Friday, May 11, 2007

Catatan (17): Profil Farid Firman Syah



Juara Dunia Yang Rendah Hati



KAMIS, 10 Mei kemarin seharusnya saya berada di Semarang, mewakili Harian Kompas untuk bertanding catur melawan GM Utut Adianto. Tentu saja Utut yang akan melakukan simultan, sementara saya hanyalah salah satu dari sekian puluh pecatur yang akan mengeroyok Utut. Saat saya bertugas di Surabaya tahun 2005 dan sebelumnya di Jakarta tahun 1992, saya juga pernah melawan Utut. Dari dua pertandingan itu, tentu saja saya dilibas habis tanpa ampun.



Adalah Mbak Retno Bintarti, Sekretaris Redaksi, yang meminta saya ke Semarang saat mengantar undangan ke meja. "Kan hanya kamu yang bisa ngelawan Utut. Pertimbangan saja, kalau bisa kamu berangkat, kalau tidak ya nggak apa-apa," katanya tiga minggu lalu.



Tentu saja saya bukan pembangkang kalau kemudian tidak berangkat ke Semarang. Saya memilih tetap di Jakarta, tetapi saya juga berkegiatan masih dalam urusan catur, yakni mewawancarai MN Farid Firman Syah. Siapakah dia?
Usianya belum genap 14 tahun, tetapi dia sudah menjadi juara dunia catur pelajar Kelompok Umur (KU) 15 di Halkidiki, Yunani. Saya mewawancarainya di Kantor PB Percasi di Pintu VI Senayan, Jakarta. Saya pikir, pantaslah kalau saya membuat biografi dia untuk boks halaman Kompas. Bayangkan, anak tukang rokok yang menjadi juara dunia!



Kepada MN Sebastian Simanjuntak yang memfasilitasi saya untuk bertemu Farid, semula saya ingin bertandang ke rumah orangtua Farid di Bekasi. Tetapi karena kebetulan Farid dan keluarga diundang makan siang oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla, Simanjuntak menyarankan agar bertemu langsung Farid dua jam sebelum ia ke Istana. Saya setuju saja, tetapi sebenarnya saya ingin melihat rumah orangtua Farid yang pedagang rokok itu di Bekasi. Saya ingin menggambarkan suasana rumah konrakannya biar tertangkap dalam tulisan saya. Siapa tahu bisa memperkaya tulisan.



Apa boleh buat, yang penting saya bisa berhadapan dengan seorang juara dunia asal Indonesia. Sahabat bisa melihat foto Farid di atas, karya MN Sebastian Simanjuntak, yang dikirim langsung dari Halkidiki, Yunani.



Bagaimana kiat mewawancarai anak-anak atau remaja, bagaimana hasil tulisan itu kemudian, dan bagaimana saya bisa menyimpulkan si juara dunia itu rendah hati? Kelak uriannya akan saya postingkan dalam kesempatan lain, jika tulisannya sudah dimuat di Harian Kompas. Sekarang, saya sudah menyelesaikan tahap akhir tulisan tentang Si Juara Dunia itu, tinggal mengirimkannya ke penanggung jawab Sosok, Mbak Chris Pujiastuti. Tunggu saja, ya...

No comments: