Monday, November 26, 2007

Berbagi Pengalaman Menulis (39)


Ikut Saran Teman


SEBAGAI jurnalis, sudah seharusnya kita pasang mata dan telinga terhadap isu tertentu. Tanpa membuka jaringan dan komunitas, misalnya, tidak akan mungkin kita mendapat berita yang penting dan menarik untuk dibaca orang.

Dunia internet, adalah wilayah yang masih asing bagi saya, kendati setiap hari saya belajar secara otodidak soal dunia interet ini. Untuk itu, saya tidak ragu lagi saat Mas Heru, teman dari KCM, mengajak saya menjumpai seseorang. "Siapa tahu Mas Pepih tertarik menulis tentang Budi Putra," katanya, menyebut nama seseorang.

"Apa menariknya ya kalau saya menulis tentang Budi Putra?" tanya saya yang dijawab Mas Heru, "Dia blogger sejati. Orang yang rela meninggalkan pekerjaannya hanya untuk nge-blog."

Menarik! kata saya dalam hati. Tetapi saya harus menggali dan membuktikannya.

Maka perjumpaan pun dilakukan di sebuah tempat, bertiga. Mas Heru menulis untuk Kompas.com, dan saya menulis untuk Kompas cetak. Meski ketika tulisan sosok itu dimuat, Bos Kompas.com, Taufik Mihardja bilang, "Alangkah indahnya kalau Pep menyebut 'Kompas.com' dalam tulisan sosok itu."

Well, sangat layak dipertimbangkan, dan hanya karena alpa saja sehingga ikon 'Kompas.com' tidak muncul. Berikut adalah tulisan saya tentang blogger Budi Putra:

BUDI PUTRA, BANGGA BERPROFESI "BLOGGER"
Oleh Pepih Nugraha

Tahun 1996, seusai menyelesaikan kuliah di Fakultas Sastra Universitas Andalas, Padang, ia mendapat beasiswa belajar di Jepang. Saat dia berada di Jepang, pesawat Garuda Indonesia DC-10 mendapat musibah, terbelah menjadi tiga bagian di Bandara Fukuoka dan menewaskan tiga dari 261 penumpang yang sebagian besar warga Jepang.

Karena saat itu dia adalah wartawan untuk sebuah harian di Padang, Sumatera Barat, naluri kewartawanannya terpanggil. Ia menulis dan melaporkan peristiwa itu ke koran Singgalang, tempatnya bekerja. Bagi koran daerah, ini berita eksklusif yang dilaporkan langsung on the spot. Ia kirim laporan empat sampai lima kali lewat faksimile yang sangat mahal biayanya.

"Di Jepang internet sudah mewabah, tetapi saya tak tahu bagaimana memanfaatkannya," kenang Budi Putra, si penerima beasiswa, saat ditemui beberapa waktu lalu di Jakarta. Akan tetapi, ia segera sadar, "Kalaupun saya bisa memanfaatkannya, apa bisa tersambung ke Padang, wong di Jakarta saja internet masih langka."

Rasa minder karena gaptek (gagap teknologi), khususnya gagap teknologi informasi (TI), tak membuat dia terasingkan. Justru ia bangkit dan ingin menguasai TI. Apalagi setelah membaca buku Nicolas Negroponte, Being Digital, keinginannya menjadi bagian dari warga digital semakin menggebu-gebu.

Jepang adalah titik awal persinggungannya dengan teknologi internet. Sekembalinya ke Tanah Air, pria kelahiran 12 September 1972 ini langsung mengejar ketertinggalannya. Tetap, bagaimana caranya? Kebetulan di kantor pos Padang saat itu sudah tersedia Wasantara.net, fasilitas milik PT Pos yang saat itu dipergunakan untuk mengirimkan wesel elektronik.

Lewat Wasantara.net itulah Budi Putra yang gemar menulis sejak duduk di sekolah menengah pertama membenamkan diri di depan komputer. Dia menelisik bagaimana internet digunakan dan apa manfaatnya.

"Saya bisa sewa sampai empat jam sehari. Padahal, saat itu biaya sewanya Rp 12.000 per jam," kata suami Elvi Susanti ini.

Liputan TI

Perkenalan Budi Putra dengan TI membawanya ke alam yang tidak jauh dari dunia itu. Saat ia menjadi wartawan koran Tempo, ia juga diserahi tugas meliput TI dan mengelola versi on-line. Dengan berbekal ilmu TI yang dimilikinya pula, Budi Putra memutuskan keluar dari koran itu, lalu sepenuhnya hidup dan menghidupi diri dari pengetahuan TI, khususnya internet.

Bagaimana caranya ia hidup independen dari internet? Menjadi blogger!

Itulah dunia usaha yang ditemukan Budi Putra dari hasil pengembaraan pengetahuannya tentang internet yang ia kenal saat berada di Jepang. Bagaimana blog alias catatan web pribadi itu bisa menjadi tumpuan kehidupan dan dapat digunakan sebagai tambang usaha? Budi Putra punya jawaban menarik.

Menurut dia, blog sekarang sudah tak bisa dianggap enteng dan sekadar pengisi waktu luang. Blog bisa berarti tambang uang. Technorati (situs pencatat web) mencatat, sampai September 2007 sudah terdapat 106 juta blog. Di Indonesia ada 130.000 blog. Sayang, tidak banyak orang tahu bagaimana menambangnya. Ada berbagai cara, tetapi Budi Putra "baru" menemukannya beberapa cara.

Pertama, blog yang mulai berkembang sejak 1998 itu adalah web yang bisa dipasangi iklan oleh pihak ketiga. Membuat blog sendiri gratis dari penyedia blog, seperti Blogger, Movable Type dan Wordpress. Pemasang iklan akan datang bila suatu blog diakses banyak visitor.

Kedua, memasang AdSense dari Google. Namun, nilai nominalnya sangat kecil karena bergantung pada lalu lintas web kita. Semakin banyak yang berkunjung, semakin tinggi kemungkinan iklan Google di web kita akan diklik oleh pengujung. Setiap iklan yang diklik itulah yang akan dibayar oleh Google.

Ketiga, menjadi pay blogger, yakni blogger berbayar. Seorang blogger dengan keahlian yang dimilikinya bisa diminta sebuah institusi media on-line untuk menulis kolom tetap. Pay blogger mendapat honor dari apa yang ditulisnya, besarnya antara Rp 300.000 dan Rp 500.000 per tulisan.

Keempat, blogger profesional bisa mengembangkan diri menjadi konsultan blog, tempat bertanya bagi perorangan atau perusahaan yang berminat membuat blog. Dia mendesain blog dan menjadi pembicara. "Saya memilih menjadi pay blogger dan konsultan blog," kata Budi Putra.

Karena merupakan tambang baru yang belum banyak digali orang, Budi Putra nekat meninggalkan pekerjaannya sebagai wartawan pada 1 Maret 2007. Ia sepenuhnya mencurahkan perhatian pada urusan blog, sampai-sampai profesi di kartu namanya pun tercantum sebagai blogger.

"Saya tidak malu, malah bangga," ucapnya.

Budi Putra mendirikan perusahaan blog, yang boleh jadi perusahaan blog pertama di Indonesia, Asia Blogging Network (ABN). Sementara sebagai pay blogger, ia rutin menulis untuk harian The Jakarta Post. Tempat Budi ngeblog antara lain di CNET Asia, The Asia Tech, Indonesia Tech dan 3Gweek. Untuk blog yang didirikannya, Budi Putra berhasil mengumpulkan 40 blogger yang dibayar untuk menulis olahraga, gaya hidup, bisnis, dan teknologi.

Koran masuk sekolah

Dilahirkan di Payakumbuh, perkenalan Budi Putra dengan dunia tulis-menulis dimulai sejak sekolah menengah pertama tahun 1987. Secara rutin tulisannya muncul di "Koran Masuk Sekolah" yang merupakan lembaran khusus Harian Singgalang. Saat sekolah menengah atas, tulisan dia dimuat antara lain di Tabloid Bola dan Majalah Gadis. Setelah reformasi pecah, tahun 1999 ia menerbitkan Harian Mimbar Minang.

Lahir dari pasangan Bachtiar dan Musril, keduanya guru di Payakumbuh, Budi Putra mengembangkan kariernya sebagai penulis. Tahun 2002 ia pindah ke Jakarta, bergabung dengan Grup Tempo. Kini, blogger yang sudah menulis lima buku teknologi internet ini mengajar di FISIP Universitas Indonesia tentang blog.

Untuk melengkapi pengetahuan, ia memiliki 30 buku khusus tentang blog. Ia kuliah S-2 bidang manajemen komunikasi di universitas di mana dia mengajar mahasiswa S-1. Tesis yang ia susun pun tak jauh dari blog, yakni Political Marketing Through Blog, dengan kajian tiga menteri yang aktif ngeblog.

2 comments:

Slamet Riyadi said...

Baca pengalamannya Budi Putra, jadi semangat deui nih nge-blog ...

SEKJEN PENA 98 said...

* Di sini ada cerita
Tentang cinta
Tentang air mata
Tentang tetesan darah

Disini ada cerita
Tentang kesetiaan
Juga pengkhianatan

Disini ada cerita
Tentang mimpi yang indah
Tentang negeri penuh bunga
Cinta dan gelak tawa

Disini ada cerita
Tentang sebuah negeri tanpa senjata
Tanpa tentara
Tanpa penjara
Tanpa darah dan air mata

Disini ada cerita tentang kami yang tersisa
Yang bertahan walau terluka
Yang tak lari walau sendiri
Yang terus melawan ditengah ketakutan!

Kami ada disini
www.pena-98.com
www.adiannapitupulu.blogspot.com