Thursday, May 08, 2008

Catatan (48): Mengenang Mantan Wartawan Kompas [2]


Asep Setiawan

SAYA sangat suka membaca berita mengenai politik luar negeri. Untuk itulah saya terkesan dengan sebuah tulisan mengenai sosok Mikhail Gorbachev, yang ditulis di halaman belakang, plus foto hitam putih besar. Penulisnya adalah Asep Setiawan. Kelak di kemudian hari, saya banyak belajar dan meniru Asep, terutama meniru kesantunan, kesopanan, dan keluwesannya bergaul. Soal meniru tulisan, kami sebagai wartawan punya gaya tersendiri, yang khas, dan tidak saling meniru.

Kang Asep, demikian biasanya saya memanggil, adalah senior saya di Universitas Padjadjaran meski dari jurusan berbeda. Kalau tidak salah dia mengambil jurusan hubungan internasional di FISIP. Karena latar belakang pendidikannya itulah tulisannya menjadi sedemikian "bernyawa" dan "berjiwa". Disampaikan dengan bahasa yang mudah, meski persoalan relasi luar negeri itu umumnya sangat pelik dan berliku, yang semestinya tidak bisa dijelaskan secara ringkas. Tetapi nyatanya, Asep bisa.

Pada tahun 1997 atau 1998-an, Asep merupakan salah satu wartawan Kompas yang turut membidani lahirnya Kompas Cyber Media (KCM), yakni Kompas Online untuk keredaksiannya. Karena saat itu wartawan KCM terbatas dalam hal jumlah, maka Asep sesekali menelepon saya untuk meminta kabar sekaligus berita mengenai perkembangan terakhir di lapangan, yakni di DPR dan Departemen Dalam Negeri, dimana saya bertugas saat itu. Saya membuat berita di kepala dan diucapkan secara lisan, Asep mengetiknya di news room. Begitulah, sampai kemudian saya mendengar Asep keluar dari Kompas untuk pindah kerja ke Radio BBC. Itu terjadi tahun 2000 dan ia bersama keluarga harus mukim di London.

Sebagaimana orang Jawa Barat, kebetulan sama dengan saya, kami menyenangi hal-hal baru dan berusaha mengikutinya. Contohlah dunia cyber dan online ini, meski Asep lebih dahulu melek, saat cikal bakal internet muncul dan belum booming seperti sekarang ini. Dalam hal tertentu, saya mengikuti perkembangan dunia online ini meski terbatas pada perkembangan media massa online yang selalu saya benturkan dengan media massa konvensional (baca: media cetak). Dulu saat blog belum mewabah, saya terkagum-kagum karena Asep sudah memiliki situs pribadi sendiri yang kalau tidak salah beralamat sesuai namanya, yakni di http://www.asepsetiawan.com.

Tahun 2004 lalu, Asep sempat berkunjung ke kantor Harian Kompas Biro Indonesia Timur di Makassar, dimana saat itu saya bertugas. Sempat mengobrol sedikit karena dia ingin menggali suatu masalah di kota Anging Mammiri. Ia datang dengan kesantunan dan kesopanannya yang khas dan masih melekat. Setelah itu saya tidak pernah berjumpa lagi. Ada berita Asep kembali ke Inggris karena harus menyelesaikan studi S3-nya, yang berarti sebentar lagi dia akan menjadi Doktor. Ah, jangan-jangan Asep judah menjadi Doktor. Well, belum atau sudah menjadi Doktor, tidak ada salahnya kalau di sini saya mengucapkan: "Selamat ya, Kang..."

Kegemarannya akan teknologi internet membuat beberapa tulisannya tidak jauh-jauh dari dunia itu. Orang dibuat tercenang-cengang karena mungkin pemahamannya atas dunia cyber belum mencapai ke arah sana. Katakanlah mengenai mal virtual yang Asep tulis di Kompas 12 Februari 2000 halaman 1 di bawah ini:

BUKA TOKO GRATIS DI "VIRTUAL MALL"

KEHADIRAN Internet banyak membuka peluang bisnis baru. Misalnya, jika Anda memiliki toko dan perlu promosi, jalan yang mudah untuk memajukannya antara lain melalui medium Internet. Sejumlah situs di Indonesia dalam jaringan global ini bahkan menawarkan buka toko gratis, tanpa biaya sama sekali. Itulah model bisnis baru terutama bagi para pelaku ekonomi menengah dan kecil.

Caranya mudah. Mula-mula cari beberapa situs dalam Internet yang menawarkan buka toko, mulai dari penjualan bunga sampai mebel. Lalu barulah mendaftarkan diri, di antaranya tanpa dipungut bayaran apa pun kecuali jika jumlah barang yang dijual dalam jumlah besar.

Pedagang partai kecil bisa memulai dengan situs pointahead. "Kami memang mengarahkan situs ini untuk kalangan pedagang kecil dan menengah," ujar Sampoerno menyinggung soal situs www.pointahead.com yang dikelola bersama Iwan dan tiga orang lainnya. Situs yang baru diluncurkan Agustus 1999 ini sudah dipenuhi 250 toko, mulai dari para pedagang batu mulia sampai penjual komputer di London dan toko yang dibuka oleh orang Puerto Rico.

Namun, tentu saja tidak semua gratis. Virtual mall Webstore yang dikelola Kompas Cyber Media (KCM), selain menjual dan menyalurkan produk sendiri, menampung sembilan toko. Namun, sebagian dari toko yang dibuka di www.kompas.com itu pada awal tahun 2000 omsetnya mencapai Rp 500.000-Rp 1 juta. Menurut Direktur Eksekutif KCM Andrey Handoko, untuk memajang toko di Webstore KCM dikenakan biaya berbagai versi, mulai dari Rp 150.000 per bulan sampai Rp 450.000 per bulan setiap halamannya. Namun, tentu saja keuntungan sudah di pelupuk mata jika hits (tingkat kunjungan) situs itu tinggi. Maka seperti memajang toko di pinggir jalan raya, pengunjung pun bisa keluar masuk toko seraya memborong barang.

Selain pointhead dan Webstore, situs lain yang juga menawarkan bentuk seperti mal atau toko penyalur dan penjual antara lain radioclick.com, jeruk.com, i-2.co.id, glodokshop.com, KantongKresek.com, smole.com, eplasa.com, dan capella.co.id.
***
SEPANJANG hari toko buka tanpa takut dijarah, kebakaran atau dicuri barangnya. Begitulah alam dari Internet, barang dipajang tanpa batas waktu, bisa diakses lokal dan bisa pula global. Bisa dibayangkan betapa besar potensi yang tercipta karena Internet sebagai medium untuk mendekati pasar. Pembeli tidak hanya berarti perorangan tetapi juga lembaga bisnis atau toko lainnya jika memang barangnya murah.

Pemilik toko di kota kecil yang jauh dari kota besar, sepanjang memiliki akses ke Internet melalui Telkom misalnya, bisa mengenalkan produknya langsung ke pembeli di seluruh dunia. Tentu saja lebih efektif bila produk atau jasa itu dikenalkan dalam bahasa Inggris dan disertai foto produk yang ditawarkan.

Jika produk sudah tampil dalam jaringan Internet maka persoalan berikutnya bagaimana konsumen bisa melakukan transaksi. Ada beberapa tipe jual beli melalui virtual mall. Pertama, pembeli memesan barang melalui alamat e-mail yang ada di toko tersebut. Kedua, bisa saja pembeli langsung bertransaksi melalui kartu kredit. Barang akan dikirim ke rumah oleh kurir. ***

BILA pemilik toko bisa berbisnis lalu dari mana keuntungan yang diperoleh penyelenggara mal? Tidak murah memang menawarkan sebuah mal yang bersifat maya bagi para pelaku bisnis. Apalagi bila Internet baru dikenal sebagian masyarakat perkotaan.

Menurut Sampoerno, satu bulan sedikitnya menghabiskan Rp 10 juta untuk merawat dan mengembangkan mal di Internet. Dana itu dihabiskan untuk mengoperasikan server yang disimpan di Telkom. Dana operasi akan berbeda jika server seperti yang dimiliki KCM Webstore ditempatkan di luar negeri agar aksesnya lancar.

Biaya operasional mal ini mahalnya bukan terletak pada sumber daya manusia, tetapi keterlibatan teknologi tingkat tinggi. Jalur telepon dan server merupakan biaya paling mahal selain persoalan promosi situs itu sendiri. Nemun demikian, bisnis mal di dunia maya ini menjanjikan.

Menurut Ivandeva Irwantoro, Country Manager Software & Solution IBM Indonesia, ada sederet keuntungan yang akan diperoleh pemilik toko. Pertama, branding karena e-business itu. "Bila mereka memiliki fasilitas transaksi melalui Internet, itu berarti saya mengikuti trend dunia," tuturnya. Kedua, mereka melihat ini sebagai cara mereduksi biaya transaksi. Ketiga, mereka bisa mengenal perilaku pelanggan karena pelanggan memberi data. Keempat, pedagang bisa memulai langkah business to business.

Sedangkan untuk keuntungan pemilik mal adalah bisa membentuk komunitas pengunjung. Bila perlu, mal itu bisa dijual kepada orang lain. Tentu dengan harga sepadan.

John Tumiwa, CEO radioclick.com, menjelaskan, situs dalam bentuk toko memberi keuntungan karena menjadi sarana yang lebih luas dan tak terhingga jangkauannya. Radioclick yang dikelolanya memiliki kiat mensinergikan lima radio (Prambors, Female, M97, Bahana dan Delta) dengan jaringan Internet.

"Radio adalah bisnis komunitas dan Internet pun demikian, maka yang kita ciptakan adalah suatu kerja sama di mana radio mempunyai komunitas yang tadinya pendengar/pembeli. Sementara Radioclick sebagai fasilitator yang memberikan dukungan bagi netter yang mau berbelanja di Internet," jelas Tumiwa.

Budiono Darsono, salah satu pendiri dan redaktur pelaksana detikcom, menguraikan tentang keuntungan toko di Internet. Ia menilai Internet merupakan jembatan bagi pengusaha menengah kecil untuk memasarkan produksinya ke pasar lokal dan bahkan ke pasar global dengan biaya murah.

Menurut dia, para pengusaha kecil menegah Indonesia yang memproduksi barang-barang unik dan khas serta mengincar pasar global akan sangat diuntungkan dengan membuka toko di virtual mall. "Barang kerajinan mulai dari tenun sampai mebel model antik yang dipasarkan di kawasan Ciputat (selatan Jakarta) sangat berpeluang besar meraih konsumen dari luar," lanjutnya.

Dengan demikian virtual mall akan menjadi jembatan bagi produsen Indonesia dengan pasar global. Tinggal sekarang bagaimana pengetahuan para pengusaha ini ditingkatkan dalam pemanfaatan jaringan Internet. Siapa tahu, ekspor bisa digalakkan melalui promosi di Internet. (ASEP SETIAWAN)

No comments: