Wednesday, October 08, 2008

Citizen Journalism (30)

Ubi Cilembu


ANDA yang kebetulan sedang dalam perjalanan melewati jalur Tanjungsari-Jatinangor, Sumedang, atau bahkan ke arah Nagreg, Garut, akan menjumpai deretan pedagang ubi bakar Cilembu. Disebut ubi bakar tidak pas juga, karena umumnya ubi supermanis ini dimasak di-oven selama kurang lebih delapan jam untuk menghasilkan ubi atau hui (bahasa Sunda) yang ambucuy (sulit dicari padanannya dalam bahasa Indonesia). Pokoknya ambucuy itu legit. Wah, legit juga susah dicari padanannya. Pokoknya sangat manis sajalah. Tentu saja gadis sangat manis tidak bisa dibilang ambucuy!


Tetapi jangan salah, belum tentu ubi yang dipajang di pinggir jalan itu asli dari Cilembu, meski boleh jadi yang jualan mengklaimnya sebagai "hui asli Cilembu". Kalau ingin menemukan yang benar-benar asli, salah satunya ada di dekat Masjid Agung di Kecamatan Tangjungsari. Nama kiosnya "Wawan". Di sini ubi oven dihargai "supermahal" untuk ukuran ubi, yakni Rp 15.000 per kilogram. Di tempat lain harganya bisa cuma separonya, tetapi ambucuy-nya tidak dijamin.



Uniknya, Mang Wawan, pemilik kios itu, punya sertifikat yang dikeluarkan Kepala Desa (lurah) Cilembu, yang menyatakan bahwa ubi yang didagangkannya asli dari Cilembu. Saya berani bertaruh, Mang Wawan jujur dan tidak bohong!


Saat mudik balik kemarin, 3 Syawal 1429 Hijriyah, saya tidak lupa memotret ubi Cilembu asli dan pemiliknya beberapa sekuel, seperti terlihat pada foto yang tersebar disini, khususnya sertifikat keaslian ubi Cilembu itu. Ambucuy, euy! (PEPIH NUGRAHA)

No comments: