tag:blogger.com,1999:blog-226696222024-03-24T01:19:38.152+07:00Beranda t4 BerbagiTempat buat kita semua yang ingin belajar menulisPepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.comBlogger225125tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-13223863566021832182009-06-29T16:34:00.003+07:002009-06-29T16:42:55.981+07:00Catatan: Gaya Saat Mengajar<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSz0H2HILONriEoj7cLSly5r383yaqlOIQ-3Blg6ux-tQ4bXnvi5VYX7A4zUjHP5dJtZ_UphMVyWS7CMVBB3r2lU0lhitV_p-nlbuNTvMalNkmz6AUA9zuObfzrn5Yx4_gm7E9/s1600-h/Pepih+Ngajar.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSz0H2HILONriEoj7cLSly5r383yaqlOIQ-3Blg6ux-tQ4bXnvi5VYX7A4zUjHP5dJtZ_UphMVyWS7CMVBB3r2lU0lhitV_p-nlbuNTvMalNkmz6AUA9zuObfzrn5Yx4_gm7E9/s320/Pepih+Ngajar.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5352681135577327906" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Berbagi Ilmu</span><br /><span class="fullpost"><br />Inilah gaya saya kalau sedang berbagi ilmu, ilmu menulis dan meliput berita tentunya. Pada foto hasil jepretan rekan Kompasianers Novrita itu, saya berbagi ilmu pada acara Kompasiana Blogshop 2 di Jalan Lantai V Jalan Palmerah Selatan 26-28 Jakarta. Peserta cukup antusias menyimak dan bertanya, mulai anak-anak, remaja, sampai orang lanjut usia. Ini pulalah postingan saya di blog pribadi saya setelah selama ini saya tinggalkan karena kesibukan saya di blog keroyokan yang saya asuh, <a href="http://kompasiana.com">Kompasiana</a>. Saya terpaksa <span style="font-style: italic;">hiatus </span>alias istirahat dulu karena konsentrasi di Kompasiana itu. Alamat saya di blog keroyokan itu adalah http://pepihnugraha.kompasiana.com. Anda bisa mengunjunginya agar "komunikasi" tidak terputus.<br /><br /><br /></span>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-51521323770388460302008-12-06T21:34:00.004+07:002008-12-19T21:52:57.518+07:00En Passant<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIofGkTe4stirX5_O8ByyUevyDGcqHNbVh_As6iLfQCpHjTiQwYNOw792185HKtiMZkAMZvzyWIc4nSm4nzrYTA8NpUa0iSA02ndOzX_ByKiz5GWvEczvx42eLqU53-JsBhu_K/s1600-h/IMG_2444.JPG"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIofGkTe4stirX5_O8ByyUevyDGcqHNbVh_As6iLfQCpHjTiQwYNOw792185HKtiMZkAMZvzyWIc4nSm4nzrYTA8NpUa0iSA02ndOzX_ByKiz5GWvEczvx42eLqU53-JsBhu_K/s320/IMG_2444.JPG" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5281514248213085698" /></a><br /><span class="Apple-style-span" style="font-size:180%;">T</span><span class="Apple-style-span" style="font-size:180%;">ak Ada Roda Dua Di Moskow</span><p>SAYA menduga tidak adanya kendaraan roda di Moskow, Rusia, karena sedang musim dingin saja. Beberapa menit lalu saya jalan kaki sendiri di pusat kota Moskow, dekat Lapangan Merah, yang saya jumpai hanyalah kendaraan terbaru dari berbagai merek ternama. Mercy keluaran terbaru, Hummer dan bahkan limusin Cadillac berseliweran ringan, mengangkut penumpangnya yang pasti kelas VIP.<br /></p><p>Sayang memang kalau kesempatan hadir di kota ini tidak digunakan untuk melakukan blog mobile melalui fasilitas blackberry. Maka yang saya lihat untuk pertama adalah kesan tidak adanya sepeda motor itu tadi.Jalanan didominasi kendaraan roda empat dari mereka yang sangat dikenal di Indonesia seperti Toyota, Mazda, Honda, dan Audi, maupun yang tidak dikenal karena memang tidak masuk atau karena alasannya yang teramat mahal. Mobil mewah Roll Roys bahkan bisa seenaknya diparkir di pinggir jalan tanpa sopir!<br /></p><p>Di Lapangan Merah tempat para pemimpin Uni Soviet (nama Rusia dulu) disemayamkan, saya dikejutkan oleh raungan polisi yang mengejar mobil Mercy berkelas. Wah, kesempatan bagi saya melihat bagaimana tilang dikenakan pada pengemudi yang melanggar lalu lintas. Polisi memberi tanda agar si sopir menepi. Tahu kalau disuruh menepi, pengemudi Mercy yang perlente turun. Percakapan terjadi. Seperti biasa, polisi meminta SIM atau surat-surat lainnya yang segera ditunjukkan langsung si pengemudi. Polisi tampak mengeluarkan secarik kertas dan menuliskan sesuatu. Si pemilik Mercy masih membuka pertanyaan, tetapi si polisi segera berlalu. Saya melihat, tidak ada "uang damai" keluar di situ. Padahal, ini Moskow gitu lho....<br /></p><p>Satu jam sebelumnya saya makan siang di restoran "Turandot" di jalan Tverskoy Boulevard. Makanannya biasa saja dengan hidangan rusa kutub, sebuah menu yang sudah saya rasakan juga saat di Finlandia. Rupanya bagi negara-negara bersalju dekat kutub, makanan rusa kutub menjadi hidangan favorit. Rasanya biasa-biasa saja, hanya baunya saja yang agak beda.... maksudnya beda dengan daging kambing atau sapi.<br /></p><p>Sambil makan, saya menikmati denting piano dan tiupan lembut klarinet yang sengaja dimainkan para musisi di restoran itu. Dua musisi yang memainkan alat musiknya di atas panggung yang bisa berputar 260 derajat, sehingga bisa mengelilingi pengunjung. Sebuah restoran yang berkelas dan mahalnya bukan main! Pokoknya kalau dirupiahkan, sekitar Rp 900.000 lah. Jelas, uang saku dijamin tekor!<br /></p><p>Di Rusia, saya tidak lupa makan kaviar segar (baca mentah) plus pancake dan teh pahit. Kalau tidak biasa rasanya anyir seperti makan ikan mentah. Tapi tak dapat dipungkiri, rasanya gurih ke asin-asinan. Bulat-bulat sebesar biji lada, hanya warnanya kuning transparan. Jika di tekan di lidah dengan langit-langit, maka telur ikan alias kaviar itu pecah di lidah. Hemmmm... Saya makan kaviar di Kolomenskoye, agak jauh dari Lapangan Merah yang terkenal itu. Ada tiga jenis kaviar yang dibedakan dari warnanya; merah jambu, oranye, dan hitam. Yang paling mahal kaviar hitam. Tetapi saat itu saya makan kaviar oranye. Nyam, nyam....<br /></p><p>Kembali ke kendaraan, sejalan dengan semakin makmurnya Rusia sebagai negara, yang saya temui adalah mobil-mobil mewah seperti Cadilliac limousine warna putih atau hitam, Hummer limousine yang memiliki enam pintu, yang pada saat saya berada di Amerikapun saya tidak melihatnya. Padahal, kendaraan ini bikinan Amerika. Bentley dan Jaguar menjadi sangat umum. Discovery dari Range Rover atau BMW X6 terbaru malah dipakai ibu-ibu. </p><p>Terus terang melihat kemakmuran Rusia sekarang, saya menaruh hormat pada PM Vladimir Putin yang meski memerintah dengan keras, tetapi hasilnya sungguh nyata. Putin adalah pemimpin Rusia yang berhasil mengembalikan rasa percaya diri bangsa Rusia dari keterpurukan dan bahkan perpecahan negara. Kini, negara-negara yang memisahkan diri dengan Rusia mungkin menyesal karena tidak semakmur Rusia sekarang. Lepas dari makmurnya Rusia berkat minyak dan gas, tapi Putin adalah faktor penentu. Terbersit dalam pikiran, alangkah indahnya kalau Presiden saya di masa mendatang juga bisa sepercaya diri dan setangguh Putin! </p><p>Saya tentu saja mengambil banyak foto menarik untuk blog saya ini. Tapi nanti sajalah saya pasang setelah kembali ke Jakarta. Sekarang saya mau mandi dulu, pake air hangat di bath tube Hotel Marriott Grand. Sebuah hotel berkelas yang untuk tidur semalam saja dikenakan biaya sekitar Rp 10 juta. Alamak....<br /></p><p style="font-weight: bold;">Pepih Nugraha</p><p>Moskow, 6 Desember 2008 pukul 17.30 waktu Rusia atau pukul 21.30 WIB.<br /><br />Powered by Telkomsel BlackBerry®</p>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-4677390009652260532008-11-25T10:24:00.008+07:002008-11-25T11:29:28.474+07:00Catatan (69): Foto Lama<span style="font-size:180%;">Para Pejuang</span><br /><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEha4TN4QkI7uSA4fTqNABaL8oa3RIsRtum5Nt4ac57-kkGM_nGARv2bfwlPyRK586ALREOkYR0RuW1x7V0eWqaLpG_WUs-3mZdszqKccY5Z_Gwd6u1mFnq0gTB5Ov_OQbp00XKB/s1600-h/Rengasd2.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 400px; height: 274px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEha4TN4QkI7uSA4fTqNABaL8oa3RIsRtum5Nt4ac57-kkGM_nGARv2bfwlPyRK586ALREOkYR0RuW1x7V0eWqaLpG_WUs-3mZdszqKccY5Z_Gwd6u1mFnq0gTB5Ov_OQbp00XKB/s400/Rengasd2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5272437960052071618" border="0" /></a><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrxCPzGteuSFFvVcnPCL6Nrt2YnpUx4Amm1c6WSXqbe490-64SwpoIsVHjE_M5TjmNBQr7M_Nav32tS6X_Nf_NMgpb6hSqSsJ-qezaTYMUxXAw3t-rc7ZAZ4cF8D_j02MKbp4k/s1600-h/Rengasd.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 400px; height: 283px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrxCPzGteuSFFvVcnPCL6Nrt2YnpUx4Amm1c6WSXqbe490-64SwpoIsVHjE_M5TjmNBQr7M_Nav32tS6X_Nf_NMgpb6hSqSsJ-qezaTYMUxXAw3t-rc7ZAZ4cF8D_j02MKbp4k/s400/Rengasd.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5272438451530295874" border="0" /></a><br /><br /><span class="fullpost">PARA pejuang. demikianlah <a href="http://www.facebook.com/profile.php?id=836965788&ref=mf#/profile.php?id=836965788">Agus Hermawan</a>, rekan saya yang biasa saya panggil Kang Ush, memasang foto-foto lama di Facebook miliknya. Foto diambil oleh rekan wartawan sendiri saat terjadinya kerusuhan Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, akhir Januari 1997. Sudah 11 tahun lewat, tidak terasa waktu berlalu. Dunia dan seisinya yang sudah semakin renta, termasuk saya tentunya.<br /><br />Dalam dua foto itu saya antara lain berfoto bersama rekan-rekan sesama wartawan Kompas, yakni Kang Ush, Myrna Ratna (Mbak Myr), dan James Luhulima (JL). Rekan wartawan dari media lainnya antara lain Imannuddin (Jakarta Post), Farouk Al-Sururi (sekarang Pemred Sindo), Mulawarman (Surya), Edi Hidayat (Media Indonesia), Bachtiar, dan Aris. Begitulah, orang lain menghindar dari kerusuhan, para wartawan malah mendekat dan harus selalu berada di dekat kerusuhan.<br /><br />Banyak kerusuhan yang bisa saya ceritakan di sini, Rengasdengklok hanya salah satunya saja. Ada Poso, Ambon, Papua, Kerusuhan Mei, Peristiwa Semanggi I dan II, Tasikmalaya, Makassar, Penyerangan Kantor PDIP 27 Juli, dan banyak kerusuhan lainnya yang terjadi semasa Presiden Soeharto berkuasa.<br /><br />Setelah meminta izin tertulis di Facebook, saya postingkan foto kenangan lama di rengasdengklok itu di sini. Sahabat bisa menebak-nebak mana foto saya di kedua foto di atas. Maaf ya kalau agak-agak narsis sedikit....<br /></span>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-62687779764262619662008-11-19T13:36:00.002+07:002008-11-22T20:14:13.084+07:00En Passant<div><span class="Apple-style-span" style="font-size:180%;">Kembali Teringat Ibu....