Wednesday, August 02, 2006

Berbagi Penglaman Menulis (1)



Terus Menggali


KADANG di medan liputan yang beragam, kalau jeli kita dapat menemukan hal-hal menarik untuk digali, untuk kemudian ditulis. Salah satunya adalah kiprah Agus Suharto ini, yang saya temukan saat meliput tsunami Pangandaran 17 sampai 20 Juli 2006 kemarin.


Pertama kali bertemu Agus, justru tidak sengaja. Saat itu kami sehari setelah tsunami menerjang Pangandaran, kesulitan mencari tempat menginap. Hotel dan wisma tidak ada yang berani buka. Beruntung ada sejumlah warga yang merelakan rumahnya dijadikan tempat menginap, salah satunya rumah milik Agus ini.


Malamnya saya berbincang-bincang dengan Agus yang pemalu ini. Semua baru terungkap setelah Agus menunjukkan siapa dirinya, kegiatannya, dan upayanya memelihara kelestarian terumbu di tanah kelahirannya, Pangandaran. Dari sini, saya tertarik membuat ceritanya.


Saya mencoba menelusuri jejak terumbu buatan yang telah hancur diterjang tsunami dan kini hanya menjadi "bangkai" saja di pantai. Inilah kisah lengkapnya yang di muat Kompas, Rabu 26 Juli 2006, plus foto hasil rekan Amir Sodikin.


Terumbu Ban Bekas Agus Suharto


Oleh Pepih Nugraha


Beberapa saat setelah bencana tsunami menghantam pantai barat dan timur Pangandaran, 17 Juli 2006, yang kemudian terpikir oleh Agus Suharto adalah nasib "terumbu karang" buatannya yang ia tanam tujuh bulan sebelumnya.


Seusai memastikan seluruh anggota keluarganya selamat, Agus berjalan menyusuri pantai barat dan timur Pangandaran. Di pantai barat ia temukan tiga gugus terumbu buatannya yang sudah tercerabut, terdampar, dan teronggok di pantai, berbaur dengan puing-puing lainnya. "Di pantai timur saya temukan terumbu 'menclok' di atas batu-batu karang," kata Agus saat mengajak kami melihat terumbu karang buatannya, Rabu (19/7).


Terumbu karang yang ia maksud adalah rangkaian ban-ban mobil bekas yang dipertautkan satu sama lain menggunakan tali tambang plastik. Satu gugus terdiri atas 30 ban mobil bekas yang disusun hingga membentuk kerucut atau piramida. Pada alas kerucut, celah-celah ban bekas diberi semen sebagai pemberat.


Antara 5-12 Desember 2005, terumbu karang buatan berbentuk kerucut itu dilarung ke pantai barat dan timur Pangandaran, dibenamkan ke dasar laut di kedalaman lebih kurang 10 meter dari bibir pantai. Seluruh terumbu karang buatan yang dilarung berjumlah 40 gugus. Itu berarti Agus membenamkan 1.200 ban mobil bekas di pantai barat dan timur Pangandaran!


"Saat mulai menggagas dan memproses pembuatan terumbu buatan ini, banyak orang mengira saya sudah stres. Soalnya saya mengerjakan sendirian saja, paling dibantu Suherman, rekan yang sudah mengerti maksud saya," kenang Agus.


Proyek nyleneh yang membuat tetangga dan kenalannya mengernyitkan dahi itu bermula saat ia mengenang masa kecilnya. Pria kelahiran 6 Agustus 1966 ini memang anak Pangandaran tulen. Sebagai anak nelayan, ia sudah akrab dengan lingkungan laut. Cagar Alam Pananjung yang diapit pantai barat dan timur adalah tempat bermainnya sehari-hari. Menyelam tanpa alat atau menggunakan snorkle di Taman Laut adalah kegemarannya, di mana ia dapat berakrab-akrab dengan terumbu karang dan ikan-ikan di sekitarnya.


Jadi surga


Tahun 1970-an, Agus masih merasakan betapa Pangandaran merupakan surga dari berbagai jenis ikan. Itu berkat terumbu karang sebagai tempat bersemayam ikan, yang masih terpelihara khususnya di pantai timur. "Peribahasa orang sini, pokoknya asal mau basah (ke laut), kita pasti hidup," katanya.


Akan tetapi, saat tahun terus berganti, nyatalah bahwa terumbu karang di sekeliling Pantai Pangandaran itu bukan hanya rusak, tetapi bahkan ada di antaranya yang hilang tak berbekas. Terang saja, ikan menjadi sulit didapat. Nelayan pun terpaksa berlayar jauh meninggalkan bibir pantai untuk mencari ikan. "Ibaratnya bukan cukup berbasah-basah, sudah menyelam pun ikan sulit didapat," kata Agus lagi.


Kesadaran akan pentingnya memelihara terumbu karang sebagai tempat bermain-mainnya ikan menggerakkan suami Shad Aprilla ini menciptakan terumbu karang buatan. Dari pengalamannya menyelam, ia tahu bahwa bentuk terumbu karang itu berongga-rongga. Rongga-rongga itu adalah tempat yang baik bagi hidup ikan.


Saat menyelam, Agus menemukan wahana apa pun, khususnya yang berongga, bisa dijadikan tempat tumbuhnya karang baru. Membuat rongga buatan dari semen beton, itu ideal tetapi biaya pembuatannya pasti mahal. Menggunakan ban bekas, ini lebih masuk akal karena bisa terjangkau kocek.


Untuk membeli ban bekas, ia menagih janji kepada rekan sekelasnya saat bersekolah di Akademi Usaha Perikanan (AUP) yang kebetulan saat ini telah menjadi Ketua DPRD Ciamis, Jeje Wiradinata. Sebagai teman, Jeje berjanji akan memberi Agus uang Rp 1 juta kalau ia berhasil "menjadi orang". Saat Jeje telah "menjadi orang", yakni menjadi Ketua DPRD Ciamis, Agus pun menagih janji teman sekelasnya itu. "Saya katakan bahwa uang itu untuk membeli ban bekas. Eh, Pak Jeje ketawa, dikiranya saya beralih pekerjaan sebagai tukang tambal ban," kata Agus.


Setelah Agus mengutarakan maksudnya, sang wakil rakyat pun tergugah dan berjanji akan mengusulkan anggaran khusus bersama Bupati Ciamis Engkon Komara.


Singkat cerita, APBD pun keluar di mana Rp 45 juta di antaranya untuk perbaikan lingkungan di Pangandaran. Tetapi, ia bingung karena untuk mencairkan dana itu tidak boleh atas nama perorangan.


"Saya tidak punya LSM (lembaga swadaya masyarakat), juga bukan anggota LSM. Akhirnya saya membentuk Kelompok Masyarakat Peduli Pangandaran. Semula hanya saya dan Suherman yang menjadi anggotanya. Belakangan ada 20 anak muda yang menyatakan peduli terhadap lingkungan Pangandaran," urai Agus.


Bersama kelompoknya, ayah dari Otheon, Marvin, dan Egan ini mulai mengadakan gerakan menanam pohon pelindung, yakni pohon ketapang dan nyamplung, di pantai timur dan barat Pangandaran.


Agus boleh berbangga. Meski mengaku tidak berpretensi ingin menjadi pendekar lingkungan agar meraih penghargaan dan semacamnya, ia senang karena hanya lima gugus terumbu karang ban mobil bekas yang terbawa hanyut tsunami. Itu berarti, 35 gugus terumbu karang buatannya masih ada di dasar laut Pantai Pangandaran. "Saya sudah mengeceknya. Masih ada. Bahkan sekarang rongga-rongga ban bekas sudah ditempeli karang halus dan tumbuhan laut lainnya," katanya.

No comments: