya rekam semua aktivitas mereka dalam ingatan saya, dalam coretan di notes saya, dan saya sudah punya rancangan kasar penulisan sebelum wawancara usai!


Bagaimana kemudian jadinya tulisan itu, sahabat bisa membacanya di bawah ini, sebuah tulisan sosok yang dimuat Kompas, Senin (14/5). Tulisan untuk blog ini dilengkapi foto karya kawan saya, Humas PB Percasi Kristianus Liem. Sahabat juga bisa membacanya di alamat: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0705/14/Sosok/3527793.htm




Anak Pecatur Lapak yang Menjadi Juara Dunia

PEPIH NUGRAHA


"Saya suka Pak SBY karena dia gagah." Itu penilaian Farid mengenai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Nama lengkapnya Farid Firman Syah. Dialah juara dunia catur pelajar kelompok usia 15 di Halkidiki, Yunani.



Kami menemuinya, Kamis (10/5) di Kantor PB Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) Senayan, Jakarta, satu jam sebelum ia ke Istana. Bertemu orang nomor satu di negeri ini menjadi kebanggaan sebagian orang, termasuk Farid, siswa kelas II SMP PGRI Rawalumbu Bekasi.



"Mimpi pun tidak bakal bertemu Pak SBY, saya cuma melihatnya dari teve," katanya. Saat itu Farid mengenakan kemeja putih lengan panjang dengan celana jins. Mata kanannya agak merah. Kena angin, katanya.



"Mau ketemu Presiden kok pakai jins. Kami belikan dulu celananya," salah seorang pengurus Percasi mengingatkan. Tetapi, ibunda Farid, Amaroh, meminta izin untuk membawa Farid berganti pakaian. "Saya bawakan dia baju resmi dari Bekasi," katanya.



Tak sampai 10 menit, Farid sudah mengenakan setelan jas hitam, siap berangkat ke Kantor Menpora sebelum bersama Menpora Adhyaksa Dault diantar ke Istana. Hari itu sang juara dunia diantar lengkap sang ibu, Amaroh; ayah, Abrori; adik, Faria Desi Arianda; dan pengurus Percasi Bekasi. Mereka makan siang bersama Presiden dan Wakil Presiden.



Farid, yang 26 November 2007 nanti genap berusia 14 tahun, adalah satu dari tiga juara dunia catur yang dimiliki Indonesia. Sebelumnya ada Irwin Irnandi juara dunia kelompok umur (KU) 10 dan Aston Taminsyah juara dunia KU 9. Farid juara dunia catur pelajar KU 15. Memang ada perbedaan dengan Irwin dan Aston yang juara dunia tanpa embel-embel "pelajar".



"Tetapi, meski juara dunia pelajar, lawan-lawan yang dikalahkan Farid di Halkidiki memiliki elo rating tinggi," kata Sebastian Simanjuntak, manajer merangkap pelatih yang menemani Farid ke Halkidiki.



PB Percasi kali ini tak hanya mengirim Farid. Ada Masruri Rahman dan Chelsie Monica Sihite. Rahman mampu menduduki peringkat ketiga di KU 11, di bawah Yuksel Atila Koksel dari Turki dengan 7,5 poin, dan Maxim Lugovskoy dari Rusia dengan 7 poin.



Anak sopir bajaj ini juga mengumpulkan 7 poin, tetapi kalah dalam nilai tie-break yang dihitung berdasarkan hasil head to head, di mana Masruri dikalahkan Maxim pada babak kedua. Satu lagi kekalahan Masruri diderita dari sang juara Koksel.



Masruri juga diundang ke Istana bersama Farid. Dia sempat nyaris ditolak protokol karena mengenakan sandal jepit!



Pecatur lain, Chelsie Monica Sihite, bermain di KU 13 putri dan mampu menduduki peringkat keenam. Chelsie yang asal Balikpapan mencetak 5,5 angka. Di kelompok ini gelar juara disabet Baciu Diana dari Moldova dengan 7,5 poin.



Bagaimana dengan prestasi Farid, bocah yang bergelar master nasional sejak usia 12? Boleh dibilang luar biasa sebab baru dialah yang melakukannya.



Murid Sekolah Catur Utut Adianto (SCUA) itu sudah memastikan diri menjadi juara dunia satu babak sebelum babak terakhir. Ini karena angka yang dia kumpulkan tak mungkin dilampaui peserta lain sekalipun ia kalah pada babak terakhir. Hebatnya, ia justru menggilas musuhnya tanpa ampun di babak terakhir itu.



