Sunday, December 23, 2007

Berbagi Pengalaman Menulis (41)


"Menangkap Hal-hal Sepele"


TULISAN ini pernah ditolak seorang editor, tetapi bukan berarti kiamat dan segalanya berakhir. Dengan modifikasi sedikit ditambah pengayaan data dan suasana peristiwa, akhirnya bisa dimuat juga setelah ditawarkan ke editor lain. Demikianlah, upaya jangan berhenti hanya karena tulisan kita ditolak, lantas kita terpuruk dan semangat pun menguap.

Tidak. Harus katakan tidak! Katakan selamat tinggal buat keterpurukan. Percayalah, tulisan yang kita buat pasti berharga. Berharga buat diri kita, juga buat pembaca. Boleh jadi seorang editor menilai tulisan itu kurang berharga. Akan tetapi, harus selalu ingat, bahwa "konstituen" kita adalah pembaca yang jumlahnya ratusan ribu bahkan jutaan itu! Kita boleh "dikalahkan" oleh editor, tetapi tidak boleh "dikalahkan" oleh diri sendiri hanya karena tulisan ditolak.

Saya sering membuktikan hal itu. Bagi seorang editor, ini tulisan yang kurang bermakna, tetapi bagi editor lainnya dan jutaan pembaca Kompas, mungkin tulisan ini punya makna. Berikut dua tulisan yang dimaksud, yang dimuat Kompas, 30 November 2007. Satu tulisan pelengkap "Universitas bagi Netizen", di-upload di tampilan terpisah. Semoga bermanfaat.


NETIZEN
Menangkap Hal-hal Sepele
Oleh PEPIH NUGRAHA

Pernahkah terbayangkan sesosok penampakan menyerupai manusia melayang di pepohonan menjadi foto sekaligus berita utama media massa?

Kalau membuka media online STOMP di alamat www.stomp.com.sg, Anda mungkin baru percaya bahwa itulah berita! Apakah itu berita dan foto peristiwa yang ditulis wartawan profesional? Bukan, itu berita yang dibuat warga biasa!

Suka tidak suka, sebanyak 7.843 warga Singapura telah melihat foto penampakan yang dikirim seorang pewarta warga alias citizen reporter (netizen) dan muncul pada STOMP hari Kamis, 29 November itu. Netizen itu menamakan dirinya STOMPer Lachinos dan memberi judul foto beritanya ’Pontianak’ In Tampines?

Kata "pontianak" di sini maksudnya "kuntilanak", yang di Singapura dipercaya sebagai makhluk halus berwujud perempuan berambut panjang yang bisa terbang melayang. Ada 43 pengunjung yang mengomentari berita dan foto yang diambil pukul 11 malam, Rabu, 21 November lalu di Tampines itu.

Ada yang berkomentar bahwa itu hanyalah foto tipuan dan hanya sekadar mencari sensasi saja. Tetapi uniknya, ada pula yang memercayai foto yang ditampilkan di rubrik "Singapore Seen" itu sebagai sebuah kebenaran dan kenyataan yang ada di sekeliling mereka.

Masih pada hari yang sama, sebuah foto yang memperlihatkan sepasang kekasih yang sedang maaf, berciuman, di depan umum di sebuah rumah sakit, dibaca 6.035 pengunjung dan 54 di antaranya meninggalkan komentar. Foto dari ponsel berkamera milik STOMPer Z itu ditanggapi secara beragam. Mulai kecaman sampai menganggap hal itu fenomena biasa saja di Singapura.

Inilah berita online dalam dunia maya di internet: berita yang dibuat warga biasa, bukan berita yang dibuat wartawan profesional dari sebuah media massa mainstream. Soal apakah berita itu bernilai, katakanlah penting atau menarik, itu bisa diperdebatkan kemudian.

Versi warga

Yang menarik, berita versi warga itu justru diwadahi oleh koran berpengaruh di Singapura, The Straits Times. STOMP sendiri kependekan dari Straits Times Online Mobile Print. Lalu, bagaimana mungkin sebuah institusi media massa konvensional bisa mewadahi berita, foto, dan video dari warga biasa? Itulah kenyataannya.