</span></div><div><br /></div>SAAT menulis catatan ini, saya masih di Starbucks Bandara Soekarno Hatta, menyeruput caffe latte hangat. Saya dalam perjalanan menuju Denpasar, Bali. Desk Nusantara Harian Kompas mengundang saya sebagai pemateri di sana.<br /><br />Terus terang, perasaan kurang nyaman, bahkan tertekan, saat saya harus kembali ke Bali. Ini daerah cantik yang sebisa mungkin saya hindari. Bali is nightmare for myself only. Bukan karena takut akibat di wilayah ini pernah mengalami serangan teroris 12 Oktober 2002 lalu yang dikenal dengan "Bom Bali"-nya. Kenangan pahit saya mengenai pulau ini jauh menembus batas waktu, 3 tahun sebelum bom Bali meledak.<br /><br />"Ledakan bom" paling dahsyat terjadi pada 12-17 Oktober 1999, saat saya hadir di Bali untuk tamasya, sekedar bersenang_senang. Di Bandung, pada saat bersamaan saya harus meninggalkan Ibu, perempuan yang melahirkan diri ini, dalam keadaan sekarat, menanggung derita sakit yang luar biasa.<br /><br />Tak habis-habisnya saya mengutuki diri sendiri setiap teringat tindakan tertolol selama hidup yang pernah saya lakukan. Bagaimana mungkin saya meninggalkan Ibu yang sedang meregang nyawa akibat kanker mulut rahim, saya pergi ke Bali hanya untuk bersenang-senang dengan keluarga?<br /><br />Kini saya harus ke Bali, satu wilayah yang sebisa mungkin tidak saya singgahi lagi. Saya sudah bersumpah, tidak akan pernah ke Bali lagi kalau tujuannya cuma untuk bersenang-senang. Itu akan menyakiti hati Ibu di alam kubur. Saya berani menginjak Bali karena urusan tugas semata seperti ini, atau karena pesawat harus transit di Ngurah Rai seperti akhir tahun 2002 lalu sehabis tugas dari Fukuoka, Jepang.<br /><br />Ibu, saya tidak akan pernah menyakiti hatimu lagi! Please forgive me.....<br /><br />Cengkareng, 19 November 2008, pukul 06.50, menunggu saat boarding tiba.<br /><br />Powered by Telkomsel BlackBerry®Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-78647175749073690252008-10-28T12:36:00.003+07:002008-10-28T12:43:35.779+07:00Dari Kompasiana (6)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGTEVsK8W7L5jQ0h6RTSKCs2sp3tO9-x5vCHfriPCj7SC0pSkulAwe786tbPp_apJP4OGNyQy6uT9Xnfnl5Q9-XYpTQO_8DIEl9WicW-rc7mtsj1PNdmrMTpAvETILWVwtkYip/s1600-h/Jusuf+Kalla.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 151px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGTEVsK8W7L5jQ0h6RTSKCs2sp3tO9-x5vCHfriPCj7SC0pSkulAwe786tbPp_apJP4OGNyQy6uT9Xnfnl5Q9-XYpTQO_8DIEl9WicW-rc7mtsj1PNdmrMTpAvETILWVwtkYip/s200/Jusuf+Kalla.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5262075306711490546" border="0" /></a><br /><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">Mengapa JK Selalu Dicurigai?</span><br /><br />TIDAK seorangpun mampu memahami kemana Jusuf Kalla (JK) melangkah, kecuali dirinya sendiri. Langkah di sini tentunya manuver politik yang dilakukannya terkait dengan Partai Golkar yang dipimpinnya, juga langkahnya menginjak tahun 2009 nanti, apakah ia maju sebagai calon presiden, atau cukup puas dengan menjadi calon wakil presiden, mengulang sejarah manis tahun 2004 lalu.<br /><br />Awal tahun 2004, saya berkesempatan menumpang pesawat JK bernama “Atthira” dari Makassar ke Ambon. Waktu itu JK sudah menyatakan mundur dari kabinet Megawati. Di atas pesawat, saya dipanggil duduk di sebelah JK. Dia mengeluarkan secarik kertas dan pulpen, lalu mulai menuliskan angka-angka. Saya berpikir, JK benar-benar saudagar yang gemar berhitung, meski baru di atas kertas. Inti dari coreng-morengnya di atas kertas berisi perhitungan itu, JK yakin akan menjadi wakil presiden dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pasangannya, akan dipilih rakyat menjadi presiden.<br /><br />Delapan bulan kemudian, hitung-hitungan di atas kertas JK menjadi kenyataan!<br /><br />Paket militer-saudagar ini ternyata laku dijual, menggusur tiga pasangan lainnya di putaran pertama dan menumbangkan duet “Nasionalis-Hijau” Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi di putaran kedua. Sebagian besar rakyat Indonesia, paling tidak jumlah yang saat itu memilih presiden/wapres secara langsung, memilih pasangan SBY-JK.<br /><br />Pertanyaan yang kerap publik lontarkan, akankah SBY masih satu perahu dengan JK atau mereka dengan perhitungan rumit (lagi-lagi sebagai saudagar JK pasti sudah mulai menghitungnya) harus pisah haluan?<br /><br />SBY, tentu saja tidak akan “turun pangkat” jadi calon wapres. JK, masak iya harus jadi calon wapres lagi? Meminjam Jenderal Naga Bonar, “Apa kata dunia kalau JK masih jadi calon wapres? Apa kata dunia Gokar sebagai partai besar (apalagi kalau memenangi pemilu 2009) cukup puas hanya memajukan kadernya sebagai wapres?” Yah, apa kata kita-kita juga?<br /><br />Sekarang, langkah JK di intern partainya dicurigai sebagai “langkah siluman” atau langkah diam-diam JK ber-<span style="font-style: italic;">zoon politicon</span>. Ibarat pesawat siluman Stealth, JK bebas bermanuver di angkasa atau bahkan menukik ke daratan tanpa terdeteksi radar politik pihak lawan. Manuver apapun, tentu saja untuk kepentingan 2009, bukan?<br /><br />Mengapa JK dicurigai kawan dan lawan? Di intern partai JK misalnya menghapuskan “Konvensi Golkar” untuk menjaring bakal calon presiden yang dirancang Akbar Tandjung. Tujuannya bisa ditebak, JK tidak mau tersandung di konvensi dengan tidak dipilih sebagai calon presiden partainya. Kemungkinan kalahnya JK di Konvensi bukan hal yang mustahil. JK siap diberondong kadernya sendiri karena gagalnya Golkar menjadikan kader partainya sebagai kepala daerah, gubernur atau bupati/walikota. Juga akan dipertanyakan tidak atau jarangnya JK turun ke bawah menyapa para kadernya, setidak-tidaknya dibanding Akbar dan Harmoko.<br /><br />Mengapa Konvensi Golkar harus dihapus? Bagi JK ini sederhana saja. “Wiranto yang lolos konvensi partai saja gagal di putaran pertama dan hanya mampu menduduki peringkat tiga, masak konvensi harus diulang kembali!?” Demikian kira-kira kalau mengikuti jalan pikiran JK sebagai saudagar.<br /><br />Mengapa pula JK sampai sekarang tidak segera mengumumkan pencalonan dirinya sebagai presiden? Jawabannya juga sederhana, “Kalau itu saya lakukan, pemerintah sekarang tidak akan berjalan karena banyaknya kader Golkar di kabinet yang harus berlawanan dengan SBY, dan kalau kalau pemerintahan tidak jalan yang menjadi korban ‘kan rakyat juga.” Demikian kira-kira jawabannya.<br /><br />Tidak perlu dululah membahas munculnya banyak calon-calon presiden dan wapresnya dari Partai Golkar sendiri, yang pasti sudah diperhitungkan pula oleh JK. Tetapi dengan menghapus konvensi dengan alasan hasilnya “tidak bergigi” dan tidak maunya sekoci pemerintahan oleng hanya karena mengumumkan pencalonan dirinya sebagai calon presiden, bukankah itu manuver yang logis dan masih masuk akal?<br /><br />Kalau begitu, mengapa JK selalu dicurigai? Saya tidak tahu….!<br /><br />Palmerah, 28 Oktober 2008<br />Hari Soempah Pemoeda<br /><br />*Tulisan saya ini diambil dari <a href="http://pepihnugraha.kompasiana.com/2008/10/28/mengapa-jk-selalu-dicurigai/">Kompasiana</a>, blog jurnalis <span style="font-style: italic;">Kompas</span>.<br /><br /><br /></span>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-76629515247470574492008-10-26T20:06:00.007+07:002008-10-27T09:14:28.671+07:00Dari Kompasiana (5)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEGAy3oySONy2BU9l453qVjgxFKGy1_notn5B-hGGwjwXvjhrBtPW2qSqGHFwVDD_KfAkW8Ib6xDf5gDV67DsWCAbEmKz9hoTzuaGsvwCMMdsw2QQRMIQkNyzKkCsmCtoWU9_-/s1600-h/Fariz.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 200px; height: 151px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEGAy3oySONy2BU9l453qVjgxFKGy1_notn5B-hGGwjwXvjhrBtPW2qSqGHFwVDD_KfAkW8Ib6xDf5gDV67DsWCAbEmKz9hoTzuaGsvwCMMdsw2QQRMIQkNyzKkCsmCtoWU9_-/s200/Fariz.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5261453347891404434" border="0" /></a><br /><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-large;">Fariz Rustam Munaf<br /></span></div><div><br /></div><div>SAYA terkejut juga ketika tulisan ringan saya mengenai penyanyi Fariz Rustam Munaf, yang lebih dikenal dengan Fariz RM, dibaca 747 kali saat saya masukkan ke <a href="http://pepihnugraha.kompasiana.com/2008/10/24/fariz-rustam-munaf/">Kompasiana</a> hingga pukul 20.30 WIB Sabtu hari ini. Bagi saya itu jumlah pembaca yang lumayan besar dan terukur. Bukan karena tulisan itu menarik untuk dibaca, tetapi lebih faktor Fariz RM yang sampai sekarang masih punya banyak penggemarnya, dan bahkan di antara mereka masih banyak yang menantikan kehadiran album barunya.<br /></div><div><br /></div><div>Saya bertemu istri Oneng itu pada Kamis (23/10) lalu di kantor Redaksi <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Kompas</span> setelah diajak rekan saya, Budiarto Shambazy. Terlalu sayang kalau dilewatkan begitu saja pertemuan saya dengan salah satu musisi yang saya kagumi. Maka saya menulis laporannya untuk <a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/23/20234220/inspirasi.album.baru.fariz.rm..">Kompas.com</a> beberapa menit setelah wawancara itu usai. Sedangkan tulisan yang saya maksud "inside story" itu <a href="http://pepihnugraha.kompasiana.com/2008/10/24/fariz-rustam-munaf/">saya tulis di Kompasiana.</a></div><div><br /></div><div>Sahabat yang sama-sama ingin belajar menulis bisa membandingkan bagaimana penulisan tentang Fariz RM untuk <a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/23/20234220/inspirasi.album.baru.fariz.rm..">Kompas.com</a> yang resmi dibanding dengan <a href="http://pepihnugraha.kompasiana.com/2008/10/24/fariz-rustam-munaf/">tulisan untuk Kompasiana</a> yang lebih ringan dan merdeka. Kompasiana adalah blog para jurnalis <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Kompas </span>yang lambat tapi pasti mendapat pembacanya sendiri.</div><div><span class="fullpost"><br /></span></div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-66518425727422152872008-10-24T15:23:00.006+07:002008-10-25T09:34:58.679+07:00Berbagi Pengalaman Menulis (74)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYs71Cm3gnmRpFluIFmqmD8VB6qsKpu3B4yzBCdjPybIA7nkN2YKB1AIKnmBp8eox7vJoODSr-qVU82cp2QIC1B3oll2PagVRtWCJmPkGcv_grOR-iqXgg8elzLHOl1wDBh2X-/s1600-h/Menulis.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 125px; height: 125px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYs71Cm3gnmRpFluIFmqmD8VB6qsKpu3B4yzBCdjPybIA7nkN2YKB1AIKnmBp8eox7vJoODSr-qVU82cp2QIC1B3oll2PagVRtWCJmPkGcv_grOR-iqXgg8elzLHOl1wDBh2X-/s200/Menulis.