Simanjuntak menggambarkan bagaimana tercekamnya kubu Indonesia saat harus menghadapi babak delapan. Bila Farid sampai kalah, hapuslah harapannya sebagai juara dunia karena mungkin ia kalah head to head atas saingan terdekatnya, pecatur Yunani. Ini suasana yang menegangkan dan bikin pikiran buyar. "Tetapi saya main plong saja," ungkap Farid.



Alhasil, setelah menyelesaikan semua sembilan babak, Farid unggul satu setengah angka dari peringkat kedua dan ketiga, yaitu Mustafa Yilmaz dari Turki dan Ivan Aldokhin dari Rusia, yang membukukan 7 angka. Ia mencetak delapan kemenangan dan hanya sekali seri. Padahal, di KU 15 tahun ini terdapat 56 pecatur dari 14 negara!



Telat



Farid termasuk telat mengenal catur, yakni saat usia delapan tahun pada tahun 2001. Bandingkan dengan GM Susanto Megaranto yang bermain catur sejak usia lima tahun. Ia baru dimasukkan ayahnya, Abrori, setahun kemudian. Sang ayahlah yang mulai mengajarkan dasar- dasar catur kepadanya.



"Saya ini sekadar pecatur lapak. Tetapi, saat saya mau menyekolahkan Farid di sekolah catur Pak Utut, saya ragu karena gedungnya bagus, bayarannya mahal, Rp 75.000 sebulan. Beruntung saya dapat diskon 10 persen, tetapi itu pun saya harus puasa," kata Abrori, pedagang rokok asal Tegal yang mangkal 24 jam di depan SCUA, Jalan Siliwangi, Bekasi.



Abrori dan istrinya, Amaroh, yang asal Kendal, mendukung sepenuhnya Farid bermain catur. Ia berharap suatu saat anaknya dapat meraih gelar grand master, gelar tertinggi dalam catur. Simanjuntak tak meragukan tekad Farid yang ingin meraih gelar itu. Tetapi, mantan pecatur nasional ini memperkirakan Farid baru bisa meraih gelar terhormat itu empat atau lima tahun lagi. "Ia masih harus dibekali pengetahuan catur yang matang," ujarnya.



Farid berterima kasih kepada kepala sekolahnya, Gaya Sutardi, yang memberikan kompensasi waktu untuk belajar catur. Gemblengan terhadap Farid memang berat. Setiap hari ia harus belajar teori dan praktik bermain catur mulai pukul 09.00 sampai pukul 16.00. Ia, antara lain, dilatih FM Maksum Firdaus, GM Edie Handoko, GM Utut Adianto, dan MN Aji Hartono. Simanjuntak yang juga melatihnya berkomentar, "Farid punya talenta luar biasa, mungkin akan seperti Susanto."



Susanto Megaranto adalah pecatur idola Farid, selain Utut. Bahkan, ia mengaku motivasinya ingin menjadi pecatur sehebat Susanto. "Ia (Susanto) punya mobil dan rumah dari main catur. Kalau saya ingin membantu orangtua," katanya.



Tentang membantu orangtua, Farid mungkin telah melakukannya. Saat pertama kali bermain di luar negeri, yakni Thailand, dan meraih medali perak kejuaraan beregu ASEAN, Wali Kota Bekasi Akhmad Zurfaih menghadiahinya Rp 10 juta. Menurut Abrori, uang itu ia belikan laptop yang oleh Kristianus Liem dari PB Percasi diisi berbagai program dan database catur. "Setelah punya laptop, kemajuan anak saya meningkat pesat," tutur Abrori.



Atas prestasinya menjadi juara dunia, saat diundang ke Istana, Presiden memberi Farid uang Rp 25 juta, plus dari Wapres Rp 10 juta. Oleh PB Percasi, Farid diproyeksikan meraih grand master. Ia, misalnya, akan menjalani delapan turnamen di Eropa pada Juni-Juli mendatang.


Soal target tersebut, Farid berkomentar, "Insya Allah saya bisa."

3 comments:

Raida said...

farid..kami sangat bangga padamu, tetap selalu rendah hari dan berpretasi yah..gud luckk selalu..

buat masnya..lem kenal yakk..:D

Pepih Nugraha said...

Hai Raida, pesannya akan saya teruskan langsung ke Farid... Salam juga...

Anonymous said...

eh anu Pak, mau tanya... kenapa ya Catur itu masuk ke 'cabang olahraga'? soalnya dibanding olahraga lain kayanya agak beda.

:)