Thursday, May 03, 2007

Citizen Journalism (3)







Legenda Hidup Lagu Balada



DAHULU saat saya jatuh cinta kepada seorang gadis, tahun 1982, lagu kenangan bersama kami adalah Bimbo. Gadis itu bukan cinta pertama saya, tetapi saya mampu mengenangnya dan bahkan "menghadirkannya" sekarang hanya dengan mendengarkan senandung Bimbo, grup musik bersaudara dari Bandung. Secara sadar, saya menikmati lagu-lagunya, belajar menyenandungkannya dengan petikan gitar yang kebetulan sedikit saya kuasai.



Bagi saya, Bimbo adalah legenda hidup lagu-lagu balada. Sungguh suatu kebetulan yang mencengangkan saat saya berkesempatan hadir menikmati langsung keempat personelnya di Bentara Budaya. Samsudin, Acil, Jaka dan Iin, mereka masih bertenaga dan punya greget luar biasa saat menyanyikan lima buah lagu. Dulu saat saya remaja membayangkan, bagaimana Bimbo memetik gitar dalam lagu "Balada Seorang Minta-minta" atau raungan gitar elektrik Bimbo dalam "Balada Seorang Gadis Desa". Kini, sang legenda hidup grup musik balada itu ada di depan saya, tidak lebih dari dua meter jaraknya.



Adalah pemilik sekaligus pendiri Harian Kompas, Jakob Oetama dalam sambutan pembukaan pameran lukisan Sam, yang mengatakan bahwa musik Bimbo sudah masuk kategori "klasik" dari genre yang jelas. Jakob terkesan dengan lagu "Tuhan". Di sini saya terkesan kepada Sam, pemilik nama lengkap Muhammad Samsudin Hardjakusumah, yang selain penyanyi hebat, pemetik gitar handal, juga pelukis agung. Inilah pameran lukisan Sam yang dibuka dengan lagu-lagu abadinya.



Seusai acara pembukaan dan Sam menyerahkan sebuah lukisan untuk Jakob, keempat personil Bimbo membawakan lagu-lagu baladanya. Jaka memukau dengan petikan gitar akustiknya, plus iringan gitar Sam. Acil yang bersuara bas hadir tanpa alat musik. Iin masih dengan senandungnya yang "ngaheos" alias sesayup sampai. Baru saya tahu, Jakalah sang maestro gitar yang menjadi "jantung" dari permainan musik Bimbo.



Bagi saya, sesaat kenangan kembali berpaling ke masa-masa silam, ke masa seperempat abad lalu. Konon, tidak baik mengenang masa lalu karena jam sejarah tidak bisa diputar mundur. Katanya pula, mengenang masa lalu hanya buang-buang waktu dan sama sekali tidak berguna. Bagi saya, kenangan masa lalu tetaplah bagian dari hidup dan nilai dari keberadaan kita. Bukankah hanya saat kita hidup saja kita bisa mengenang masa lalu dan membayangkan masa depan? Kadang, kenangan masa lalu bisa membuat hidup ini lebih bermakna, bergairah penuh passion. Maka, berdamailah dengan masa lalu yang indah...



Bimbo membuka sebuah lagu balada, "Balada Seorang Biduan".... Dari sebuah desa, berbekal gitar tua, jerit Sam benar-benar ditaburi tepukan hadirin yang menyesaki Bentara Budaya. "Flamboyan" kemudian mengalun sebagai lagu kedua. Acil yang bersuara berat menyebutnya "Lagu Saudara saya, Iwan Abdulrahman" sebelum menyanyikan lagu itu. "Flamboyan" memang digubah Iwan Abdulrahman, selain lagu "Melati dari Jaya Giri". Sejumlah lagu "Abah" Iwan dinyanyikan kelompok Bimbo ini.



Berikutnya lagu "Tante Sun" yang konon bikin heboh. Sam bercerita, saat itu lagunya sudah tersedia, tetapi liriknya belum ada. Dibuatlah liriknya dalam sepuluh menit. "Tetapi hasilnya bikin heboh," kata Sam. Maklum, lagu itu merupakan kritik sosial pada zamannya, zaman Orde Baru, dimana Tante Sun diidentikkan dengan ibu-ibu para pejabat Orba yang suka berfoya-foya. Hemm... jangan-jangan "Tante Sun" masih relevan dengan kondisi nyonya-nyonya pejabat pada rezim Susilo Bambang Yudhoyono kini!



Bimbo menjawab pidato Jakob yang sedikit mengupas lagu "Tuhan". Pada malam itu, Bimbo menyanyikannya persis seperti versi aslinya, dengan kekuatan menyanyi mereka yang sarat greget. Lagu penutup mereka adalah "Sajadah Panjang", perpaduan syair bikinan Taufiq Ismail dan nada yang mengalun sungguh mengunci kenangan hadirin, termasuk saya. "Saya terpaku dan merinding mendengarnya," kata seorang rekan yang kebetulan beragama Katolik. Ya, meskipun ada kata "sajadah", tempat umat Islam bersujud dan berserah diri pada-Nya, universalitas lagu itu sangat terasa: melampaui batas atau sekat-sekat agama!



Pendeknya, peristiwa pada Kamis, 3 Mei 2007 pukul 20.00-21.00 tadi itu akan terus terpatri dalam ingatan, dengan petikan gitar dan alunan suara Bimbo yang samar-samar tetapi pasti akan terbawa dalam mimpi. Terima kasih Bimbo, semoga Allah memberi kalian usia panjang...

3 comments:

adhi said...

Mas... saya sempat malu sama Sam-Bimbo. Dia nitip 2 CD berisi file lukisan yang akan dipamerkan buat dikirim ke Mas Efix. Tapi sampai dua hari belum ada di meja Mas Efix. Sampai2 Sam-Bimbo ke Kantor Bandung bolak-balik nanyain. Ternyata usut-diusut, katanya ngendon di Bagian Rumah Tangga. Akhirnya ketemu juga.... He-he-he...

Salam

adhi said...

Mas... aku sempet malu sama Sam-Bimbo. Dia nitip 2 CD berisi file lukisan yg akan dipamerkan buat dikirim ke Mas Efix. Tapi sampai dua hari CD itu belum nyampek di meja Mas Efix. Sampai2 Sam-Bimbo bolak-balik ke Kantor Bandung nyanyain itu ke aku. Setelah diusut-usut katanya kiriman itu ngendon di bagian Rumah Tangga Palmerah. Akhirnya ketemu juga... He-he-he...

Salam...

Anonymous said...

Ok Mas Adi, mungkin temen di RT kurang teliti. Saya salut sama Bimbo!