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5260638666261405346" border="0" /></a><br /><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">Lagi-lagi tentang "Bagaimana Memulai Menulis"</span><br /><br />BEBERAPA waktu lalu saya menerima pertanyaan dari rekan Prasetiyo Yudhi seputar bagaimana memulai menulis. Kebetulan dalam beberapa postingan sebelumnya, saya juga bicara soal bagaimana menyingkirkan rintangan saat memulai menulis. Berikut surat Presetiyo yang masih kuliah di Universitas Padjadjaran, Bandung.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Assalamualaikum wr.wb...</span><br /><span style="font-style: italic;">halo mas pepih, gmn kbrny ..? mudh2 selalu dlm keadaan sehat wal afiat... perkenalkan n saya yudhi mahasiswa fikom unpad, saya suka dengan posting2 yg ada di blog-nya mas pepih, dan sy salut dengan anda...mas, saya ingin sharing nich:</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">1. bgmn cara memulai untuk menulis????, terkadang kita itu suka males...</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">2. gmn supaya menulis itu menjadi sebuah kebutuhan sehari2 atau kebiasaan...????</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">3. teknik menulis yg baik dan cepat menurut mas pepih ?</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">3. cara menambah perbendaharaan kata ?</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">4. kayanya sbg seorang jurnalis, mas pepih mempunyai kemampuan berbahasa asing yang baik. Saya mempunyai kesulitan berkomunikasi dlm berbahasa inggris, ingin rasanya saya lancar dan bisa berkomunikasi dengan bahasa inggris..berdasarkan pengalamannya, apa mas pepih punya tips dan trik paling cepat untuk belajar bahasa asing...???????</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">tolong yang mas...trims.....smoga mas pepih sukses selalu.....</span><br /><span style="font-style: italic;">assalamualaikum wr.wb...</span><br /><br />Di bawah ini jawaban yang bisa saya berikan, mungkin tidak cukup memuskan:<br /><br /><span style="font-style: italic;">Waalaikum salam, Yudhi...</span><br /><span style="font-style: italic;">Saya juga alumnus FIKOM Unpad, hanya angkatan lama, angkatan 85. Mungkin kamu belum lahir kali ya saat saya masuk kuliah hehehe? Alhamdulillah saya dalam keadaan sehat wal afiat.</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">1. Dalam blog Beranda beberapa postingan saya menekankan bagiamana menerobos rintangan dalam memulai menulis. Memulai adalah sesuatu yang amat sulit, seperti kata pepatah lama Jerman "Aller Anfang ist Schwer" (semua permulaan itu sulit). Banyak cara yang dilakukan, antara lain mulailah menulis di catatan harian (diary). Apa yang ditulis? Apa saja! Peristiwa sehari-hari di seputar kita, lihat tetangga bertengkar, lihat anak keracunan makanan, lihat motor tabrakan dll. Jika niatnya untuk menjadi wartawan, pergunakan "alat bukti" peristiwa berupa kamera sederhana atau ponsel berkamera. Bidik peristiwa dan komentari peristiwa itu. Jangan ditunda! Dimana kamu menulis? Ya di catatan harian itu. Catatan harian itu bisa catatan harian dalam pengertian sebenarnya berupa buku atau yang agak moderan, BLOG. Jadi wajib kamu punya blog!</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">2. Anggap menulis itu sebuah perjuangan untuk mendapatkan makanan dan minuman, pasti kamu akan berusaha melakukannya!</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">3. Menulis yang baik itu dimana tulisan kita bisa dimengerti dan dipahami semua orang berbagai tingkatan. Jangan menulis dengan bahasa yang rumit dengan kalimat yang panjang2 sehingga sulit bernafas. Ciptakan kalimat yang pendek2 saja. Soal menulis cepat, itu persoalan latihan saja dan kebiasaan saja.</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">4. Cara menambah perbendaharaan kata tidak lain dari BACA, BACA, dan BACA. Apa saja. Jangan abaikan percakapan anak-anak muda/remaja, dimana bahasa kreatif sering muncul dari kalangan ini.</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">5. Di Kompas, kemampuan bahasa Inggris aktif itu WAJIB bagi jurnalis seperti saya. Tidak ada obatnya untuk bisa seperti ini selain belajar dan berlatih setiap hari.</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Okay itu saja dulu, sukses ya studimu! O ya, tanggal Kamis, 23 Oktober 2008 nanti di Aula Unpad saya diundang bawakan makalah. Ya saya mau cerita soal kecenderungan media kini dan bagaimana mahasiswa FIKOM mengantisipasinya. Kalau mau ketemu, datang aja ya!</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Salam, Pepih</span><br /><br /></span>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-87697059439603701292008-10-22T20:32:00.000+07:002008-10-23T18:38:20.825+07:00Citizen Journalism (32)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBUf8W4_DkReTvDnG8nAc-KCvozWQrHuvz2UmNFtfx1VGvXqXyRMMY0tt9be_LKZMeQ4Ab5ehcQutc-HKGLYNivgAStrDmK2kf1dzyZye31K1T9AS1rIyqk1Rv3v-wgyv5EPxb/s1600-h/IMG_2098.JPG"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBUf8W4_DkReTvDnG8nAc-KCvozWQrHuvz2UmNFtfx1VGvXqXyRMMY0tt9be_LKZMeQ4Ab5ehcQutc-HKGLYNivgAStrDmK2kf1dzyZye31K1T9AS1rIyqk1Rv3v-wgyv5EPxb/s200/IMG_2098.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5258812949648644706" border="0" /></a><br /><span class="fullpost"><br /><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-large;">Belakang 3 Huruf</span></span><div><br /></div><div><span class="fullpost">BARU beberapa bulan lalu belakang nomor polisi untuk sepeda motor keluaran terbaru tidak lagi dua huruf, tetapi sudah tiga huruf. Ini karena sudah semakin banyaknya sepeda motor di Jakarta, sehingga kuota atau jatah dua nomor semua sudah terpakai habis. Tidak lama kemudian, belakang nomor polisi untuk mobil pun sudah tiga huruf, seperti yang tertera pada mobil sedan keluaran terbaru. Ini berarti, mobil baru pun semakin menyesaki ruas-ruas jalan di ibukota. Foto saya ambil beberapa waktu di sekitar Tanah Kusir, Jakarta Selatan, saat saya berada di belakang kemudi untuk berangkat kerja. (PEPIH NUGRAHA) <br /><br /></span></div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-10701562256318739642008-10-20T19:00:00.000+07:002008-10-20T19:03:19.289+07:00Catatan (68): Wader<img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEig7O6BnxNeoOfBe5Fxs5HG41dapoYRy159FlK6sqFuRSAZ-3xf0R9PdnjZkcauKmBBvzIMw5-xbaNIvjxrQK5ga-UabvFmIbKTK2uBMw_Z-vm_m_s_ral43KupUc8YBqkns5Xa/s200/IMG_2082.JPG" style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5258806348455931618" border="0" /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguZquxkJqaefpmSY2g27SCB2lVkRWciffjl7gwOeEYDyBdbZc985Pba-nZCbHay-ndStcIrV_en97wXw-1RkEAXdSh-dqcQ21tkCeeF2CXGycRRNZzK1U-PP2s5GLDG-8amO97/s1600-h/IMG_2083.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguZquxkJqaefpmSY2g27SCB2lVkRWciffjl7gwOeEYDyBdbZc985Pba-nZCbHay-ndStcIrV_en97wXw-1RkEAXdSh-dqcQ21tkCeeF2CXGycRRNZzK1U-PP2s5GLDG-8amO97/s200/IMG_2083.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5258806341841080722" border="0" /></a><br /><br /><span class="fullpost" style="font-size:180%;"><span class="Apple-style-span">Elegi Sekumpulan Wader</span></span><div><br /></div><div><span class="fullpost">WADER baru saya dengar saat bertugas di Surabaya dua tahun lalu. Saat itu wader merupakan pesanan favorit makam malam teman-teman kerja. Saya coba-coba karena penasaran. Ternyata enak juga! Wader tidak lebih dari ikan sungai kecil-kecil yang digoreng kering tetapi dimakan bersama sambal terasi yang pedas. Waktu kanak-kanak, saya suka memancing di Sungai Cipamali atau Jati di desa kelahiran saya, Ciawi, Tasikmalaya. Saat itu ikan yang didapat antara lain ikan "<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">beunteur</span>" sebesar kelingking orang dewasa. Sisiknya keperakan dan kalau digoreng dibuang dulu isi perutnya. Bagi saya, wader adalah nama lain dari "b<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">eunteur</span>". Sampai sekarang, kalau ada orang yang datang dari Surabaya, wader biasa di pesan. Beberapa hari lalu pesanan wader datang. Jadilah dia teman nasi setiap sarapan pagi. Dengan kopi Sidikalang yang pekat dan sop tofu jamur kuping, wader sambal terasi terasa dahsyat. (PEPIH NUGRAHA)<br /><br /></span></div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-37842135645375033712008-10-19T16:45:00.007+07:002008-10-20T19:00:47.222+07:00Citizen Journalism (31)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUqauq9bdIi4XbXYCKj4qlIG6hOkxNPjVYwHC-8W2Q_oCO6lO6kOuT8ZirjM03ccTZoMcYfvQjueOnipOqqCGhd_a9R6f5cRESzxqitIHO-8BsGC-qoX2EQerF5eHGNnr7k-bp/s1600-h/IMG_2086.JPG"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUqauq9bdIi4XbXYCKj4qlIG6hOkxNPjVYwHC-8W2Q_oCO6lO6kOuT8ZirjM03ccTZoMcYfvQjueOnipOqqCGhd_a9R6f5cRESzxqitIHO-8BsGC-qoX2EQerF5eHGNnr7k-bp/s320/IMG_2086.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5258800385306833746" border="0" /></a><br /><span class="fullpost"><br /><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-large;">Colourful Coconuts</span></span><div><br /></div><div><span class="fullpost">DIMANA bisa kita temukan kelapa berwarna-warni bagai pelangi? Di Jalan Raya Jombang, Pondok Aren, Tangerang, dekat sekolah SD/SMP An-Nisa. Tentu saja bukan asli dari "sononya" berwarna-warni seperti biru, merah dan putih, melainkan hasil kerja tangan-tangan kreatif saja. Kelapa kering itu ditempelkan di dahan pohon rindang sebagai <span style="font-style: italic;">teaser</span> es kelapa muda yang disebut "Kelapa Ijo". Lumayan juga, kumpulan kelapa kering yang dicat warna-warni itu menarik perhatian pelintas jalan, termasuk saya yang iseng menggambil fotonya beberapa hari lalu. (PEPIH NUGRAHA)<br /><br /></span></div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-37521354322017561282008-10-13T09:17:00.005+07:002008-10-13T13:28:29.378+07:00Dari Kompasiana (4)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_3e9hfeSIOu2QP1vpGTr6_jHiSzaZPp3nalOgqzhE76lRST5qsMcnMBHNLdaxH-ZiqlWImcHeebKNwvOkd2cJdo76EMOEvAgqks_2CrxonTfkOGda2cGngH8GEMMmYxz9TngU/s1600-h/pinus.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_3e9hfeSIOu2QP1vpGTr6_jHiSzaZPp3nalOgqzhE76lRST5qsMcnMBHNLdaxH-ZiqlWImcHeebKNwvOkd2cJdo76EMOEvAgqks_2CrxonTfkOGda2cGngH8GEMMmYxz9TngU/s320/pinus.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5256521313955873554" border="0" /></a><br /><span style="font-size:180%;">Sebuah Reuni Keluarga*</span><br /><br /><span class="fullpost">SAYA membaca <a href="http://taufikmihardja.kompasiana.com/2008/10/03/mudik-menciptakan-reuni-kecil/">tulisan Taufik H Mihardja</a> di <a href="http://kompasiana.com/">Kompasiana</a> ini, Mudik Menciptakan “Reuni Kecil” saat saya melaju dalam perjalanan mudik balik. Saya terkesan dengan isinya yang sederhana. Saya coba merekonstruksi kebahagiaan penulisnya saat bertemu teman-teman lawasnya, setelah lebih 20 tahun tidak bertemu. Pastilah ada cerita-cerita yang tak terungkap di antara pelaku peristiwa!<br /><br />Reuni pada hari kedua lebaran adalah tradisi di keluarga saya dari pihak ayah yang punya 11 saudara. Bayangkan, setiap 12 tahun barulah reuni kembali berlangsung di tempat semula. Reuni kali ini berlangsung di rumah salah seorang bibi saya di Sindangbarang. Anda tahu dimana itu Sindangbarang? Di tempat yang sulit dibayangkan meski dengan imaji liar sekalipun!<br /><br />Sindangbarang ada di “atap dunia”, paling tidak kalau dilihat dari Ciawi, Tasikmalaya, desa tempat saya dilahirkan, padahal jaraknya tidak lebih dari 20 kilometer. Anda punya mobil sedan? Jangan berangan-angan bisa sampai ke sana. Dari Ciawi, Anda harus melintas kecamatan Pagerageung yang masih termasuk Kabupaten Tasikmalaya, sebelum moncong kendaraan mengarah ke angkasa, melintas pepohonan pinus dan jati.<br /><br />Sindangbarang? Itu sebuah desa yang berada di Kabupaten Ciamis. “Atap dunia” itu diapit batas tiga kabupaten; Tasikmalaya, Ciamis, dan Kawali! Siaplah dengan posisi duduk astronot saking menanjaknya jalan sempit dan berliku menuju ke sana. Untunglah sekarang jalannya sudah beraspal. Dua tahun lalu, saya nyaris balik arah turun lagi karena jalannya yang masih berbatu dan berlubang seperti mengancam jiwa. Reuni kali ini, saya bahkan berani menumpang mobil bak terbuka.<br /><br />Tetapi bukan soal kurun waktu, bukan soal pertemuan menyenangkan dengan teman-teman seperti yang dialami Taufik, bukan pula soal sulitnya menjangkau “atap dunia” yang mau saya cerita. Saya mau bercerita tentang perjalanan hidup dan nasib seseorang yang begitu cepat berganti hanya dengan mengalami reuni itu saja.<br /><br />Bayangkan, setahun lalu, salah seorang paman masih bergelimang kekayaan berkat menantunya yang “berhasil dalam usaha”. Paman bersama istrinya, juga dua anak mereka, dengan enteng membagi-bagikan “angpao” berupa uang segar dan pakaian dengan kepala masih mendongak. Reuni kali ini, saya melihat paman itu tertunduk lesu dan menangis saat bersalaman dengan siapapun.<br /><br />Selama setahun ini paman dan istri serta anak-anaknya menjadi “buronan” preman yang mengejar-ngejarnya karena urusan piutang berbau penipuan. Menantu yang “usahanya berhasil” itu ternyata menggelapkan uang perusahaan, menjual mobil rental milik orang, dan akhirnya harus berurusan dengan preman suruhan yang menagihnya. Rumah yang menjadi simbol sebuah keberhasilan usaha disita bank. Tidak ada seorang pun yang tahu dimana istri paman, menantu dan anak-anaknya sekarang berada.<br /><br />Reuni tahun lalu, suami salah seorang bibi saya masih segar-bugar dan bahkan masih membanggakan anak-anaknya yang konon berhasil dalam usahanya di Jakarta. Reuni kali ini, suami bibi itu sudah tidak tampak lagi di antara kami karena ia baru dipanggil Yang Kuasa tiga minggu sebelumnya.<br /><br />Reuni keluarga kali ini, juga tanpa kehadiran salah seorang adik kandung saya karena harus menjaga istrinya yang menderita sakit cukup berat, yang mengharuskannya menjalani kemoterafi!<br /><br />Salah seorang keponakan saya, seorang lelaki muda, sangat berhasil dalam usahanya di Jakarta. Ia punya mobil truk, mobil bak terbuka, dan beberapa mobil keluarga. Ia mengaku berjualan buah-buahan di Jakarta. Akan tetapi, tidak seorang pun boleh tahu tempat usahanya menjual buah-buahan di Jakarta, bahkan adik dan orangtuanya pun tidak boleh tahu! Aneh! Usaha apa gerangan? Dari tahun ke tahun hartanya bertambah tetapi siapapun tidak boleh tahu apa yang dikerjakannya itu!<br /><br />Sebagai jurnalis, saya mencium hal ganjil dari salah seorang keponakan yang tidak pernah dekat dengan saya itu karena saking banyaknya keturunan ketiga (para cucu) di keluarga besar itu. Pun tidak pernah tahu dimana dia tinggal di Jakarta meski saya juga bekerja di ibukota ini. Ia seorang pemuda gagah berusia 25-an tahun.Tetapi saya melihat “jiwa yang terbelah” pada dirinya. Ia “kemayu”, lebih luwes dari seorang perempuan. Salah seorang suami bibi saya berbisik, “Anak saya pernah menemukan fotonya dengan pakaian perempuan dan bergaya sebagai perempuan pula!” <span style="font-style: italic;">Naudzubillahi mindzalik!</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Well</span>, tidak harus diberitahu, saya cukup tahu. Masuk akalkah ia berjualan buah-buahan di Jakarta dengan hasil ratusan juta setahunnya? Mengapa ia melarang siapapun untuk mengetahui dimana rumah dan tempat usahanya di Jakarta? Ah, peduli amat dia keponakan kalau ternyata tidak lebih seorang seorang homo yang menjadi piaraan ekspatriat berduit, yang bisa dan biasa memberinya tips jutaan rupiah sekali main sehingga menghasilkan harta berlimpah!<br /><br />Saya menjadi bingung sendiri, di rumah orangtunya di sebuah desa di ujung dunia, saya melihat stiker menempel di kaca-kaca jendela rumah dengan tulisan mencolok: “Waspada AIDS!”. Tidak ada seorang pun peduli dengan stiker itu, kecuali saya. Ya Tuhan, apakah stiker itu dimaksudkan sebagai peringatan untuk dirinya sendiri? Hanya dia yang tahu!<br /><br />Waktu pasti akan terus berputar dan reuni demi reuni keluarga pasti akan datang lagi. Saya tidak tahu lagi apakah saya masih bisa menulis cerita tentang reuni itu tahun depan dan menyaksikan nasib demi nasib saudara-saudara saya silih berganti, atau nasib lebih kejam justru akan menimpa diri saya? Tentu saya berharap tidak, tetapi saya tidak tahu!<br /><br />Bandung, lebaran hari ketiga 1429 H.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Tulisan saya ini diambil utuh dari <a href="http://kompasiana.com/">Kompasiana</a>, blog jurnalis Kompas.</span><br /><br /><br /></span>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-47212600731213697242008-10-10T19:12:00.008+07:002008-10-20T19:06:39.732+07:00Catatan (67): My AXN<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1D5HXgV5QJPGq6eMFZLH1cZlkJROEJG0RBPTS_8D8SVV0J4ZLehTDUT329MLPFsYeK9TIZrxYtreDhD82HkDqkpa1PNtlp_iQzEbbHUwRHjRXZrgpfd9BcxxPemkRl-NPyLKT/s1600-h/Pepih+dan+Nia.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 241px; height: 180px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1D5HXgV5QJPGq6eMFZLH1cZlkJROEJG0RBPTS_8D8SVV0J4ZLehTDUT329MLPFsYeK9TIZrxYtreDhD82HkDqkpa1PNtlp_iQzEbbHUwRHjRXZrgpfd9BcxxPemkRl-NPyLKT/s320/Pepih+dan+Nia.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5255498169286653826" border="0" /></a><br /><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">Jepretan Erik</span><br /><br />SAYA tidak tahu kalau Erik, rekan liputan di lapangan - khususnya saat meliput Kongres PDI Soerjadi tahun 1998 lalu - menjepret saya diam-diam. Uniknya, Erik yang nama lengkapnya Yesiah Ery Tamalagi, yang masih bekerja di TPI itu memotret saya saat saya memotret orang lain. Siapa seorang pria ganteng di ujung foto ini dan siapa perempuan cantik di samping saya, mestinya tidak usah saya ceritakan lagi. Anda mungkin dapat menebaknya. Ya, mereka tidak lain suami-istri Nia Zulkarnaen dan Ari Sihasale. Foto diambil Erik beberapa waktu lalu, ketika ada acara MDG's di Hotel Santika, Jakarta. Erik memasang foto ini dan memajangnya di <a href="http://www.facebook.com/profile.php?id=716623870&ref=name#/photo.php?pid=920978&op=1&view=album&subj=716623870&aid=40099&auser=686199984&id=686199984&ref=mf">Facebook</a> saya.<br /></span>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-48933914795502893092008-10-08T16:48:00.012+07:002008-10-20T19:09:25.139+07:00Citizen Journalism (30)<span class="fullpost"><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-large;">Ubi Cilembu</span></span><div></div><div><span class="fullpost"><br />ANDA yang kebetulan sedang dalam perjalanan melewati jalur Tanjungsari-Jatinangor, Sumedang, atau bahkan ke arah Nagreg, Garut, akan menjumpai deretan pedagang ubi bakar Cilembu. Disebut ubi bakar tidak pas juga, karena umumnya ubi supermanis ini dimasak di-<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">oven <span class="Apple-style-span" style="font-style: normal;">selama kurang lebih delapan jam untuk menghasilkan ubi atau <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"><span class="Apple-style-span" style="font-style: normal;"><span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">hui</span> (bahasa Sunda) yang <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">ambucuy</span> (sulit dicari padanannya dalam bahasa Indonesia). Pokoknya<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"> ambucuy </span><span class="Apple-style-span" style="">itu </span><span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">legit. </span><span class="Apple-style-span" style="">Wah</span><span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">, legit</span><span class="Apple-style-span" style=""> juga susah dicari padanannya</span><span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">. </span><span class="Apple-style-span" style="">Pokoknya </span>sangat manis sajalah. Tentu saja gadis sangat manis tidak bisa dibilang </span><span class="Apple-style-span" style="">ambucuy</span><span class="Apple-style-span" style="font-style: normal;">!</span></span></span></span></span></div><div><br /></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"><span class="Apple-style-span" style="font-style: normal;"><span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"><span class="Apple-style-span" style="font-style: normal;"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfRGpoFX7MADI3hJ97aK3YfPQTSNBwJbDG8YrX7LVqwdTpg_BnGKR4_LAocErg3xf-hU6IGlaqtlcRt362az7K4GCcAR8pwRJUzns_NJevCPkdEu7ao3Xuf-9TBCGz5pne4eBj/s200/IMG_2052.JPG" style="cursor: pointer; width: 180px; height: 135px;" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5254724868160170546" border="0" /><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVjWN8tMEncmzW95y4y-JU7WMr6C5HUTzj5lx7jfU2Il80KO_TwkgyG42VJtd-KYkjN9fWIPfoK-aUXAEhKJqJP4eCORZxt_gyzH6alAgYQ7XVBpaQeRPvIQky1quYhOjDMyo8/s200/IMG_2057.JPG" style="cursor: pointer; width: 177px; height: 135px;" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5254724874803703106" border="0" /> </span></span></span></span></span></div><div><br /></div><div><span class="fullpost">Tetapi jangan salah, belum tentu ubi yang dipajang di pinggir jalan itu asli dari Cilembu, meski boleh jadi yang jualan mengklaimnya sebagai "<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">hui</span> asli Cilembu". Kalau ingin menemukan yang benar-benar asli, salah satunya ada di dekat Masjid Agung di Kecamatan Tangjungsari. Nama kiosnya "Wawan". Di sini ubi <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">oven</span> dihargai "supermahal" untuk ukuran ubi, yakni Rp 15.000 per kilogram. Di tempat lain harganya bisa cuma separonya, tetapi <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">ambucu<span class="Apple-style-span" style="font-style: normal;"><span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">y-</span>nya<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"> </span>tidak dijamin. </span></span></span></div><div><br /></div><div><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGw4i893jaJhKu3iVx7Y6Pazsmjl874GrGSh244ijtIgy9nHIiafsoP8kcVDNCei0WkbwTmxcfb6X6sfV86GGP49PLKFuFdM-t2gUvI5Ej8taeMXXQteMaDWZCscQ83jilZW1p/s200/IMG_2054.JPG" style="cursor: pointer; width: 189px; height: 142px;" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5254724873571625250" border="0" /><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidCIFIF3woaQAjFog6LoTB9v9rye5YlnozJF0koRAh6SQbHxys6PvF_kDUjIfKk_8CxN3mOjbI-1OLpiDGDlMJ6zUdCWfFGt3C6dExFTTfilJu6dbPtIyd-BkhSccBKBCBBPFV/s200/IMG_2055.JPG" style="cursor: pointer; width: 190px; height: 143px;" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5254724875727253378" border="0" /><br /></div><div><br /></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"><span class="Apple-style-span" style="font-style: normal;">Uniknya, Mang Wawan, pemilik kios itu, punya sertifikat yang dikeluarkan Kepala Desa (lurah) Cilembu, yang menyatakan bahwa ubi yang didagangkannya asli dari Cilembu. Saya berani bertaruh, Mang Wawan jujur dan tidak bohong!</span></span></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"><span class="Apple-style-span" style="font-style: normal;"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTPy9PIZhA1jcPb0CU1MBJovfJKfl7PEFnThhj2dicoO2nWHtw8LPrPhM-z2iV-aDksw3n-4gq9TKMoICodZXfK11JdoJR5UFRiIyMW0v4wwAmd0LlI4MiKkzym4BJQZXRthd7/s200/IMG_2050.JPG" style="cursor: pointer; width: 176px; height: 132px;" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5254724870372034482" border="0" /></span></span></span><span class="fullpost"><span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"><span class="Apple-style-span" style="font-style: normal;"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3GIaGZuaAWUnDE_MMJHxjf4CZgy3_MeH91IPz3BvIdgRy366xRiUHJNXTzjfWkCJWpvp_80l3dzpzAfZhyphenhyphens8IffS8QZTTg9rQKKbg1zYYUV-stDSx8nOVdS22Wf1htjk3lFVb/s200/IMG_2051.JPG" style="cursor: pointer; width: 171px; height: 130px;" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5254727627945316930" border="0" /></span></span></span><div><br /></div></div><div><br /></div><div><span class="fullpost">Saat mudik balik kemarin, 3 Syawal 1429 Hijriyah, saya tidak lupa memotret ubi Cilembu asli dan pemiliknya beberapa sekuel, seperti terlihat pada foto yang tersebar disini, khususnya sertifikat keaslian ubi Cilembu itu. <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Ambucuy, euy! </span> (PEPIH NUGRAHA)<br /><br /></span></div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-74510215985625295382008-10-06T10:20:00.006+07:002008-10-06T10:51:49.317+07:00Citizen Journalism (29)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVIJeXSVtXLxGMGRn8Gl_HpmREnJUFmTYqkaj2yQSoKx10yce7F87OiQvUKFUwxVwXr0v-z5UH0EVKJnOrIxZzvndLbDMDJrc-e5MktgebcaHJZYOx2UyhKp6XyvtmmpK1i-N4/s1600-h/IMG_2045.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVIJeXSVtXLxGMGRn8Gl_HpmREnJUFmTYqkaj2yQSoKx10yce7F87OiQvUKFUwxVwXr0v-z5UH0EVKJnOrIxZzvndLbDMDJrc-e5MktgebcaHJZYOx2UyhKp6XyvtmmpK1i-N4/s320/IMG_2045.JPG" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5253881702475272594" /></a><br /><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-large;">Pom Bensin "Unyil"</span><div><br /></div><div>SAYA banyak menemukan pom bensin berukuran kecil di sepanjang ruas jalan Wado menuju Sumedang, Jawa Barat. Pom bensin ini bisa terdapat di keramaian atau bahkan di tempat sunyi yang jauh dari keramaian dan berada di bibir jurang dalam pula, seperti yang tampak dalam foto di samping. Hanya tersedia bensin dan solar. Bensin untuk roda dua dan kendaraan roda empat, solar untuk truk atau mobil disel. Maaf, belum ada bensin beroktan tinggi seperti pertamax, sebab mobil-mobil baru jarang lewat jalur ini kalau tidak terpaksa untuk menghindari macetnya jalur Nagreg. </div><div><br /></div><div>Foto di atas saya ambil saat mudik balik, 3 Oktober lalu dari arah Malangbong, Garut. Saat mudik balik saya bergerak dari Ciawi, Tasikmalaya menuju Bandung. Pom bensin "Unyil" ini laris manis diserbu pemudik yang tidak saja diri mereka sendiri yang kehausan, tetapi sepeda motornya juga. Saya menghindari jalur Nagreg yang pasti menjadi berita seksi tahunan karena terkenal kemacetannya. Herannya, para pemimpin yang didoakan dalam lagu "Hari Lebaran" ciptaan Didi dari Orkes Mus Mualim , yakni "<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">selamat para pemimpin, rakyatnya makmur terjamin</span>", tidak pernah memberi solusi atas kemacetan tahunan itu. Di Nagreg tahun ini memang ada usaha membedah kemacetan dengan "menoreh" sebagian badan jalan, tetapi kemacetan malah bertambah-tambah. Minal Aidin Wal Faidin... (PEPIH NUGRAHA)</div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-64106327090072601872008-09-29T10:06:00.007+07:002008-10-06T10:53:09.133+07:00Catatan (66): Selamat Berlebaran<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh026yexCf95nIRWVV-YljCkYkaMaGZwrfSVpGoRfq32G7962yqAKfr3J3VuGZO7rXZ9JAJewis0ygmmOPPF7tzV7HMa0dO42cZIJfvP-_vqvkwW4RAVhPgUdDyUkkU9Zq9A9nU/s1600-h/Mudik.JPG"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh026yexCf95nIRWVV-YljCkYkaMaGZwrfSVpGoRfq32G7962yqAKfr3J3VuGZO7rXZ9JAJewis0ygmmOPPF7tzV7HMa0dO42cZIJfvP-_vqvkwW4RAVhPgUdDyUkkU9Zq9A9nU/s320/Mudik.JPG" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5251289654155280002" /></a><br /><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-large;">Mudik dan Maaf Lahir Batin</span></div><div><br /></div><div>DENGAN kursi roda yang dikayuh tangannya, Sukamto (55), seorang penyandang cacat, mudik ke kampung halamannya di Ponorogo. Ia mengayuh kursi roda dengan kekuatan kedua lengannya dari Surabaya. Keinginannya pulang kampung tidak terbendung. Sudah bertahun-tahun dia tidak mudik, menengok kerabatnya.</div><div><br /></div><div>Itu tulisan yang saya baca di harian<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"> Kompas</span> hari ini. Sementara ribuan pemudik pengendara sepeda motor berkumpul di satu titik, Sunter Jakarta, untuk sama-sama menuju beberapa titik lainnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada juga rombongan pemudik menggunakan bajaj, kendaraan roda tiga. Satu keluarga, dengan lima nyawa di dalam satu bajaj, mencoba meraih cita-cita mulia, bersilaturahmi dengan kerabat di kampung halaman. </div><div><br /></div><div>Tetapi yang saya dengar dan lihat di televisi, seorang suami harus kehilangan anak dan istrinya untuk selamanya setelah kecelakaan tragis menimpanya, padahal sisa jarak yang harus mereka tempuh tinggal 25 kilometer lagi untuk sampai di Cirebon setelah berjuang di jalanan yang panas dari Jakarta. Tragis.</div><div><br /></div><div>Jutaan warga muslim lainnya berjuang susah payah berjejal-jejal di kereta api kelas ekonomi dan bus-bus umum menuju tanah Jawa. Drama tahunan yang terus berulang, kerumunan orang di terminal bus dan stasiun keretaapi, selalu terjadi. Drama manusia berebut agar biasa masuk ke dalam keretaapi, seperti yang tampak dalam foto di atas (sumber: <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Kompas</span>), menjadi ritual tahunan yang kadang terasa memilukan. Jutaan orang yang berpindah sementara dari Jakarta menuju kota dan desa-desa lainnya di luar Jakarta itu hanya punya satu tujuan mudik: silaturahmi. </div><div><br /></div><div>Bayangkan, silaturahmi yang mulia itu kadang harus dilakukan dengan bertaruh nyawa di jalanan yang panas dan ganas. Tidak peduli kesulitan menghadang di setiap ruas jalan, asalkan jiwa dan raga bisa fitri dan bersih kembali tanpa cela terhadap sasama dan sanak saudara. Kadang urusan nyawa diserahkan saja pada Sang Empunya sekaligus Sang Pemberi, asalkan hati bisa kembali fitri.</div><div><br /></div><div>Maka, tidak ada salahnya dalam kesempatan ini saya mengucapkan "Selamat berlebaran, mohon maaf lahir dan batin...." </div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-56347965103884497782008-09-24T20:09:00.005+07:002008-10-06T10:57:40.361+07:00En Passant<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnV3fjlb6-7hhSMc4uv142CmP2VDWagCq7YfHw2k1nodn9UpNy9Otva0H8ji0Fsh_7ztbc-y8UiiS__5j-YPn5XZcpIdKbbejuL5vme7Z_4bB20gvWo00v6QK62-DIuHmBjlMb/s1600-h/Cris+anderson.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5249772513462662706" style="FLOAT: right; MARGIN: 0px 0px 10px 10px; CURSOR: hand" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnV3fjlb6-7hhSMc4uv142CmP2VDWagCq7YfHw2k1nodn9UpNy9Otva0H8ji0Fsh_7ztbc-y8UiiS__5j-YPn5XZcpIdKbbejuL5vme7Z_4bB20gvWo00v6QK62-DIuHmBjlMb/s320/Cris+anderson.jpg" border="0" /></a><br /><div><span style="font-size:180%;">Long Tail</span><br /><p>SAYA beruntung dapat mengikuti paparan Chris Anderson penulis buku laris "Long Tail" di Amsterdam, Belanda, beberapa waktu lalu. Saya menyimak betul paparannya meski belum baca bukunya kala itu. Rekan saya, Budi Putra yang sudah membacanya mengompori saya untuk segera membacanya. Kini saya sudah membacanya.<br /></p><p>Intinya buku itu mengajarkan bagaimana kita mengambil untung dari banyaknya ceruk (<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">niche</span>) yang diibaratkan ada pada ekor naga yang panjang itu. Saya jadi teringat bisnis cara ini sudah dipraktikkan sejak lama oleh para pengusaha kecil di Wonogiri sampai Tasikmalaya. Caranya jualan dengan jenis yang beragam pilihan tapi ngambil untung sedikit saja. Analoginya: ambil untung sedikit dari yang banyak, jangan ambil untung banyak dari yang sedikit!<br /></p><p>Dengan cara itu, untuk apa bikin film <em>box office</em> dengan biaya triliunan rupiah kalau hanya meraih untung setarikan napas saja. Bagi penjual CD film, lebih baik menjual kembali film-film lama atau bahkan klasilk dengan membeli murah hak cipta daripada menjual film-film <em>box office. </em><br /></p><p>Dalam kesempatan berharga di Amsterdam itu, saya mendapat pelajaran bagaimana cara berbisnis dengan menggratiskan barang dan khususnya jasa, tetapi kita mendapat untung dengan cara lain. Contoh, saya tidak percaya kalau ada tiket pesawat Spanyol-Amerika yang harganya cuma US$10 atau sekitar Rp 94.000.<br /></p><p>Bagaimana perusahaan penerbangan bisa untung? Ternyata untuk memesan tiket murah itu dilalukan lewat internet dengan keharusan berkunjung ke situs milik maskapai itu. Dalam sekejap, situs itu dikunjungi jutaan orang. Dengan cerdik, maskapai itu menawarkan halaman situsnya untuk memasang iklan. Jadi, maskapai itu mendapat untung besar dari pemasang iklan, yang keuntungannya jauh lebih besar daripada menjual tiket pesawat terbang!<br /></p><p>Di <em>Kompas</em>, saya pernah menulis artikel yang menyarankan agar <em>Kompas </em>digital atau <em>Kompas epaper</em> (<a href="http://epaper.kompas.com/">http://epaper.kompas.com/</a>) digratiskan saja, jangan sekali-kali menjadikan dia koran digital berbayar. Jangan pungut uang pembaca. Toh kalau digratiskan, banyak orang yang berkunjung ke situs <em>Kompas</em> digital itu.<br /></p><p>Darimana <em>Kompas</em> dapat untung? Dari pemasang iklan! Ini beda dengan pemasang iklan di Harian Kompas, tapi memasang iklan dengan tampilan "rich media" yang kaya, hidup, interaktif, dan bergaya. Sampai sekarang, saat <em>Kompas epaper</em> diluncurkan awal Juli lalu, masih digratiskan. Tapi sayang orang-orang iklan belum menggarap dan menganggap bahwa itu tambang uang baru!<br /></p><p>Sama saja dengan konsep "free paper" ala Rupert Murdoch yang mengratiskan korannya tapi bisa menghasilkan uang dari pemasang iklan! Di Jakarta, band Naif menggratiskan CD rekaman terbarunya, tapi keuntungannya ia bisa manggung dimana-mana dengan perolehan besar. Saat saya bertugas di Makassar, penyanyi Iwan Tompo tidak berharap banyak dari royalti kaset dan CD rekamannya karena serangan pembajak. Tapi ia bisa hidup layak dari panggung ke panggung karena ia menjadi terkenal. Kaset dan CD yang tidak menguntungkan itu ia anggap sebagai promosi gratis!<br /></p><p>Di Semarang saya bisa mengajar, jadi dosen terbang, pembicara dalam seminar, tampil di televisi, dan jadi dosen di Universitas Media Nusantara (UMN), sedikit banyak berkat menggratiskan kemampuan saya di bidang jurnalistik dan penulisan di blog Beranda t4 Berbagi ini. Banyak tawaran mengajar dan membuat buku hanya karena mereka membaca blog Beranda ini. Padahal, saya ikhlas berbagi ilmu dan pengalaman.<br /></p><p>Di Semarang ini pula saya teringat Chris Anderson dengan "Long Tail"-nya. Tidak terasa, ternyata selama ini saya telah mempraktikkan bisnis "free" dan "long tail" secara tidak langsung. Hasilnya baru terasa sekarang ini.<br /><br />Powered by Telkomsel BlackBerry®</p></div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-13187747505174872852008-09-22T15:34:00.007+07:002008-10-06T12:12:17.126+07:00Dari Kompasiana (3)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhny_h3OvTJXTa2Urtcsl-oDPBC_i6zcQ9Dp6J4kMoEUNW2A3fFJwMmbUqECBsegF0FYjCcbebp-Kc4XwTNqY1sSMnQU5U1XEpRYQzJjUlFuYxchKK5o0yssTKkOB5GpN4boq3e/s1600-h/Tragedi+pasuruan.jpg"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhny_h3OvTJXTa2Urtcsl-oDPBC_i6zcQ9Dp6J4kMoEUNW2A3fFJwMmbUqECBsegF0FYjCcbebp-Kc4XwTNqY1sSMnQU5U1XEpRYQzJjUlFuYxchKK5o0yssTKkOB5GpN4boq3e/s320/Tragedi+pasuruan.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5248762256256130754" /><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-large;"></span></a><div><br /></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-large;">Tragedi Kemanusiaan Pasuruan*</span><br /></div><div><div><br /></div><div>APA arti lembaran kertas senilai 20.000 perak? Nyawa! Lebih tragis lagi, 21 nyawa perempuan melayang demi uang sejumlah itu. Rekan saya, <a href="http://ahmadsubechi.kompasiana.com/2008/09/16/deritamu-adalah-derita-kita/">Ahmad Subechi</a>, menggambarkan dengan baik derita para ibu perjuang yang malang itu di <a href="http://kompasiana.com/">Kompasiana</a> ini. <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Deritamu adalah Derita Kita</span>, demikian ia memberi judul tulisannya.</div><div><br /></div><div>Mengapa para ibu, para pejuang kehidupan itu rela mati demi 20.000 rupiah? Karena kertas itu begitu berharga. Karena kertas itu bisa memperpanjang hidup barang sehari dua hari. Kertas itu bisa memberi makan sekeluarga, entah itu makan sahur atau saat berbuka puasa. Jangan-jangan di antara para ibu, mereka yang sedianya menerima zakat itu, ada yang berpikir bahwa uang itu untuk bekal lebaran nanti!</div><div><br /></div><div>Mengapa begitu banyak para ibu yang berharap menerima zakat dari pengusaha setempat bernama Saikhon? Mengapa jumlahnya mencapai ribuan hanya untuk mendapatkan uang senilai itu? Kemiskinan dan kemelaratan, itu barangkali jawaban paling tepat. Kalau ribuan ibu itu hidupnya sejahtera, cukup sandang, pangan dan papan sebagaimana yang diidealkan pemerintah, tragedi Pasuruan yang mengentak kesadaran itu tidak akan pernah terjadi.</div><div><br /></div><div>Seorang rekan kerja saya bilang, di Pasuruan berkembang isu bahwa para korban tewas terinjak-injak saat berebut zakat itu karena memang “dikorbankan” untuk pesugihan. Konon tahun kemarin juga tiga orang tewas di tempat yang sama, hanya saja tidak sempat teramaikan di media massa. Karena korbannya mencapai 21 tewas, katanya, “Si pengusaha itu akan semakin kaya di tahun depan!”</div><div><br /></div><div>Saya menyangkal habis pendapat rekan saya yang berbau klenik ini, meski tidak tertutup kemungkinan pikiran semacam ini hinggap di sementara orang, termasuk Anda barangkali. Saya berkhusnuzon (berpikir positif) bahwa Haji Saikhon adalah pengusaha sarang walet yang sedang melaksanakan salah satu dari lima Rukun Islam, yaitu kewajiban berzakat. Alangkah tragisnya pula jika niat baik berbagi harta kepada sesama dalam bentuk zakat itu harus berakhir di terali besi yang dingin dan beku.</div><div><br /></div><div>Sudah terdengar pernyataan yang memojokkan, bahwa Haji Saikhon seharusnya menitipkan harta untuk berzakat ini kepada badan amil zakat yang diurus pemerintah. Haji Saikhon disalahkan karena membagikan zakat secara langsung tanpa meminta bantuan aparat keamanan. Repotnya hidup di negeri ini, berbuat amal baik pun masih disalahkan. Jangan-jangan ia membagikan langsung zakat itu karena tidak lagi percaya pada pemerintah.</div><div><br /></div><div>Terdengar pula kabar bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengutus seorang menterinya ke Pasuruan untuk menyampaikan bela sungkawa, yang memang sudah seharusnya dilakukan. Demikian juga para politisi mencari kesempatan tragedi ini untuk mencari simpati. Para pejabat teras negeri ini juga menunjukkan simpati terhadap para korban tragedi Pasuruan ini dengan cara masing-masing. </div><div><br /></div><div>Mudah-mudahan sambil bersimpati mereka juga merefleksi diri; sudah cukupkah mereka berbuat untuk rakyat negeri ini? Masih pantaskah mereka meneruskan amanah untuk membuat negeri ini gemah ripah loh jinawi? Atau sebaiknya mereka berbesar hati dengan mengaku “kami memang tidak mampu!”</div><div><br /></div><div>Ah, mana mereka mau!</div><div><br /></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Tulisan saya ini diambil utuh dari <a href="http://kompasiana.com/">Kompasiana</a>, blog jurnalis Kompas.</span></div></div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-11400729426193569112008-09-21T21:55:00.012+07:002008-10-20T19:12:36.377+07:00Citizen Journalism (28)<span class="Apple-style-span" style="font-size:x-large;">Robot Melek Ponsel</span><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-large;"></span><br /><div><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSgU9lQ7aBVRHRbhsJwKFfCNYDw3X9OzJkffWmjkh34R3uhbDzvJRgeKnDenYBDhnA53627IcuhkE5-FRwYkSaNc_lDdAgvStOYSfbI82skkIvkRTlzJOQ_LYaZ6J5mNN1gXvI/s200/IMG_0707.JPG" style="cursor: pointer; width: 250px; height: 189px;" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5248492279232211394" border="0" /><br /></div><div><br /></div><div>DIMANA ada robot melek telepon seluler dan segala games yang ada di ponsel N-Gage? Di Amsterdam, Belanda! Tetapi bukan robot betulan. Itu manusia biasa yang menggunakan kostum salah satu tokoh dalam games yang sudah ditanam di ponsel Nokia seri N-Gage, Star Wars. Tidak urung kehadiran si tokoh Star Wars ini membetot perhatian pengunjung pameran tersebut, apalagi ia hero modern yang baik hati karena selalu membagi-bagikan kartu mainan Star Wars kepada setiap pengunjung yang mendekat. Foto ini saya abadikan saat berada di Amsterdam, beberapa waktu lalu. (PEPIH NUGRAHA)</div><div><br /></div><div><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyFPXdXArUjOR0SQlHTlsxYwwtaTgc29kqvqHRemkPk57jatSE2BHoKPJR8ehH8dlRwpky2k_v7xxcy4XhEp9GOVo34M2iebxU5x9qj2XghJVMisdCMVWOQyzvIngS6-uK3zbp/s200/IMG_0708.JPG" style="cursor: pointer; width: 186px; height: 139px;" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5248493703812333698" border="0" /> <img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmv8UsXcEfedHTErKgecvG8gmBpJSSncoOYWfp-upfiMKdZhAPTN3yb6GLLn6O7vvWo345DceTug-v7zA58fhSHnPGhxIhrxxQd5p2ovO6iuaOdRTM-7QCdB5w2gXZe7mDpbjv/s200/IMG_0709.JPG" style="cursor: pointer; width: 182px; height: 136px;" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5248492288736436706" border="0" /><br /></div></div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-78992704626853844932008-09-18T12:40:00.007+07:002008-10-06T10:54:38.444+07:00Catatan (65): Foto Soeharto<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBnOMw05WmL2jzaNNorqQWXRZq0Mnu4_1I-zqHRnuIlvjWTkfAQz38ZFuZJZ5GIaq6kWiC2m2649i0ElVcfyGfQTw-MJg5A0i4ccwkAy_LtkwX5TFLR1eKMoWdmXZry3wq-HlY/s1600-h/Soeharto.JPG"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5247234526834278306" style="FLOAT: right; MARGIN: 0px 0px 10px 10px; CURSOR: hand" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBnOMw05WmL2jzaNNorqQWXRZq0Mnu4_1I-zqHRnuIlvjWTkfAQz38ZFuZJZ5GIaq6kWiC2m2649i0ElVcfyGfQTw-MJg5A0i4ccwkAy_LtkwX5TFLR1eKMoWdmXZry3wq-HlY/s400/Soeharto.JPG" border="0" /></a><br /><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-large;">Foto Pak Harto Yang Bersejarah</span> <div><br /></div><div>SAYA sudah menulis panjang lebar mengenai Presiden Soeharto saat mantan orang nomor satu di republik ini meninggal dunia beberapa waktu lalu. Akan tetapi dalam cerita itu, saya tidak menyertakan foto bersejarah yang saya jepret sendiri di kediaman Soeharto di Jalan Cendana, 19 Desember 1998. Alasannya sederhana saja, waktu itu saya belum tahu kalau foto berformat PDF ternyata bisa dipindahkan ke format JPG. Karena saya menganggap peristiwa dan foto yang saya dapatkan begitu penting, setidak-tidaknya bagi saya, maka saya tampilkan lagi foto Pak Harto dengan Gus Dur di atas. Sementara tulisan tentang Pak Harto meninggal dan bagaimana sebagai jurnalis saya bereaksi atas meninggalnya Pak Harto, bisa dibaca <a href="http://pepihnugraha.blogspot.com/2008/01/catatan-kenang-kenangan-dengan-pak.html">di sini.