STOMP yang bisa berarti "mengentakkan kaki" benar-benar mengintegrasikan konten informasi dan aktivitas warga yang saling berinteraksi dalam tiga platform, yakni cetak, online, dan mobile. Dengan tiga platform itu, memungkinkan STOMP berinteraksi dengan warga Singapura dengan cara baru yang lebih menarik. Tidak seperti media massa mainstream yang pasif!

Dengan menempatkan warga biasa sebagai pewarta, berita yang muncul tidak lagi berita yang dibuat wartawan dan disusun para editor yang seperti tidak mau tahu dengan apa yang ditulisnya. Berita berasal dari warga dengan interaksi berupa komentar pembaca secara lebih akrab, hangat, dan terbuka.

Cara ini berbeda dengan berita yang lahir dari dapur newsroom media massa mainstream yang sering dituding sebagai pihak yang semena-mena "menyuntikkan" informasi, tidak peduli apakah informasi itu dibutuhkan masyarakat atau tidak. Tidak ada interaksi di sini, kecuali dalam skala terbatas, seperti surat untuk redaksi atau letter to the editor.

Sementara berita yang dibuat warga dan ditampilkan secara on-line seperti STOMP, justru terbuka untuk dikomentari warga yang tersambung ke internet, baik melalui komputer pribadi maupun ponsel mobile mereka.

Percakapan di antara warga menjadi berita tersendiri sehingga tidak keliru adagium yang mengatakan bahwa "berita adalah percakapan". Si penulis berita sebagai saksi atas peristiwa yang direkamnya bisa larut di antara para pembaca. Lantas, menjawab komentar bila perlu.

Dirangkul atau dijauhi?

The Straits Times jelas-jelas merangkul keberadaan pewarta warga atau netizen, bukan malah menjauhinya, apalagi menempatkannya sebagai pesaing. Tidak nyinyir dan mengolok-olok berita yang ditulis warga biasa sebagai informasi sampah. Dan, The Straits Times tidak sendiri.

Tengok jaringan televisi CNN yang memiliki i-Report bagi para pewarta warga yang mengirimkan foto maupun video. Di Yahoo! ada "People of the Web" untuk cerita dan "You Witness News" untuk foto dan video. Di BBC ada "Eyewitness Tale" dan "Survivor Amateur Videos". MSNBC punya "Citizen Journalists Report". Uniknya, kantor berita Reuters online pun memberi tempat bagi pewarta warga yang mengirimkan peristiwa yang dialami dan direkamnya.

Citizen journalism dengan ribuan netizen-nya kini bukan lagi sekadar teori, tetapi sudah menjadi kenyataan. Dengan bermodalkan ponsel berkamera, warga sudah bisa mengirimkan foto (images) atau video ke media massa online atau bahkan blog milik sendiri. Tidak aneh kalau media massa mainstream pada suatu masa "kegerahan" juga atas hadirnya para pewarta warga ini.

OhmyNews yang dikembangkan Oh Yeon-ho di Korea Selatan sering dijadikan contoh klasik berhasilnya media massa alternatif para pewarta warga. Di Tanah Air ada Wikimu dan Panyingkul yang secara sadar "merekrut" dan mendidik warga biasa untuk dijadikan pewarta warga. Akan tetapi, keberadaan keduanya berdiri sendiri, tidak terkait dengan media massa mainstream, sama dengan apa yang dilakukan OhmyNews.

Bahwa media massa mainstream yang berkonvergensi atau bertransformasi menjadi media massa online kini membuka pintu atas kehadiran para pewarta warga dan memberinya tempat, itulah kecenderungan yang tengah terjadi sekarang ini.

Meski belum terlalu berkembang, di Kompas online yang beralamat di www.kompas.com, cikal bakal netizen pun sudah ada di rubrik "Community". Dalam skala tertentu, ia berisi laporan warga meski baru berupa gerundelan atau unek-unek personal yang belum bisa disebut sebagai citizen journalism seutuhnya.

Akan tetapi, semangat dari pewarta warga adalah menangkap serta merekam hal-hal sepele atau remeh-temeh mengenai peristiwa yang terjadi di sekitar mereka. Mulai perilaku warga yang merokok dan meludah di sembarang tempat, parkir yang tidak benar, bermesraan di tempat terbuka, sampai peristiwa penampakan versi STOMP tadi. Memang sepele, tetapi itulah berita!

1 comment:

Anonymous said...

Wow...luar biasa ya...tantangan juga bagi wartawan beneran. tersaingin tu...hahaha.

salam
Arifin