</a> Silakan! (PEPIH NUGRAHA) </div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-87898122085010580062008-09-18T05:20:00.006+07:002008-10-06T10:55:02.111+07:00Citizen Journalism (27)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgoS9jYfkDbZOhLLb_QvwROQRRPHAscOqL9AcnLrLnPvt2P-o6AGBJrHHHriebBJ6NqnsZne4XnImP-EvloiLX2qXKTIG0jquc8zM7v-_sW2cWfvMk2eeLsovv6UlPPVzKJDzo/s1600-h/IMG_1512.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgoS9jYfkDbZOhLLb_QvwROQRRPHAscOqL9AcnLrLnPvt2P-o6AGBJrHHHriebBJ6NqnsZne4XnImP-EvloiLX2qXKTIG0jquc8zM7v-_sW2cWfvMk2eeLsovv6UlPPVzKJDzo/s200/IMG_1512.JPG" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5247123227653307394" /></a><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-large;">Limbah Bermanfaat</span><div><br /></div><div>LIMBAH botol plastik bekas minuman kemasan ini jika ditanam di tanah konon tidak akan terurai sampai ratusan tahun. Pemulung bisa menjual limbah ini Rp 10 sampai Rp 50 perbotol kepada pengepul. Bahkan mungkin hitungannya perkilogram yang harganya tidak seberapa. Tetapi di Situ Panjalu, Ciamis, Jawa Barat, sebuah tempat wisata ternama di daerah itu, limbah ini dijual Rp 500 perbotolnya. </div><div><br /></div><div>Lho kok bisa semahal itu? Bukankah harga per botol minuman kemasan itu paling mahal Rp 2.500? Ya, namanya di daerah wisata, apa-apa bisa jadi duit. Ternyata botol plastik bekas itu dijual untuk kepentingan wisata yang akan mengambil "air suci" di pulau (nusa) yang berada di tengah Situ Lengkong atau Situ Panjalu. Foto ini diambil sekitar akhir Juli 2008 lalu saat saya <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">journey</span> ke tempat-tempat wisata di empat kabupaten: Tasikmalaya, Ciamis, Garut, dan Bandung. (PEPIH NUGRAHA) </div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-21140135681313748922008-09-17T10:42:00.005+07:002008-09-17T18:10:12.334+07:00Dari Kompasiana (2)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbV6a2C4E9zM-aeZMqEDUNXwfWgcbgs2MCQiuxprcwwRuE3GeQHGwyDXm__ns0ceChBpmN4dMvSmINZ02Wmo_YkyO_rNJ8SqXSiDDRKIBBr5nstleLcsosPTMRA_kYUkcc76Le/s1600-h/Kompasiana1..jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5246831419164022114" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; CURSOR: hand" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbV6a2C4E9zM-aeZMqEDUNXwfWgcbgs2MCQiuxprcwwRuE3GeQHGwyDXm__ns0ceChBpmN4dMvSmINZ02Wmo_YkyO_rNJ8SqXSiDDRKIBBr5nstleLcsosPTMRA_kYUkcc76Le/s200/Kompasiana1..jpg" border="0" /></a><br /><div><span style="font-size:180%;">Elegi Daging Daur Ulang*</span></div><div><br /></div><div>COBA sekali-kali pakai pola pikir dan pola tindak para pemimpin negeri ini, coba kita sedikit berempati kepada SBY, JK, AL, GK, dan HN misalnya, orang-orang yang kita anggap pantas mewakili negeri ini sebagai pemimpin saat ini. Lalu hadapkan pada persoalan daging daur ulang yang menurut <a href="http://agushermawan.kompasiana.com/2008/09/13/daging-daur-ulang/">pandangan Kang Ush</a> bermuasal dari kemiskinan, lantas apa yang bisa mereka perbuat, para pemimpin itu? </div><div><br /></div><div>Sudah dapat ditebak, paling tidak sebatas “menyesalkan”, “Meminta untuk ditindak”, “mengutuk”, “tegakkan peraturan” dan seterusnya, kata-kata baku yang sering dikutip media. Tidakkah mereka bertanya pada diri sendiri, merefleksi diri, mengapa ini semua terjadi? </div><div><br /></div><div>Kemiskinan! Itu jawaban singkatnya. Orang-orang dekat Presiden boleh saja berbusa-busa mengatakan bahwa kemiskinan menurun. Buktinya? Daging daur ulang adalah salah satu indikasinya. Tidak adanya lapangan pekerjaan, tidak adanya jaminan sosial bagi orang miskin, tidak bekerjanya dinas sosial dan alat-alat pemerintah lainnya yang bertugas menyejahterakan rakyatnya, mengakibatkan daging daur ulang itu ada. </div><div><br /></div><div>Bahwa ada orang-orang “kreatif” semacam para pendaur ulang daging sisa itu, dari sisi si pelaku, itu harus diletakkan pada kebutuhan dasar bahwa mereka juga perlu makan. Apa yang bisa mereka makan saat pekerjaan tidak ada, apalagi bicara modal. Ya mengais-ais sisa makanan itulah. </div><div><br /></div><div>Di negeri ini, jangankan rakyatnya yang sudah banyak menderita lapar, bangsa kucing dan anjing pun dalam waktu dekat akan segera menemui ajal akibat kelaparan. Mengapa? Karena daging sisa yang seharusnya buat mereka, malah didaur ulang untuk makanan manusia Indonesia. Salahkah rakyat yang membeli? Tidak! Sebab hanya dengan uang terbatas di kantong itulah mereka bisa memenuhi kebutuhan makan keluarga dengan membeli daging daur ulang! </div><div><br /></div><div>Apa yang Anda bayangkan dengan mobil mengkilat para pejabat, rumah dinas mewah dengan fasilitas lengkap, uang berlimpah dari hasil kongkalikong yang boro-boro sampai menetes ke bawah, dan kebiasaan menghambur-hamburkan uang belanja di luar negeri, dihadapkan dengan persoalan daging daur ulang yang ternyata menjadi makanan penting sebagian penduduk Indonesia? </div><div><br /></div><div>Kita, orang-orang mengerti yang bekerja di media massa, sudah seharusnya meyakinkan kepada para pembacanya untuk selalu memercayai dan menaati pemerintah lengkap dengan seperangkat aturan hukumnya. Lama-lama saya ragu, jangan-jangan “rakyat” pembaca menganggap kita sebagai orang tidak waras, karena rakyat sudah lebih dahulu merasa tidak harus memercayai dan menaati pemerintah, wong ada atau tiada pemerintah sama saja. Wah….</div><div><br /></div><div>* <em>Opini saya ini diambil utuh dari </em><a href="http://kompasiana.com/"><em>Kompasiana</em></a><em>, yaitu blog para jurnalis Kompas.</em></div><div></div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-25910925020361175592008-09-16T21:23:00.010+07:002008-10-20T19:17:59.473+07:00Citizen Journalism (26)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIaEzg9ozE6FdeA7TSVcLO_Zf3xuB_glSTxdiX1lbCeeCJtTFqLfgEJekucukgfSJVdIT8h_pPn6K-Jbqz7Wj4ius710Jo89NG13MqOqOxY_bE7L9WnWJJzPLCTXtn7vZ0_6n7/s1600-h/IMG_1896.JPG"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIaEzg9ozE6FdeA7TSVcLO_Zf3xuB_glSTxdiX1lbCeeCJtTFqLfgEJekucukgfSJVdIT8h_pPn6K-Jbqz7Wj4ius710Jo89NG13MqOqOxY_bE7L9WnWJJzPLCTXtn7vZ0_6n7/s200/IMG_1896.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5246641325228698418" border="0" /></a><br /><span class="Apple-style-span" style="font-size:180%;">Kala "Roy" Jualan Sepeda</span><div><br /></div><div>MASIH ingatkah sosok pria berkepala plontos nyebelin penggoda Sarah dalam sinetron kondang "Si Doel Anak Sekolahan" beberapa tahun lalu? Dialah Djoni "Roy" Irawan, pengacara yang pernah memainkan peran antagonis itu. Dimana dia sekarang? </div><div><br /></div><div>Sudah sedemikian bangkrutkah ketika pada hari Minggu, 14 September lalu dia terlihat berjualan sepeda tua di bazaar amal sekaliber kompleks perumahan Vila Bintaro Indah? Tidak tanggung-tanggung, selusin lebih sepeda ontel dia tawarkan kepada para peminat, termasuk aksesorisnya.</div><div><br /></div><div>Tunggu dulu! Pria yang berteman baik dengan Wakil Bupati Tangerang Rano Karno ini masih tetap pengacara dan bahkan punya kantor sendiri. Lalu mengapa dia mendadak jadi penjual sepeda? "Tidak juga, ini sekedar display aja," katanya saat saya tanya alasannya, ketika pria beranak empat ini menunggui koleksi sepeda ontel bersama teman-temannya. </div><div><br /></div><div>Tak pelak lagi, bazaar amal bertambah meriah dengan kehadiran sepeda antik dari masa tahun 50-60'an itu, meski tak satupun sepeda ontel itu terjual. Beberapa orang bahkan diperbolehkan menjajal sepeda antik itu keliling arena bazaar, tanpa dibebani keharusan membeli. Ya, namanya juga display alias pameran. </div><div><br /></div><div>Gambar Si "Roy" dengan koleksi ontel dan sejumlah detail sepeda antik itu ada di sini:</div><div><br /></div><div><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAxXyxZHyixXYAJ2Ikjncxoh7nsZqAXrG4WRCbfe7OL3ZSHUBufUN8MWx31e1ZcdEHy44ZulK5uSBd2pVUlKlsp0HE-d_CQk0Sx7mvb7RKJ9Q-bUaMMFdymDjNhZKbE1VVv2V_/s200/IMG_1898.JPG" style="cursor: pointer; width: 186px; height: 139px;" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5246636434324847154" border="0" /><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEv7oLGRFHUrGn6iV9RtJMubPrhZFWvI990PDUbCvbikg5P7i7pTU3ZqRGxMb93zimA2juxLI7QG2MWp9ToU-iqT6dUmEYJEulw_Bo2BNkfIAl9lXX4J2_iXhPNcQOjNEB-VBM/s200/IMG_1899.JPG" style="cursor: pointer; width: 185px; height: 138px;" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5246636440489400210" border="0" /></div><div><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhA8cl15A-h6ub5ialXb0ijwWLFOYsvO70dJFJ_1P-M1LK6duiN53GpNPDPTzYUZSVU22K1einEejJ9DV6CA1_pFmXRnTY8AMpdeRAmpv-BnUyiQiiyTHnsdB5UU1nxhinGDv7f/s200/IMG_1895.JPG" style="cursor: pointer; width: 185px; height: 141px;" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5246636424699677698" border="0" /><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCVPzvPJFm6Ko8ln4NqsMY264L3xVccbyjZrTPgSk8KRyxX4ViQ703qU89eteJdXHicoW93JAya83DgDUS_QA0ywIuEusmeDHKOfCf-idRiAuO0jUlhc5sgAQQ3dILaUZIxuGO/s200/IMG_1900.JPG" style="cursor: pointer; width: 187px; height: 141px;" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5246636419169551394" border="0" /></div><div><br /></div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-67167383278179876642008-09-15T08:06:00.006+07:002008-10-06T10:58:02.702+07:00En Passant<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMgQCrRwlKKV8YgMdRf7hoKBDPm1O4-fV2LJU5nAu1AEXML9LB3zwqr0eKXQibt5JozGQpcTiVTMSe0ijzJY6J70sLMv8Xh_4DPusWrrHWah-hs0p5cES_-wanFy3R57Iw8DR3/s1600-h/Kompasiana1..jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5246273308048231762" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; CURSOR: hand" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMgQCrRwlKKV8YgMdRf7hoKBDPm1O4-fV2LJU5nAu1AEXML9LB3zwqr0eKXQibt5JozGQpcTiVTMSe0ijzJY6J70sLMv8Xh_4DPusWrrHWah-hs0p5cES_-wanFy3R57Iw8DR3/s200/Kompasiana1..jpg" border="0" /></a><br /><div><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLxbpMqj0oXsmyVIaDnopritE0RMTI1c55ZOVu6Ktwpkrike8UZj-NOKIZUdNe9MR2-jeXgBJQybCtPHq-o2A03Zuf7KiNe9Ca3Rf-T1bm4RLYugQiLSkXLkaRmM2JQqCwzs5L/s1600-h/Kompasiana1..jpg"></a><br /><span style="font-size:180%;">Kompasiana Go Online</span><br /><p>INI proyek yang pengerjaannya paling sering tertunda, mungkin juga dipilih sebagai prioritas terakhir. Akan tetapi sejak 1 September 2008, blog khusus para jurnalis <span class="Apple-style-span" style="FONT-STYLE: italic">Kompas </span>itu sudah bisa diakses di alamat <a href="http://kompasiana.com/">http://kompasiana.com/</a>.</p><p>Semangatnya, semua jurnalis <span class="Apple-style-span" style="FONT-STYLE: italic">Kompas</span> yang mencapai 250 itu punya kavling masing-masing dengan mengisi kontennya sesuai preferensi individu. Saya sendiri punya kavling dengan alamat <a href="http://pepihnugraha.kompasiana.com/">http://pepihnugraha.kompasiana.com/</a>. Begitu juga jurnalis lainnya punya nama blog sesuai nama masing-masing.</p><p>Nama <span class="Apple-style-span" style="FONT-STYLE: italic">Kompasiana</span> diusulkan wartawan senior yang biasa menulis kolom "Politika", yakni Budiarto Shambazy. <span class="Apple-style-span" style="FONT-STYLE: italic">Kompasiana </span>sendiri adalah kolom pendiri Harian <span class="Apple-style-span" style="FONT-STYLE: italic">Kompas,</span> PK Ojong. Budiarto sendiri menamai blognya di <span class="Apple-style-span" style="FONT-STYLE: italic">Kompasiana</span> sebagai "Politiking". "Istilah itu tidak selalu berkonotasi negatif, saya akan kasih gambaran bagaiman berpolitik yang baik," katanya.</p><p>Sebagai pengasuh <span class="Apple-style-span" style="FONT-STYLE: italic">Kompasiana</span>, saya harus selalu mengenalkan dunia blog, khususnya keberadaan <span class="Apple-style-span" style="FONT-STYLE: italic">Kompasiana</span> kepada para jurnalis yang supersibuk. Tidak semua jurnalis akrab dengan blog. Jangankan punya, membaca blog orang saja barangkali belum pernah. Jadi alangkah senangnya ketika ada sejumlah jurnalis yang mau dibuatkan blog di <span class="Apple-style-span" style="FONT-STYLE: italic">Kompasiana,</span> bahkan ada yang langsung mengisi kontennya seperti Agus Hermawan di alamat <a href="http://agushermawan.kompasiana.com/">http://agushermawan.kompasiana.com/</a>.</p><p>Mengapa jurnalis, termasuk jurnalis <span class="Apple-style-span" style="FONT-STYLE: italic">Kompas</span>, harus ngeblog? Itu karena keniscayaan. Tengok koran-koran berskala internasional yang punya blog jurnalis sendiri. Uniknya, blog jurnalis ini justru lebih sering dikunjungi pembaca. Di blog ini si jurnalis bisa langsung berinteraksi dengan pembacanya.</p><p>Begitu pula harapan saya dengan <span class="Apple-style-span" style="FONT-STYLE: italic">Kompasiana</span> dimana jurnalis <span class="Apple-style-span" style="FONT-STYLE: italic">Kompas</span> bisa saling menyapa dengan para pembacanya. Di samping itu, Kompasiana memberi kesempatan jurnalis berpikir bebas mengenai hal apapun, yang tidak mungkin pemikirannya itu bisa ditulis di Harian <span class="Apple-style-span" style="FONT-STYLE: italic">Kompas</span> sendiri.</p><p>Satu hal, dalam Kompasiana seorang jurnalis bisa menceritakan "behind the story" yang tidak bisa secara terang-terang diberitakan di koran. Jika tida sepaham dengan editor dan harus di-"kalahkan" atas nama kebijakan struktural, di sinilah tempatnya jurnalis mengungkapkan ketidaksetujuannya.</p><p>Kini <span class="Apple-style-span" style="FONT-STYLE: italic">Kompasiana</span> masih dalam tarap pengembangan dan belum dikaitkan di navigasi <span class="Apple-style-span" style="FONT-STYLE: italic">Kompas.com</span>, tetapi dalam waktu dekat siap diluncurkan. Hanya saja, satu fase penting, yakni mengajak jurnalis Kompas ngeblog, sudah terlampaui. Sekarang saya tinggal mengurus kontennya. </p><p>Selamat mengklik jurnalis blog <a href="http://kompasiana.com/">http://kompasiana.com/</a>.</p><p><strong>Perjalanan macet Bintaro-Palmerah, 15 September 2008.</strong></p><p>Powered by Telkomsel BlackBerry®</p></div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-61880143582854645632008-09-13T06:02:00.011+07:002008-10-06T10:56:09.925+07:00Catatan (64): UMN<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEic54z8xRCYh9_0oifJi_4V6TrJT67XQAZXUG3YJudQuA77XUsYFqnUo4owgEhA93_GcoCtDidynctJ9EtrxxA4LBtVB086oKZY3ICF6dBNeJV0L0UF0-sHa0kNu3mCFdEO_7na/s1600-h/UMN.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEic54z8xRCYh9_0oifJi_4V6TrJT67XQAZXUG3YJudQuA77XUsYFqnUo4owgEhA93_GcoCtDidynctJ9EtrxxA4LBtVB086oKZY3ICF6dBNeJV0L0UF0-sHa0kNu3mCFdEO_7na/s320/UMN.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5245280030624850690" /></a><br /><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-large;">Memberi Kuliah Pertama</span><div><br /></div><div>KAMIS 11 September 2008 mestinya tercatat sebagai hari bersejarah, setidak-tidaknya bersejarah buat saya pribadi. Bukan untuk mengenang tragedi WTC, juga bukan pula menyongsong peringatan G30S/PKI. Hari itu pukul 15.00 hingga 16.50, untuk pertama kalinya saya memberi kuliah mata pelajaran "Bahasa Jurnalistik" di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Ini adalah universitas milik Jakob Oetama, taifun media massa Indonesia.</div><div><br /></div><div>Mengapa saya bersedia menjadi dosen atau pengajar setidak-tidaknya untuk satu semester ke depan?<br /><br />Pertama, karena UMN punya Jakob sendiri, boss besar saya di Harian <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Kompas</span>. Bahkan sepekan sebelumnya, Jakoblah yang melakukan peletakan batu pertama kampus UMN di atas tanah seluas delapan hektar di Summarecon, Serpong, Tangerang. Kampus berlantai sembilan itu akan dikebut pengerjaannya sehingga diharapkan selesai 9 September 2009. Masak saya menolak ketika pihak UMN meminta saya untuk mengajar!?</div><div><br /></div><div>Kedua, karena saya merasa mampu memberika materi kepada mahasiswa mengenai apa yang saya kerjakan selama lebih dari 18 tahun sejak bergabung dengan <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Kompas</span>. Dari sekitar 70 dosen yang mengajar di UMN, saya sendirilah yang barangkali "hanya" lulusan S1. Selebihnya adalah lulusan S2 dan S3. Apakah saya terlalu percaya diri dan tidak minder dengan lulusan S1 saya? Tidak! Saya berprinsip: buat apa minder. Bagi saya, "pengakuan" di atas segala-galanya. Tentu dengan pertimbangan serius ketika UMN mengajak saya bergabung.</div><div><br /></div><div>Ketiga, pada dasarnya saya suka berbagi ilmu. Ini karena bapak-ibu saya seorang guru yang merangkap sebagai petani. Saya masih ingat mendiang ibu menghendaki saya menjadi dosen di Universitas Padjadjaran dibanding saya harus lari ke Jakarta tahun 1990 lalu. Alasan mendiang sederhana, "Ibu dan bapak saja dengan menjadi guru SD bisa hidup dan mampu menyekolahkan anak-anaknya ke perguruan tinggi, apalagi kalau kamu jadi dosen!"</div><div><br /></div><div>Keempat, saya sudah terbiasa memberi pelatihan jurnalistik dan penulisan berita sebelumnya di berbagai perguruan tinggi dan sekolah menengah, juga tampil sebagai pembicara di seminar sehingga tidak harus "takut" berhadapan dengan mahasiswa di ruang kuliah. Selain itu, saya merasa ilmu jurnalistik yang selama ini saya praktikkan, sudah lebih dari cukup dibanding membaca buku-buku teori selama bertahun-tahun!</div><div><br /></div><div>Kelima, saya punya misi untuk lebih mengenalkan dunia online, khususnya <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Kompas.com</span> dimana saya ditugaskan selama ini. Setidak-tidaknya dalam lingkup terbatas, yakni satu kelas, toh dengan cara kita memberi contoh soal dari berita-berita online, setidak-tidaknya mahasiswa dipaksa terbiasa untuk mengklik www.kompas.com. </div><div><br /></div><div>Keenam, karena atasan saya, Taufik Mihardja, mengizinkan. Tanpa izin itu, mana berani saya ambil keputusan sendiri. Saya taat organisasi, meski tidak selalu taat pada pimpinan. Tetapi dengan izin Taufik dan bahwa UMN juga masih punya kelompok usaha Kompas-Gramedia, saya menerima tawaran mengajar di UMN. </div><div><br /></div><div>Jadi, peristiwa itu layaklah saya masukkan ke dalam catatan harian saya di sini!</div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-22669622.post-12197024243950242142008-09-13T00:00:00.006+07:002008-10-06T10:56:27.828+07:00Citizen Journalism (25)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTtn3GMdVgxOPa0oqIKqyxT8-rVDPJLVDLU99aqRcWOUfY-NCUenBiq9541cz0DB3X070GgtC4NrJGPQpFRgRCqmH6Sv0mflflwypU-NVRUSMVQgQ1yZoPyPjeKZwndSi1FbMF/s1600-h/IMG_0059.JPG"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTtn3GMdVgxOPa0oqIKqyxT8-rVDPJLVDLU99aqRcWOUfY-NCUenBiq9541cz0DB3X070GgtC4NrJGPQpFRgRCqmH6Sv0mflflwypU-NVRUSMVQgQ1yZoPyPjeKZwndSi1FbMF/s200/IMG_0059.JPG" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5245182695912944914" /></a><br /><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-large;">Bedah Buku Di Toko Buku</span><div><br /></div><div>DI Bangalore, India, meresensi atau membedah buku biasa dilakukan di toko-toko buku. Si penulis buku biasanya bertugas sebagai pembicara, plus pembahas buku dan moderator. Para pembeli bisa langsung meminta tanda tangan si penulis buku. Cara yang baik untuk mendekatkan penulis dengan pembacanya, sekaligus promosi bagi si penjual buku. Di Indonesia rupanya kegiatan serupa sudah menggejala. Foto di atas adalah suasana di luar saat acara bedah buku di salah satu toko buku ternama di Bangalore, yang saya ambil beberapa waktu lalu. (PEPIH NUGRAHA)</div>Pepih Nugrahahttp://www.blogger.com/profile/09813713215023244154noreply@blogger.com0